Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belang putih berbentuk me-nyerupai awan seperti terlukis di sisi kiri wajah Alvino, 11 tahun. Dari sisi bibir, belang itu membesar ke bawah pipi hingga leher atas bocah kelas IV sekolah dasar tersebut. Warnanya putih, kontras dengan kulitnya yang sawo matang sehingga menarik pandangan.
Pada Edwin Putra, 35 tahun, belang putih itu muncul pada bagian tubuh berbeda, di atas kepala dekat kening. Rambut yang tumbuh di atasnya pun berwarna sama. “Ikut jadi uban,” kata karyawan di Bandung itu, Selasa, 25 Juni lalu. Kulit belang yang oleh orang Sunda disebut corob itu juga muncul di bagian depan persendian telapak kakinya.
Belang yang merembet di kulit mereka tersebut bukan belang biasa. Dokter mem-vonis mereka menderita vitiligo, yakni kelainan pigmentasi kulit yang disebabkan oleh hilangnya sel penghasil pigmen (melanosit) yang mengakibatkan tak terbentuknya zat warna (pigmen) pada bagian tertentu. Kelainan itu disebut vitiligo karena hilangnya pigmen tersebut membuat warna kulit menjadi berbelang-belang seperti kulit sapi. Vitiligo berasal dari bahasa Latin, vituli atau vitelius, yang berarti anak sapi. Penyakit kulit tertua kedua setelah lepra ini menjangkiti 0,5-2 persen populasi dunia.
Salah satu penderitanya Michael Jack-son. Ikhtiarnya menutupi kelainan tersebut di tangan kanannya dengan sarung tangan malah membuatnya menjadi trendsetter. Banyak pengagumnya yang ikut-ikutan mengenakan sarung tangan hanya di tangan kanan. Tanggal kematian “Raja Pop” itu, yakni 25 Juni, lantas ditetapkan sebagai Hari Vitiligo Sedunia sejak 2011. Indonesia baru memperingatinya tahun ini dengan pusat di Bandung. Per-ingatan tersebut sekaligus bertujuan mem-perke-nalkan komunitas Viti HOPE alias Vitiligo: Happy-Optimist-Pray-Empathy, yang juga dibentuk tahun ini. Selain Michael Jackson, model asal Kanada alumnus America’s Next Top Model, Winnie Harlow, menderita penyakit ini.
Vitiligo tak menular dan tak membaha-yakan nyawa penderitanya. Namun, ka--rena bentuknya khas dan mencolok, ter-utama yang muncul di wajah dan ta-ngan, penderita dan keluarganya kerap resah. “Muncul kekhawatiran, perasaan minder, malu, menarik diri dari lingkungan, yang berujung pada penurunan kualitas hidup,” tutur Endang Suteja, Ketua Kelompok Studi Imunodermatologi dan Dermatosis Akibat Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
Belum diketahui pasti penyebab penya-kit tersebut. Menurut Kepala Divisi Der-matologi Anak RSHS Reiva Farah Dwiyana, kondisi ini terkait dengan beberapa fak-tor, antara lain kelainan genetik yang di--turunkan, gangguan autoimun karena sistem kekebalan tubuh salah menyangka bahwa melanosit adalah musuh sehingga menyerangnya, dan stres. Juga trauma benda tumpul, seperti mengenakan jam ta-ngan terlalu ketat dan menggosok--go-sokkan handuk ke punggung, serta trauma tajam, misalnya jatuh, tergores, atau ter-luka.
Paparan zat kimia juga bisa berpenga-ruh. Berdasarkan hasil riset terbaru da--lam disertasinya, Reiva menemukan detergen bisa menjadi pencetus. Bahan detergen mengandung hidrogen peroksida (H2O2), yang kalau masuk ke sel tubuh bisa menyebabkan vitiligo. “Sifatnya sitotoksik atau merusak sel,” ujarnya.
Lantaran penyakit tersebut juga dipe-ngaruhi oleh stres, Wakil Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Diah Puspitosari menyarankan penderita vitiligo mengelola stresnya agar kelainan itu tak cepat berkembang.
Ihwal pengobatan, Reiva mengatakan ada beberapa metode yang bisa digunakan. Obat oles seperti kortikosteroid, pimecro-limus atau tacrolimus, dan losion depig-mentasi bisa digunakan pada mereka yang memiliki vitiligo di bawah 20 persen dari luas kulit tubuh. Bagi yang memiliki vitiligo lebih dari itu, ia menyarankan penggunaan fototerapi, yakni memancarkan cahaya ultraviolet A dan B untuk memulihkan warna kulit yang putih. Ada pula obat yang diminum sebagai tambahan.
Pasien juga diminta menghindari sinar matahari langsung karena berdampak buruk pada kulit. Untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin, penderita dianjurkan meminum suplemen vitamin D. Penelitian terbaru menyimpulkan vitamin D dosis tinggi hingga 5.000 IU dapat membantu mengatasi kondisi autoimun pada vitiligo. “Dengan begitu, bercak-ber-cak repigmentasi atau kecokelatan akan muncul,” ucapnya.
ANWAR SISWADI (BANDUNG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo