DI pelosok Pulau Simeulue, Kabupaten Aceh, permainan debus
tigak hanya populer, tapi merupakan simbol kejantanan di
kalangan pemuda. Adalah sangat memalukan kalau seorang remaja
setempat tak mampu naik panggung sembari menikam bagian tertentu
tubuhnya dengan pisau.
Debus adalah tontonan yang memiliki nomor-nomor atraksi ajaib.
Seperti: potong lidah dan operasi perut dengan golok, memasak di
atas kepala, makan bola lampu, dikubur hidup-hidup. Permainan
ini sering dianggap berasal dari daerah Banten Jawa Barat.
Tetapi menurut Kepala Deparda Kabupaten Serang, kesenian debus
mula-mula dikenal di Aceh. Kemudian mengalir ke Demak, Cirebon
dan baru Banten -- sesuai dengan urutan masuknya pengaruh agama
Islam.
Kata debus diambil dari instrumen GEDEBUS yang dipergunakan
dalam pertunjukan itu. Di zaman Sultan Agung Tirtayasa
(1651-1672) debus dipakai untuk meningkatkan mutu angkatan
perang. Dengan kekebalan yang diperoleh, semangat tempur
prajurit jadi berlipat ganda.
Kini debus menjadi salah satu alat mencari nafkah. Begitu pula
debus tidak lagi hanya atraksi kesaktian, tetapi sudah jadi seni
dengan masuknya musik dan pencak silat ke dalamnya.
Berbagai Ramuan
Menurut Arifin pemain debus terkenal di Aceh, karena del)us
adalah bagian dari kesenian, ia bisa dipelajari. "Kalau hanya
sekedar bermain saja, siapa pun bisa. Tapi untuk jadi khalifah
perlu bekal yang cukup -- dan ilmu ini bisa diturunkan," katanya
pada TEMPO Khalifah adalah salah satu tingkat dalam debus yang
sejajar dengan pawang. Sebagai khalifah, Arifin tidak lagi
tampil memperagakan kebolehannya. "Saya hanya turun ke arena
bila diminta, terutama dalam permainan tingkat tinggi," ujar
Arifin. Ia biasa tampil dengan pakaian hitam-hitam, mengenakan
ikat kepala.
Dengan rombongan debusnya, Arifin telah mengalami berbagai
cobaan. Misalnya di sebuah pertunjukan pernah para pemainnya
sebentar-sebentar mendapat luka, sehingga permainan jadi kurang
sedap. Luka itu memang terus mengatup dan sembuh cukup dengan
menyapukan tangan. Tetapi ia sadar ada yang ingin mencobanya.
Lalu Arifin bangkit, mengambil pisau-pisau dari pemainnya dan
main sendirian. Permainan yang disuguhkannya sangat mengerikan.
Pisau patah satu persatu. Beberapa penonton bahkan jatuh pingsan
karena merasa ngeri. Bcgitulah ia main sampai si pengganggu
menyingkir. "Saya tahu orangnya dan cara itu saya tempuh untuk
menentangnya," ujarnya.
Arifin tahan mai n dari sejak usai magrib sampai subuh . Tapi ia
juga pernah mengalami coba n lain. Dalam sebuah pertunjukan ia
cuma kuat sampai tengah malam. Ia tidak mampu lagi bermain
terus. Dan dia gelisah. Akhirnya pertunjukan dihentihan Esoknya
ketahuan, di bawah pangung ada yang menanam bermacam tamuan."
Sebagai khalifah, cobaan macam itu merupakan kejadian biasa,"
komentar Arifin.
Debus menurut Arifin (42 tahun) bukan tipu, bukan pula trik.
Tapi memang mengandung magis. Sebagai contoh, dalam setiap
pertunJukan siapa saja boleh naik ke panggung dan minta pada
khalifah untuk main. Ia boleh menikam diri dengan pisau dengan
jaminan keselamatannya dari khalifah. Asal syaratnya,setiap
tikaman harus tak boleh meleset dari suara rapai -- gendang
khusus untuk mengiringi debus. Bila tidak seirama, kemungkinan
luka bisa terjadi.
Grup debus Arifin sekali muncul memasang tarif Rp 50 ribu. Tapi
Arifin sendiri tak pernah mengharapkan bisa hidup dari debus.
"Permainan itu tak bisa dijadikan mata pencarian tetap," katanya
la lebih senang menggantungkan nafkahnya sebagai tukang potret
keliling -- di samping menjadi dukun yang beken, yang
dianggapnya sebagai pengamalan dari ilmu debusnya.
"Pemain debus memang dapat menjadi dukun," kata Udin Pendek,
pemain debus yang lain di Aceh sana. Lelaki usia 38 tahun ini
belum sampai tingkat khalifah. Tapi ia terkenal sebagai orang
kebal. Udin yang pendek kekar ini menusuk dirinya dengan nibung
(sebangsa palem yang berduri), yang umumnya merupakan pantangan
perguruan debus lain. Sebab pemain debus umumnya menguji
kekebalannya dengan besi (pisau).
Ia pernah berkeliling sampai ke Malaysia, diajak oleh sebuah tim
kesenian. Tetapi sebagaimana rekannya Arifin, Udin tidak hidup
hanya dari debus. sehari-hari ia adalah buruh bongkar barang
yang melayani truk di Pasar Aceh, Banda Aceh.
Muhammad Ilyas (61 tahun) yang kabarnya masih keluarga Sultan
Banten, sempat menggegerkan Expo 70 di Osaka. Ditemani oleh
Jasmani, Chatib, Kusrani, Juhri dan Jaya, teman-teman
seperguruannya dengan iringan musik kaset, ia menyuguhkan
atraksi antara lain menggoreng kerupuk di atas kepala.
Orang-orang di sana semua tercengang.
Ilyas kelahiran Pandeglang ini mendapat ilmu dari beberapa orang
guru. Terutama dari Kiai Rafiuddin, Kemanduran, Serang. Ia
menjalankan berbagai macam puasa. Di masa perang kemerdekaan,
sebelum bertempur ia membagi-bagikan air kepada para tentara.
Air ini sudah ia isi dengan kalimat-kalimat Al Qur'an. Ternyata
peluru hanya berdesing-desing saja di sekitar kepala para
prajurit. "Itu semua karena kekuasaan Allah," kata Ilyas.
Orang tua ini dengan rombongannya sering main di Jakarta, antara
lain di Hotel Borobudur, TIM, Pekan Raya Jakarta dan klub malam
Marcopolo serta Tropicana. Tarifnya berkisar antara Rp 10 ribu
(kalau main di kampung) sampai dengan Rp 300 ribu.
Kelompok debus llyas pernah ikut main dalam film Malin Kundang,
Dukun dan 2 film dokumenter: Batik dan ,Imin. Pada 1971 dan 1978
kelompok ini ikut kampanye Pemilihan Umum untuk Golkar. Kenapa
Golkar Dijawab langsung: karena pemerintah yang memintanya --
juga karena tak ada partai lain yang mengajak kampanye.
Selain pemimpin rombongan debus, Ilyas juga ketua Persatuan
Pencak Silat Indonesia Cabang Pandeglang sejak 1970.1a juga
dikenal sebagai dukun. Kadangkala malam hari muncul seorang ibu
membawa anaknya yang tak mau berhenti menangis. Atau muncul pula
orang sakit demam minta semacam berkah. Ini seringkali
mendatangkan uang lebih banyak dari permainan debus yang hanya
sekali-sekali itu -- kendati Ilyas mengaku ia tidak
mengkomersialkan kebolehannya mendukun itu.
Tokoh debus lain di Banten adalah Idris. Lelaki yang berusia 60
tahun ini memiliki rombongan yang beranggota 30 orang yang
berusia antara 20 sampai 60 tahun terdiri dari tukang batu,
kuli, pembuat bata, pedagang atau tukang ojek. Minimal sebulan
sekali mereka mengadakan latihan.
Menurut Idris setiap orang juga bisa mempelajari debus, asal
tekun dan beragama Islam. Syaratnya berpuasa dan bersih dalam
arti yang luas. Sebelum berkenalan dengan benda-benda tajam
setiap calon terlebih dulu harus memiliki dasar silat. Nah,
kebanyakan calon biasanya takut menghadapi barang tajam. Umumnya
dari 10 calon pemain debus hanya dua orang yang jadi. Dada
Idris sendiri pernah ditembus pisau ketika masih berguru dulu.
Tapi begitu ditiup gurunya, luka itu terus sembuh.
Beda debus dengan permainan kuda lumping atau tari keris (Bali)
menurut Idris: debus dilakukan dalam keadaan sadar. Permainan
ini dilakukan oleh 18 orang, 8 di antaranya penabuh. Setiap
pertunjukan memerlukan 1,5 sam?ai 2 jam dengan 10 macam
permainan-meliputi: silat debus, debus, permainan golok, makan
beling, potong lengan dengan pisau, potong lidah, goreng telur
di atas kepala, mandi air keras, mengupas kelapa dengan gigi dan
demonstrasi debus Al Madad.
Idris pernah mendapat pengalaman menarik waktu main di Malaysia.
Sedang main di hadapan keluarga raja, seorang putri yang sedang
sakit panas tibatiba mengigau berkali-kali. Orang tuanya segera
mohon bantuan Idris. Hanya dengan air putih dan jampijampi,
Idris berhasil menyembuhkannya. Kontan saja semua orang senang.
Idris pun diberi hadiah 2 stel pakaian dan uang tunai 20 dollar
Malaysia.
Menurut Ratmawijaya tokoh debus di kampung Pintusari, Desa
Banjar, Kabupaten Bandung sebelum melakukan pertunjukan debus
harus mengadakan sajen. Maksudnya untuk mahluk gaib yang mungkin
mengganggu pertunjukan. Ia sendiri pernah diganggu, meskipun
belum pernah gagal melangsungkan pertunjukan. "Saya yakin orang
yang dekat kepada Tuhan dan melakukan suruhanNya pasti
dilindungi Tuhan,' katanya. Kata Ratma, "debus merupakan
gabungan olahraga dengan konsentrasi batin."
Di Jakarta ada kelompok debus yang lain dari debus pada umumnya.
Namanya "Dadakan's Group" pimpinan Jack Noer. Didirikan pada
1974. Kini anggotanya sudah 40 orang. Jack Noer memeras debus
sehingga tinggal pertunjukan kesaktiannya saja. Cara bermainnya
bahkan tak ditemukan pada debus tradisional. Misalnya
menampilkan ular. Menyuguhkan cerita rakyat, kadangkala gubahan
dari lakon Shakespeare, atau Sophokles. Atraksi kesaktian
dimasukkan dalam cerita agar tambah menarik.
Untuk mempertahankan kesaktiannya, Jack yang tinggal di daerah
Petojo Utara (Jakarta Pusat) melakukan puasa terhadap beberapa
jenis makanan selama beberapa hari. Dan sembahyang hajat setiap
hendak main.
Karena main pakai cerita, 2 minggu sekali grup ini mengadakan
latihan. Sampai sekarang mereka sudah main sekitar 100 kali
pertunjukan. Punya 20 ekor ular. Tarif sekitar Rp 50 ribu sekali
main. Setiap anggota minimal memperoleh Rp 750 sekali main.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini