Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Cara Kota Yogyakarta Jadi Kawasan tanpa Rokok: Mau Merokok, Silakan ke Kuburan

Simak bagaimana Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Denpasar, dan Sawahlunto menciptakan kawasan tanpa rokok demi menjadi kota/kabupaten layak anak.

15 Agustus 2021 | 21.41 WIB

TEMPO/Dwi Narwoko
Perbesar
TEMPO/Dwi Narwoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah daerah memperoleh predikat Kawasan tanpa Rokok atau KTR sebagai salah satu syarat Kota/Kabupaten Layak Anak. Daerah yang memiliki predikat itu adalah Kota Yogyakarta, Solo, Denpasar, dan Sawahlunto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Data Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak atau KPPPA pada 2019 menunjukkan, dari 435 kabupaten/kota yang telah menginisiasi untuk berproses menjadi kabupaten/kota layak anak, sebanyak 103 daerah di antaranya memiliki peraturan tentang Kawasan tanpa Rokok dan 16 kabupaten/kota melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan telah menerbitkan peraturan daerah kawasan tana rokok. Lahirnya perda tersebut memakan waktu dua tahun. "Sekarang, sekitar 40 persen rukun warga telah mendeklarasikan diri sebagai kawasan tanpa rokok," kata Heroe dalam webinar bersama Yayasan Lentera Anak pada Kamis, 12 Agustus 2021.

Sekarang, menurut Heroe, tak boleh lagi ada penduduk Kota Yogyakarta yang merokok di rumah atau rapat sembari merokok. Mereka hanya boleh merekok di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh pengurus rukun warga, salah satunya kuburan. "Kami juga menyiapkan sekolah dan kelurahan ramah anak," kata Heroe.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Surakarta, Kota Surakarta, Sri Wardhani Poerbowidjojo mengatakan berusaha menghentikan paparan rokok terhadap anak. Caranya dengan membagi kawasan yang boleh untuk merokok dan dilarang merokok.

Hasilnya, saat ini Kota Surakarta memiliki 76 kampung bebas asap rokok. "Kami juga punya delapan kawasan tanpa rokok," ujar Sri Wardhani. Delapan kawasan tanpa rokok itu fasilitas kesehatan, tempat belajar mengajar, taman bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan lainnya.

Beda lagi dengan pengalaman Kota Denpasar yang sudah menyandang Kota Layak Anak Utama sejak 2019. Untuk diketahui, ada empat level kota layak anak. Yang paling rendah adalah tingkat madya, lalu nindya, kemudian utama, dan yang tertinggi adalah paripurna.

Kini Pemerintah Kota Denpasar berupaya menyabet predikat Kota Layak Anak tingkat paripurna yang menjadi level puncak daerah layak anak. "Tantangannya begitu berat," kata I Gusti Agung Sri Wetrawati, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kota Denpasar.

Dia menjelaskan, salah satu syarat kabupaten/kota layak anak adalah tiada iklan rokok dan sponsor. Masalahnya, sulit mengawasi dan melarang pemasangan baliho maupun iklan berbentuk poster yang terpasang di warung-warung kecil. Terlebih peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok di Kota Denpasar belum menyentuh sektor terkecil, yakni warung.

Sebab itu, pemerintah baru bisa bertindak jika ada pengaduan pemasangan poster dan iklan rokok di warung-warung kecil. "Ini yang belum sepenuhnya bisa kami tuntaskan. Tetapi tim selalu siap, langsung ke warung yang bersangkutan," kata Sri Wetrawati. Pemerintah Kota Denpasar juga mengajak pengurus desa, kelurahan, hingga lembaga adat untuk membangun kawasan ramah anak, termasuk kawasan tanpa rokok.

Jika Kota Denpasar sudah menyandang predikat Kota Layak Anak tingkat utama, Wali Kota Sawahlunto, Deri Asta berbagi cerita bagaimana kota yang dipimpinnya menjadi kota layak anak tingkat nindya. Deri menjelaskan kuncinya adalah regulasi. "Regulasi berupa peraturan daerah menjadi pedoman untuk menerapkan perlindungan terhadap perempuan dan anak, serta kawasan tanpa rokok," katanya.

Beberapa peraturan daerah yang berpihak kepada perempuan dan anak antara lain, pendidikan inklusi, pemberian ASI eksklusif, pengarusutamaan gender, ketahanan keluarga, dan membuat edaran iklan tanpa rokok. Deri menjelaskan, peran Forum Anak Kota Arang atau FAKA di Sawahlunto juga penting dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah dan menjembatani suara masyarakat.

Deri membuat kebijakan setiap desa harus mengalokasikan dana paling sedikit Rp 10 juta untuk mendukung kegiatan forum anak desa dan kelurahan. Kini Pemerintah Kota Sawahlunto sedang merevisi beberapa peraturan daerah, salah satunya soal larangan reklame rokok. Dia menyampaikan, ada dilema di sini karena produk rokok memberikan pendapatan daerah yang cukup besar.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus