Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gangguan kecemasan dan depresi meningkat 25 persen sejak tahun pertama merebaknya pandemi Covid-19 dan membutuhkan terobosan untuk menambal kekurangan pengobatannya. Terapi obat yang menggunakan obat psikedelik, yang dulu dianggap tabu, perlahan mulai mendapat tempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didorong pelonggaran larangan penggunaan ganja untuk kebutuhan medis dan konsumsi pribadi, semakin banyak riset soal penggunaan obat psikedelik sebagai pengobatan penurunan kesehatan mental dan gangguan adiksi. Hasil percobaan-percobaan klinis tersebut positif, meski masih banyak pertanyaan seputar pengobatan ini. Demikian ditulis 360info.org, situs web ilmiah terbuka yang dikelola Monash University, Melbourne.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jamur psilosibin—yang lebih dikenal dengan magic mushroom—misalnya. Seperti ditulis situs web Nature.com, tahun lalu, tim peneliti di Imperial College London mengobati 59 pasien depresi menengah hingga parah dengan magic mushroom. Hasilnya, setelah enam pekan, terdapat 57 persen perbaikan kondisi pasien yang diobati dengan jamur. Jauh lebih tinggi dibanding mereka yang diobati dengan escitalopram, obat depresi.
Ilustrasi obat-obatan untuk gangguan kesehatan mental. SHUTTERSTOCK
Pada tahun yang sama, tim gabungan dari Johns Hopkins University dan Ohio State University meneliti efek jamur psilosibin pada 24 pasien gangguan mental berupa depresi berat. Riset ini mendapati kondisi para pasien membaik sekitar 54 persen setelah empat pekan. Sebelumnya, pada 2016, peneliti dari Johns Hopkins University menerapkan pengobatan dengan jamur yang sama pada 51 pasien dengan gangguan kecemasan dan depresi akibat kanker. Hasilnya, kondisi para pasien membaik hingga 65 persen setelah enam bulan diobati dengan dosis tinggi psilosibin.
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi Alberta, Kanada, menyatakan akan mengatur penggunaan obat psikedelik sebagai pengobatan. Rancangan peraturan ini akan membolehkan jamur psilosibin, metilendioksimetamfetamina (MDMA) atau ekstasi, LSD (asam lisergat dietilamida), meskalin (mescaline), ketamin, dan lainnya untuk penyembuhan gangguan kejiwaan, meski obat-obatan tersebut terlarang untuk dikonsumsi non-pasien. Metode pengobatan ini akan diatur untuk berlangsung di bawah pengawasan psikiater. Sedangkan dokter yang memberi resep perlu memiliki lisensi.
Di antara pendukung penggunaan obat psikedelik adalah petugas penyelamat dan veteran perang. "Mereka banyak yang menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD)," kata Mike Ellis, pendamping kesehatan mental dan kecanduan, beberapa waktu lalu.
Ilustrasi LSD. SHUTTERSTOCK
Mantan polisi itu mengatakan, jika ada hal yang bisa membantu meringankan kondisi para penderita PTSD, mereka akan mendukung lewat jalan yang legal.
Pada akhir bulan lalu, seperti ditulis situs web Filtermag.com, sekelompok pengacara menghadap Kongres Amerika Serikat. Mereka membahas peningkatan kasus bunuh diri para veteran perang dan perlunya penggunaan MDMA, juga psilosibin, dalam pengobatan. "Obat-obatan yang ada sekarang tak sanggup menghadapi krisis kesehatan mental kita," ujar Letnan Jenderal (Purn.) Martin Steele, dari Korps Marinir AS. Dia mewakili Koalisi Kesehatan Mental Veteran. "Terapi psikedelik menawarkan kesembuhan bagi para veteran."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo