Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyiapkan aturan penyaluran dana bersama atau pooling fund bencana (PFB) yang bisa dipakai dalam antisipasi dan penanganan bencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PFB merupakan alokasi pendanaan Pemerintah untuk penanggulangan bencana yang antisipatif, responsif dan inovatif. Rencananya, PFB akan diimplemtasikan pada tahun depan. Namun, BNPB perlu menyusun regulasi penyaluran sebelum implementasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Melalui regulasi yang telah disusun BNPB, ini akan membantu kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat dalam pengajuan PFB. Penyaluran ini dapat dimanfaatkan dalam setiap fase penanggulangan bencana,” Direktur Mitigasi Bencana BNPB Berton Suar Pelita Panjaitan pada acara Sosialisasi PFB yang berlangsung di Banda Aceh, Aceh, Selasa, 8 Oktober 2024, dalam keterangan tertulis.
Menurut Berton, pada konteks prabencana terdapat prioritas dalam penyalurannya. Prioritas pertama yaitu kegiatan yang sesuai dengan perencanaan penanggulangan bencana. Hal tersebut disebutkan seperti pada rencana nasional penanggulangan bencana, rencana penanggulangan bencana daerah, rencana kerja pemerintah dan rencana kerja pemerintah daerah.
“Berikutnya yaitu kegiatan pada daerah dengan indeks risiko bencana tinggi,” kata Berton.
Prioritas selanjutnya adalah kegiatan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal di bidang penanggulangan bencana. Berton menyampaikan, pemanfaatan PFB pada fase prabencana dapat diperuntukkan untuk berbagai kegiatan, seperti perencanaan, penyusunan kebijakan, logistik dan peralatan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, dan peningkatan kapasitas serta profesi.
Proses bisnis diawali dengan permohonan yang ditujukan kepada Kepala BNPB. Tahapan sepanjutnya adalah penelahaan, verifikasi, dan pemberian pertimbangan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri.
“Hasil pertimbangan selanjutnya akan dibuat surat rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk dapat disalurkan,” ujar Berton.
Sementara itu, Direktur Pemulihan dan Peningkatan Sosial, Ekonomi dan Sumber Daya Alam Eny Supartini mensosialisasikan rancangan petunjuk pelaksanaan penelahaan, verifikasi, dan evaluasi penyaluran dana bersama pada tahap pascabencana.
Eny mengatakan proses bisnis tak jauh berbeda dengan pengajuan permohonan dana bersama pada fase prabencana. Pada tahapan yang ada, tiga kementerian di atas akan andil dalam memberikan pertimbangan terhadap proposal permohonan dana yang diajukan pihak kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat.
Beberapa dokumen disyaratkan untuk pengajuan permohonan, seperti dokumen permohonan, umum dan tambahan. Sedangkan peruntukan dana bersama pada konteks pascabencana, Eny Supartini mengatakan, ini dapat digunakan untuk kegiatan terkait perumahan, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
Pada fase tanggap darurat, PFB menambah skema pembiayaan yang sejauh ini memanfaatkan dana yang bersumber dari APBN, APBD dan masyarakat.
Sebelum sosialisasi regulasi tersebut, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati, menyampaikan pendanaan PFB dapat menjawab tantangan penanggulangan bencana ke depan. Menurutnya, adanya perubahan iklim global dan bencana alam dapat memicu terjadinya dampak beruntun dan risiko kompleks (cascading impacts and systemic risks).
“Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang dapat mengganggu ketangguhan bangsa,” ujar Raditya Jati.
Pilihan Editor: Hadapi Perubahan Iklim Global, BMKG Targetkan Cetak 500 Doktor Muda Hingga 2030