UPIK batuk terus. Lima dokter sudah dikunjunginya, sekian macam
obat pula sudah dicobanya. Namun Upik tidak juga sembuh. "Orang
tuanya lupa bahwa alergi dapat menjadi penyebabnya. Alergi
terhadap debu rumah, binatang atau makanan," tutur dr. J.S.
Partana dari FK Universitas Airlangga kepada TEMPO.
Kapuk, baju yang disimpan lama dan tidak dicuci, buku tua, tirai
jendela yang tebal dan permadani adalah sumber debu rumah, yang
bisa menimbulkan batuk kronis terutama pada anak-anak.
Dinasehatkan supaya anda mempel lantai setiap hari dan jangan
menyuruh anak membersihkan lemari buku yang berdebu.
Kasus ini terdengar sepele tapi sempat menjadi topik dalam
simposium yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
pertengahan bulan Juni. Dihadiri oleh 350 peserta, seminar itu
membahas 16 kertas kerja.
Partana mengemukakan hasil penyelidikan terhadap 28 penderita
penyakit Asma yang berusia 4 - 12 tahun. Ternyata 19 anak alergi
terhadap debu rumah dan makanan, 11 terhadap makanan saja dan 1
anak hanya alergi terhadap debu rumah. "Biasanya mereka alergi
terhadap lebih dari 1 jenis makanan," kata Partana. Anak-anak
Surabaya pada umumnya alergi terhadap ikan dan udang. Ini karena
Surabaya adalah daerah pantai. Di Riau lain lagi, sela peserta
dari daerah sana. "Makanan utama kami adalah ayam dan ikan, jadi
bahan inilah yang harus dicurigai." Buah-buahan, kacang tanah,
telur dan susu juga sering menyebabkan penyakit Asma.
"Masyarakat Surabaya amat takut terhadap pisang hijau dan sawo,"
tambah Partana.
Pembicara tamu, dr D. Phelan dari Royal Children Hosptal,
Melbourne (Australia), menyanggah. "Tidak ada batuk yang
disebabkan oleh alergi terhadap bahan makanan," kata Phelan.
Memang simposium ini hanya bertujuan mengidentifikasi
permasalahan yang ada, dan bila mungkin mencari jalan keluarnya,
tutur dr Noenoeng Rahayoe, ketua panitia, menetralisir suasana.
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang penting. Dengan
batuk tubuh menghalau setiap benda asing yang masuk dan
membersihkan saluran napas agar fungsinya tidak terganggu.
Tentunya kalau batuk itu hanya sekali-sekali ! Tetapi kalau
terjadi berulang-ulang, apalagi menjadi kronis, tentu batuk itu
bukan normal lagi. Gangguan alat pernapasan merupakan 1 di
antara 5 besar angka kesakitan pada anak-anak di Indonesia.
"Dahulu setiap gejala batuk yang kronik selalu diidentikkan
sebagai penyakit TBC," tutur dr. W.A..J. Tumbelaka, Kepala
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI
Dalam masalah batuk kronik dan berulang ini, memang Tuberkulosa
dan Pertusis (batuk rejan) masih memegang peranan penting di
Indonesia. Tetapi masih banyak faktor lain yang dapat
menyebabkannya, antara lain gizi/makanan, alergi, bawaan, psikis
dan lingkungan.
Saluran Napas
Sumber pencemaran lingkungan antara lain kendaraan bermotor,
pembuangan dan pembakaran sampah, industri, pembangunan, dan
kebakaran. Menurut penyelidikan di DKI Jaya, pencemaran udara
terbesar adalah di jalan-jalan protokol. "Terutama di depan
bunderan Hotel Indonesia dan di Jalan Salemba," kata Kristin
Budiarti dari Lembaga Nasional Hygiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja. Orang dewasa masih mampu mengatasinya. Tetapi mereka yang
masih terlalu muda atau sudah terlalu tua akan menderita karena
polusi udara itu.
Penelitian telah memastikan adanya hubungan erat antara keluhan
batuk kronis dan berulang dengan jumlah anak dan penghuni di
dalam ruangan, keadaan perumahan, kwalitas perawatan ibu serta
kultur dan kebiasaan. Di negara Barat, keluhan batuk lebih
banyak dijumpai pada anak-anak yang mempunyai orang tua perokok.
Perumahan serta lingkungan yang baik sangat membantu usaha
mencegah dan mengobati penyakit batuk, demikian pendapat umum
dari simposium itu. Tapi nyatanya bagaimana?
Dari 120 keluarga Kelurahan Kayu Putih, Jakarta, yang
diselidiki, 56,67% mempunyai kamar yang dihuni oleh lebih dari 2
orang. Dari 74 anak yang sakit dalam 2 minggu terakhir bulan
Januari tahun ini, 60,81% menderita penyakit saluran napas
bagian atas 24,86% penyakit saluran pencernaan, 16,22% penyakit
kulit dan 8,11% penyakit lainnya.
Penyelidikan di sekolah-sekolah dasar di Jakarta mendapatkan
41,2% mempunyai ventilasi yang buruk, 46,1% sedang dan hanya
12,7% yang mempunyai ventilasi baik. Parameter yang digunakan
adalah jumlah murid tiap kelas, tingginya jendela di atas kepala
anak dan kadar C02 dalam kelas dibanding dengan di halaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini