Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Kesehatan Dunia atau WHO mencatat risiko kanker paru-paru meningkat pada perokok pasif antara 20 persen-30 persen dan risiko penyakit jantung sekitar 25 persen-35 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kematian dini yang disebabkan oleh rokok mencapai hampir 5,4 juta kematian per tahun secara global. Jika ini terus terjadi, diperkirakan 10 juta orang perokok meninggal setiap tahunnya pada 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebesar 35 persen-40 persen kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan berhubungan dengan rokok. Sementara itu, 25persen-30persen menunjukkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada perokok pasif.
Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Ade Meidian Ambari menekankan merokok adalah faktor risiko utama penyebab penyakit kardiovaskular dan dapat menyebabkan kecacatatan serta kematian.
Baca juga:
Kisah Minyak Kelapa & Kulit Mulus Priyanka Chopra, Intip Caranya
Anak Tak Normal ala Uya Kuya, Gara-gara Suka Museum?
12 Karakter Walt Disney ala Ilustrator Asal Rusia, Kocak Habis!
Dia menjelaskan merokok dapat merusak lapisan dinding arteri koroner bagian dalam (disfungsi endotel) sehingga terjadi penumpukan lapisan lemak (atheroma) yang mengakibatkan penyempitan arteri koroner.
Karbon monoksida dalam asap tembakau mengurangi jumlah oksigen dalam darah karena berikatan dengan hemoglobin dan nikotin. Hal ini akan merangsang tubuh untuk memacu aktivitas sistem saraf simpatis sehingga jantung berdetak lebih cepat dan tekanan darah meningkat.
"Merokok juga dapat meningkatkan aktivasi sistem pembekuan darah mengakibatkan terbentuknya thrombus (gumpalan darah) di pembuluh darah koroner, akibatnya bisa serangan jantung,” jelas Ade, seperti dikutip Bisnis, Sabtu 23 Juni 2018.
Berdasarkan data Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, negara menggelontorkan dana Rp6,5 triliun pada periode Januari-September 2017 untuk membiayai 7 juta kasus penyakit jantung di Indonesia.
Jumlah kasus penyakit jantung pada 2017 bertambah bila dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2016 yang hanya 6,5 juta kasus.
"Fakta ini menunjukkan bahwa penyakit jantung menempati peringkat tertinggi pembiayaan penyakit katastropik di Indonesia,” sebutnya.
Ade menambahkan produk tembakau lain seperti bidis, cerutu, dan shisha yang cukup populer di dunia dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular akut yang sama dengan rokok, termasuk penyempitan pembuluh darah jantung (pembuluh darah koroner).
"Produk tersebut sering dianggap tidak berbahaya dibandingkan rokok, padahal pada faktanya produk tersebut memiliki risiko yang sama,” terangnya..