Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bahaya Jangka Panjang Sering Berteriak pada Anak

Peneliti menemukan kekerasan verbal pada anak (CVA) seperti berteriak bisa berefek negatif pada kesehatan mental dan fisik anak sepanjang hidupnya.

8 Oktober 2023 | 14.41 WIB

Ilustrasi orang tua memarahi anak/anak menangis. Shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi orang tua memarahi anak/anak menangis. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua atau pengasuh yang suka berteriak pada anak bisa menyebabkan jangka panjang pada anak tersebut. Para peneliti dari Universitas Wingate di Carolina Utara dan Universitas Kolese London menemukan kekerasan verbal pada anak (CVA) seperti berteriak bisa berefek negatif pada kesehatan mental dan fisik anak sepanjang hidupnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penelitian diterbitkan baru-baru ini di jurnal Child Abuse & Neglect dan mengulas 166 studi yang melibatkan perlakuan buruk pada anak dari empat pusat data medis selama lebih dari 45 tahun, dari 1976 sampai Mei 2022. Ada empat macam perlakukan buruk pada anak yang umum, yakni kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, dan pengabaian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CVA termasuk kategori kekerasan emosional dengan ciri berteriak, membentak, dan ancaman verbal. Ketika diharuskan memilih, peneliti terutama fokus pada kekerasan verbal, agresi verbal, kekerasan emosional, disiplin verbal yang keras, dan penyerangan verbal.

"Macam perilaku orang dewasa ini bisa merusak perkembangan anak seperti jenis perlakuan buruk lainnya seperti kekerasan fisik dan seksual pada anak," tulis peneliti.

"Kekerasan emosional, termasuk kekerasan verbal, dipercaya lebih berpengaruh dibanding jenis perlakuan buruk lain dan sering tak terdeteksi karena kurangnya pengamatan dari orang lain di lingkungan terdekat," jelas Dr. Zachary Ginder, konsultan dan doktor psikologi klinis di Pine Siskin Consulting, di Riverside, California, yang tak terlibat penelitian.

"Kekerasan verbal mungkin bisa terlupakan karena dinamika keluarga dan kesulitan mengidentifikasi sebab kurangnya metode konsisten untuk mengetahuinya," tambahnya kepada Fox News Digital.

Pelaku kekerasan verbal
Menurut data mereka, kekerasan verbal biasa datang dari orang tua (76,5 persen), pengasuh atau orang dewasa lain di rumah (2,4 persen), ibu (8,8 persen), guru (7,1 persen), pelatih (0,6 persen), polisi (0,6 persen, dan pihak-pihak lain (3,5 persen). Jenis kekerasan yang spesifik seperti kritik, memanggil nama, mengejek, menolak, dan menghina.

Dampaknya termasuk tekanan mental dan emosional (kemarahan, depresi, frustasi), gejala keluar (perilaku kasar, penggunaan narkoba, kekerasan), perilaku ke dalam (rendah diri, kontrol emosi), perubahan neurobiologis, dampak kesehatan fisik (obesitas, gangguan perilaku), begitu menurut penulis studi.

Namun studi ini dinilai memiliki keterbatasan. Apalagi hanya dilakukan hingga pertengahan 2022 sehingga diperlukan penelitian lanjutan setelah periode itu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus