Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAPAN ajal akan menjemputku? Inikah hari terakhirku? Tuhan, mengapa Engkau tak bunuh aku saja?" Seribu pertanyaan itu selalu saja menyergap dada Gernando Pandairet setiap bangun tidur. "Pingin sekali mati," kata pecandu putaw (heroin) yang bertubuh kurus kering digerogoti human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis C itu.
Hidup Gernando luluh-lantak gara-gara 14 tahun berkawan dengan segala macam obat terlarang?dari ganja, pil BK, Mogadon, Rohypnol, ekstasi, hingga bubuk heroin. Sekolahnya berantakan. Keluarganya sudah putus asa dan tak peduli lagi. Bui juga menjadi langganannya. Mau tobat, tapi hatinya tak cukup kuat. Pada saat itu, badannya makin ringkih. Kesengsaraan itulah yang membuat hatinya menjerit setiap menjelang tidur, meminta ajal segera menjemput.
Untung, dia akhirnya berkenalan dengan Yayasan Harapan Permata Hati Kita, panti rehabilitasi bagi pecandu bubuk setan di Ciawi, Bogor. Setelah sebulan dia dirawat di sana, hidupnya terasa enteng. Kini, pagi-pagi sekali Gernando sudah bangun. Pukul 05.00 WIB, saat kabut pagi belum luruh, Gernando dan 40 pecandu lainnya di panti rehabilitasi sudah merapikan tempat tidur. "Kalau kami bisa merapikan tempat tidur, kami juga pasti bisa menata hidup kami," kata Gernando. Pada hari yang masih gelap itu, mereka duduk bersila, membentuk lingkaran, dan bermeditasi. "Kini, setiap kali melihat matahari terbit, saat itu pula muncul harapan baru untuk melanjutkan hidup."
Mirip di Harapan Permata Hati Kita, kehidupan di Pondok Inabah (bagian dari Pesantren Suryalaya) telah dimulai sejak pagi buta. Ketika itu, jam menunjukkan pukul 03.00 WIB lewat sedikit. Ajakan salat tahajud telah menggema ke seluruh kompleks pesantren seluas 23 hektare di perbukitan Desa Cibeureum, Kecamatan Panjalu, Tasikmalaya, Jawa Barat itu. Remaja dan orang dewasa berusia 30-an tahun dengan pakaian funky khas anak kota mulai berdatangan. Sisa-sisa air masih menetes-netes dari rambut mereka yang basah. Mandi pada dini hari?dengan air pancuran sedingin es?memang ritual wajib sebelum para santri kota itu melakukan salat di pagi yang bening.
Beberapa menit kemudian, kekhusyukan membayang di wajah mereka. Sungguh, tak akan ada yang mengira remaja-pemuda berwajah manis-manis itu adalah orang yang telah dikalahkan narkoba. Mencandu telah membuat penggalan kisah hidup mereka jadi kelam. Kekelaman inilah yang mereka usir dengan berzikir: "Lailaha illallah." Pengakuan bahwa "tak ada Tuhan selain Allah" itu diulang sebanyak 165 kali, diiringi gerakan kepala ke kanan dan ke kiri, sementara tangan memainkan tasbih.
Upaya penyembuhan pemadat di Inabah memang memakai jalur spiritual. Menurut pengasuh Pesantren Suryalaya, Zainal Abidin, mandi, salat, dan zikir adalah sarana utama penyembuhan. "Mandi adalah anjuran Al-Quran untuk mensucikan diri dan jiwa," kata Zainal. Dengan mandi pula, sarat-saraf terbuka. Bagi yang masih kerap sakaw (ketagihan), mandi keramas dengan doa khusus ini diulang tiap tiga jam.
Hal serupa dilakukan dengan salat. Selain salat wajib lima kali sehari, para pecandu yang masih limbung akibat ketagihan itu harus melakukan salat sunah dan berzikir setiap tiga jam. Dalam sehari, para pecandu itu bisa menunaikan salat sampai 132 rakaat.
Dengan metode itu, di Inabah bisa diperlukan waktu tiga minggu untuk menghilangkan ketagihan, sedangkan untuk merawat pikiran membentuk mental dibutuhkan waktu lebih lama. Mereka punya tiga program: 45 hari, 6 bulan, dan 1.000 hari, tergantung tingkat ketagihannya. "Saya sekarang lebih tenteram," ujar seorang santri yang enggan disebut namanya.
Metode terapi spiritual ala Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah ini sekarang dipraktekkan di banyak kota di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Pemadat yang menjadi santri di Pondok Inabah itu jumlahnya lebih dari 25 ribu orang.
Metode serupa diterapkan di Pesantren Al-Ichlas, Banyuasin, Sumatera Selatan. Bedanya, para santri di sini tak wajib berzikir dengan cara Islam. "Kalau ada pasien beragama Khong Hu Cu, kami minta dia ingat kepada Tuhannya, Ya Thien Khong," kata Ali Nangcik, pemimpin pesantren yang telah merawat 2.700 pecandu sejak 1989.
