Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Banyak Orang Nonton Konser Blackpink Dicap FOMO, Apa Itu?

Istilah FOMO diciptakan seorang ilmuwan beberapa dekade lalu, tetapi menjadi semakin umum sejak era media sosial.

14 Maret 2023 | 21.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Girl band asal Korea Selatan BLACKPINK tampil pada konsernya yang bertajuk BLACKPINK BORN PINK In Jakarta di Gelora Bung Karno, Jakarta, Ahad, 12 Maret 2023. Dalam konser hari pertamanya BLACKPINK membawakan sejumlah lagu hitsnya, seperti Pink Venom, How You Like That dan Kill This Love. ANTARA/Rianti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Konser Blackpink di Gelora bung Karo, Jakarta, ditonton oleh ratusan ribu orang termasuk selebritas. Namun, warganet menilai bahwa banyak di antara para penonton itu hanya FOMO karena sebenarnya bukan penggemar Blackpink tapi tidak ingin ketinggalan euforianya. Salah satu yang disebut adalah Rachel Vennya. Apa itu FOMO?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut laman Very Well Mind, FOMO atau fear of missing out mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal-hal yang lebih baik. Ini melibatkan rasa iri yang mendalam dan memengaruhi harga diri. Ada perasaan kehilangan sesuatu yang pada dasarnya penting yang sedang dialami orang lain saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fenomena ini menjadi semakin umum sejak era media sosial. Bagi banyak orang, ini dapat menyebabkan stres yang signifikan dalam hidup. Sebagian orang mungkin mengalami risiko yang lebih besar mengalaminya.

Kondisi ini sebenarnya bukan hal yang baru, mungkin sudah ada berabad-abad. Tapi, istilah ini baru popular beberapa tahun terakhir dan dipelajari selama beberapa dekade, dimulai dengan makalah studi tahun 1996 oleh ahli strategi pemasaran, Dan Herman, peneliti yang menciptakan istilah fear of missing out

Namun, sejak munculnya media sosial, FOMO menjadi lebih jelas dan lebih sering dipelajari. Media sosial telah mempercepat fenomena FOMO dengan beberapa cara dan membuat orang membandingkan kehidupan normal dengan sorotan kehidupan orang lain yang tampak lebih bahagia.

Oleh karena itu, rasa "normal" menjadi kacau dan terasa lebih buruk daripada orang lain. Salah satu bentuknya adalah ketika melihat foto detail teman-teman menikmati saat-saat menyenangkan tanpa dia, yang mungkin tidak begitu disadari orang di generasi sebelumnya.

Media sosial menciptakan platform untuk menyombongkan diri; di situlah hal-hal, peristiwa, dan bahkan kebahagiaan itu sendiri kadang-kadang tampak bersaing. Orang-orang membandingkan pengalaman terbaik mereka, gambar-sempurna, yang mungkin membuat orang lain merasa kurang.

FOMO membuat orang merasa tidak bahagia. Selain itu, rasa takut kehilangan dapat menyebabkan kemungkinan perilaku tidak sehat.

Meskipun FOMO dikaitkan dengan penggunaan media sosial, perasaan ini sebenarnya sangat umum di antara orang-orang dari segala usia. Setiap orang merasakan tingkat FOMO tertentu pada waktu yang berbeda dalam hidup mereka.

VERY WELL MIND

Pilihan Editor: Ciptakan FOMO, Ini Dampak Main TikTok bagi Kesehatan Mental

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus