Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kandungan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Tambak Jakarta, Fita Maulina, mengatakan childfree atau tidak punya anak merupakan keputusan pasangan yang harus dihargai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jarang ada yang memutuskan childfree karena finansial tapi ada juga yang memang tidak mau saja. Misalnya karena tidak punya insting ibu, tidak suka anak-anak, ada yang seperti itu. Jadi, kita harus hargai," kata Fita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menekankan keputusan childfree tidak bisa diambil jika hanya satu pihak yang menyetujuinya. Butuh kesepakatan serta konsultasi dengan ahli agar keputusan tersebut tidak mempengaruhi ketentraman keluarga pada masa depan. Baik pihak perempuan maupun laki-laki biasanya memiliki alasannya sendiri hingga akhirnya berani memutuskan hal tersebut.
Ia mengatakan tak jarang childfree diambil karena adanya trauma masa lalu yang membuat orang memilih tidak punya anak. Salah satunya tidak diperlakukan dengan baik oleh keluarga, adanya pengalaman kekerasan dalam keluarga hingga memicu persepsi di mana orang merasa tidak mempunyai insting sebagai orang tua, dan takut merawat anak.
“Kedua ada permasalahan finansial atau memang dia merasa dengan menambah anak, menambah populasi, banyak pengeluaran dan sebagainya. Yang ketiga ada faktor psikologi, jadi dia merasa tidak mampu (untuk merawat anak secara psikologi),” paparnya.
Riwayat penyakit
Hal lain yang menjadi faktor diambilnya keputusan tidak punya anak karena terkena penyakit dan riwayatnya bersifat pribadi. Contohnya, tidak memiliki vagina pada perempuan atau sperma yang tidak keluar pada laki-laki.Tak jarang penyebab lain adalah riwayat penyakit keturunan seperti down syndrome, atau kejang dan ayan. Oleh karena itu, Fita berpendapat keputusan childfree yang dipilih pasangan tidak bisa dihakimi karena memerlukan penelusuran lebih mendalam.
“Ada keterbatasan yang dia memang tidak bisa menggambarkan masalahnya, background-nya apa, jadi tidak perlu semua orang tahu. Tapi kebanyakan saya ambil dari beberapa artis dan luar negeri, mereka memutuskan untuk tidak mau menambah populasi atau ada turunan penyakit,” ujarnya.
Meski terkait alasan kesehatan terdapat tata laksana lain yang ditempuh sehingga pasangan masih memiliki kemungkinan untuk punya anak, Fita menilai jika program seperti pemasangan rahim baru atau menumpang penanaman bibit sperma pada rahim seseorang bukan hal lumrah dan mudah untuk dimaklumi masyarakat.
Kalaupun ada pasangan yang ingin melakukannya, kebanyakan akan pergi ke luar negeri untuk meneruskan tindakan yang sesuai dengan kehendaknya. Terlebih dalam hal ini tidak bisa hanya dokter kandungan saja yang bergerak tapi harus dirawat bersama dokter spesialis urologi, andrologi, hingga psikolog jika memiliki trauma masa lalu.
“Kami (dokter kandungan) tidak mendata banyaknya (pasangan yang ingin childfree) berapa. Tapi keputusan itu background-nya apa, kita tidak tahu. Jadi yang disampaikan mereka juga tidak mungkin 100 persen memberitahukan pada kita,” ujarnya.
Pilihan Editor: Alasan KemenPPPA Tak Dukung Childfree