Tapi disiplin di sini sangat ketat. Untuk tahap penghilangan racun atau detoksifikasi, setiap malam para pecandu direndam air es selama 15 menit, yang dilanjutkan dengan perendaman dengan rempah-rempah selama 45 menit sambil membaca doa-doa. Metode ini, kata Ali, penting untuk mengendurkan saraf-saraf yang tegang.
Memang ada 1.001 cara untuk mengobati pemadat. Selain dengan terapi spiritual, ada yang memakai metode tusuk jarum untuk menyeimbangkan titik yin dan yang, ada terapi hipnotis, ada pula cara pembersihan reseptor otak dengan menelan kapsul obat-obatan Cina. Cara terakhir inilah yang ditempuh Bimbim dari grup musik rock Slank. Ia berobat pada Sinse Teguh Wijaya, yang berpraktek di Kayuputih, Pulomas, Jakarta.
Selain metode-metode itu, saat ini ada dua metode terapi yang menonjol dan umum dipakai panti rehabilitasi, yakni metode 12 langkah dan terapi komunitas (therapeutic community). Metode 12 langkah adalah membangun kepercayaan diri pecandu bahwa mereka bisa terlepas dari masalah bila mau berubah dengan bantuan Tuhan dan teman-teman. Di Yayasan Harapan Permata Hati Kita, metode ini diterapkan dalam bentuk diskusi dan saling curhat (mencurahkan isi hati). Tiap pecandu akan diminta bertutur tentang pengalamannya, keputusasaannya, hingga keinginannya berubah. Mereka dibagi dalam berbagai kelompok. Bekal-bekal ilmu psikologi juga diberikan seperti topik ego dan superego, perilaku, dan kebiasaan membuat alasan.
Yayasan ini didirikan mantan junkie (pecandu) asal Amerika Serikat, David Gordon. Bersama istrinya asal Indonesia, Joyce Dj., dia mendirikan panti ini pada 1999. Ada berbagai paket program, yakni 45 hari, 3 bulan, dan 6 bulan. Semua pasiennya wajib menginap. Ongkosnya Rp 4 juta per bulan.
Untuk menyembuhkan kecanduan, panti ini sama sekali tak menggunakan obat. Ketika menjalani detoksifikasi, pasien yang sakaw?yang tak memiliki komplikasi?hanya diungsikan ke ruangan khusus dan diajak mengobrol. "Teh manis hangat sudah cukup untuk menghilangkan sakaw putaw. Dan bila nyeri meningkat, cukup diberi pil Ponstan dan dipijiti," kata Joyce.
Terapi yang sedikit berbeda adalah terapi komunitas. Inti terapi ini adalah membangun kemandirian untuk menolong diri sendiri. Terapi yang diadopsi dari Daytop Inc., Amerika Serikat, itu dibawa ke Indonesia pada 1998 oleh panti Terracotta. "Tingkat kesuksesan program ini mencapai 95 persen," ujar Faisal N. Afdhal, Direktur Program Terracotta. Program yang harus dijalani di panti ini adalah enam bulan untuk tingkat dasar dan enam bulan untuk persiapan kembali ke masyarakat. Biayanya Rp 3 juta per bulan.
Beragam metode itu tentu menghasilkan beragam kualitas. Tidakkah ini menimbulkan masalah? "Itu tak masalah. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan," kata Iskandar Irwan Hukom, dokter yang menjadi sekretaris jenderal di Yayasan Cinta Anak Bangsa. Yayasan ini beberapa tahun lalu pernah mensurvei fasilitas dan keunggulan beberapa panti. Hasilnya, kata Iskandar, mutu 40 panti yang ada di Indonesia makin membaik.
Burhan Sholihin, Jajang J., Hambali B. (Tasikmalaya), Deffan P. (Bogor), Arif A. (Palembang)
Tempat Bersandar Para Pecandu
Ada puluhan panti rehabilitasi dan organisasi untuk menyembuhkan pecandu. Berikut ini beberapa di antaranya (nama panti lainnya bisa dilihat di http://www.ycab.net/id/counselling.asp).
Sistem Terpadu Terapi & Rehabilitasi Naza
(Tebet, Jakarta)
Sistem rehabilitasi yang dikembangkan oleh Dadang Hawari.
Narcotics Anonymous
(Menteng, Jakarta)
Organisasi nirlaba beranggota pecandu seluruh dunia yang sudah "bersih".
Dalam tiap pertemuan, mereka saling curhat (mencurahkan isi hati).
Yayasan Al-Jahu
(Pasar Minggu, Jakarta)
Menggunakan metode terapi 12 langkah dan bimbingan pascaterapi.
Yayasan Surya Indonesia
(Bekasi, Jakarta)
Menggunakan metode therapeutic community (terapi komunitas).
Yayasan Asa Bangsa
(Duren Tiga, Jakarta)
Tempat detoksifikasi dengan cara cepat menggunakan Naltrexone.
Pamardisiwi
(Cawang, Jakarta)
Panti rehabilitasi yang didirikan oleh Kepolisian RI. Kini pendekatannya tak lagi militeristis.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(Fatmawati, Jakarta)
Rumah sakit pemerintah dengan banyak pengalaman dan dokter ahli serta dipercayai Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo