Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak awal Januari 2024 hingga kini, bakteri pemakan daging dikabarkan masih mewabah di Jepang. Hingga saat ini wabah yang disebabkan bakteri Streptococcul toxic-shock syndrome (STSS) di Tokyo, Jepang telah menyentuh 1.000 kasus.
Dilansir dari Antara, setelah diidentifikasi, berdasarkan penelitian bakteri tersebut adalah pemakan daging yang mampu merusak jaringan kulit, lemak, hingga jaringan pelindung otot manusia hanya dalam waktu singkat saja. Itu sebabnya bakteri ini sangat mematikan karena dapat mengancam nyawa penyintas. Gejala awal yang ditimbulkan antara lain demam, nyeri, hingga radang tenggorokan. Berikut sejumlah fakta terkait kemunculan bakteri pemakan daging tersebut:
1. Muncul di Musim Panas
Pada bulan Juni hingga Agustus Jepang sedang menghadapi musim panas yang juga diikuti ancaman penyakit yang mengikuti seperti halnya flu hingga ancaman wabah infeksi bakteri pemakan daging ini. Hal ini dibuktikan dengan 977 kasus yang terhimpun pada bulan Juni merupakan kasus tertinggi bakteri langka ini sepanjang tahun 1999 di Jepang. Infeksi ini banyak menelan korban nyawa dalam waktu relatif lebih cepat dan masih belum ditemukan vaksin yang tepat.
2. Kekebalan Tubuh dan Luka Jadi Sumber Tertularnya Infeksi
Setelah ditelusuri lebih lanjut, penderita infeksi STSS didominasi oleh orang di atas usia 50 tahun dengan kekebalan tubuh rendah. Bakteri tersebut akan semakin mudah menginfeksi saat terjadi luka terbuka pada bagian tubuh manusia. Dikutip dari RRI, salah satu cara pencegahan yang sangat disarankan oleh pemerintah Jepang adalah memperkuat imunitas tubuh dengan memperhatikan asupan nutrisi yang bergizi, bersih, dan menyehatkan.
3. Infeksi bisa mematikan dalam 48 jam
Dilansir dari amp.abc.net.au, saat penderita telah terinfeksi STSS dalam kurun waktu kurang dari 24 jam maka gejala yang timbul adalah demam, tubuh menggigil, radang otot, hingga mual dan muntah saat melalui tahap tersebut harus segera melalui penangangan medis. Hal ini dikarenakan jika infeksi melewati 24 jam maka timbul gejala seperti tekanan darah menurun, kegagalan organ, detak jantung lebih cepat, hingga kematian jaringan tubuh yang berujung kematian penderita.
4. Pengobatan Alternatif
Meskipun sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi ampuh untuk mencegah penyebaran infeksi, masih terdapat alternatif pengobatan yang dapat ditempuh oleh pasien. Dikutip dari India Today, seseorang yang terkena gejala awal STSS harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani resusitasi cairan atau pemberian antibiotik. Selain itu, operasi pembedahan juga dapat ditempuh untuk mengangkat jaringan yang terinfeksi.
5. Peningkatan Kasus Terjadi Pasca COVID-19 Mereda
Selama masa COVID-19 pemerintah Jepang getol melakukan lockdown terhadap warga negaranya untuk segera menurunkan kasus corona. Tetapi saat lockdown justru terjadi peningkatan pesat terhadap infeksi STSS karena imunitas masyarakat Jepang melemah saat itu. Hingga saat ini, masuknya bakteri pemakan daging ini masih belum diketahui bagaimana caranya selain dari luka yang terbuka. Ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut.
Pilihan Editor: 6 Langkah Mengurangi STSS, Penyakit Apakah Itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini