Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut perubahan iklim dapat memicu berbagai masalah kehamilan. Salah satunya kelahiran prematur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan itu disampaikan dalam Peringatan HUT ke-73 Ikatan Bidan Indonesia, Senin, 24 Juni 2024. Tema peringatan tersebut adalah "Peran Bidan dalam Penguatan Sistem Ketahanan Nasional Pada Krisis Iklim Melalui Sinergi dan Kolaborasi", yang sejalan dengan tema International Day of Midwives 2024 yaitu "Midwives: Vital Climate Solution".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasto menjelaskan menurut berbagai penelitian, pemanasan global dapat mempengaruhi secara fisik, hingga akhirnya menyebabkan kelahiran prematur.
"Kemudian juga pengaruh terhadap intrauterine growth retardation. Jadi BBLR (berat badan lahir rendah) juga meningkat. Adanya banjir juga menimbulkan stres dan ini otomatis juga berpengaruh terhadap komplikasi-komplikasi kehamilan, " katanya.
Kasus preeklampsia naik
Kasus preeklampsia juga naik seiring banyaknya pencemaran lingkungan. Preeklampsia adalah masalah kehamilan di mana tekanan darah ibu hamil naik, yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada yang tekanan darahnya biasanya normal.
"Jadi, ketika ada panas global kemudian ada hal-hal baru, termasuk stres, kemudian permasalahan lama belum teratasi, hati-hati. Menurunkan angka kematian ibu menuju 70 per 100.000 kelahiran hidup menjadi tantangan tersendiri," jelasnya.
Dia juga menjelaskan saat ini angka kematian ibu nasional adalah 189 per 100.000 penduduk dan pada 2024 ditargetkan 183 per 100.000. Sedangkan pada 2030 targetnya adalah 70 per 100.000 penduduk.
Selain masalah kehamilan, perubahan iklim juga meningkatkan risiko kematian akibat panas serta kontaminasi sumber air dan udara serta menurunnya kualitas udara yang dapat meningkatkan masalah-masalah pernapasan dan kerawanan pangan. Dia mencontohkan pada masyarakat yang tinggal di tepi pantai, sanitasinya kurang aman dan bersih. Saluran jamban yang digunakan tidak berbentuk seperti leher angsa sehingga tidak ada tutupan air.
"Kalau ada panas global kemudian permukaan air laut naik, saya tidak bisa bayangkan. Betapa sanitasi kita, masyarakat yang tinggal di pantai, tepi-tepi pantai itu tambah berat," ujarnya.
Pilihan Editor: Stigma yang Banyak Diterima Ibu Hamil dan Bikin Tidak Nyaman