Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada September 2021, Tukul Arwana menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional atau RS PON. Salah satu tim dokter, Ricky Gustanto Kurniawan menjelaskan kondisi Tukul itu yang mengalami nyeri kepala, kelemahan tubuh di satu sisi, muntah, dan mulai mengantuk atau penurunan kesadaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim dokter lainnya mengatakan bahwa ketika tiba di RS PON, Tukul mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi sehingga terjadi pendarahan otak. Tensi tukul berada pada angka sekitar 200-an dan pendarahan sekitar 80 Centimeter Cubic.
Setelah melakukan operasi, satu tahun kemudian, kondisinya semakin membaik. Ia juga semakin menunjukkan perkembangan positif dan signifikan. Ia kini sudah mampu berdiri dan menopang tubuhnya sendiri. Selain itu, ia juga sudah lebih mudah mengenali wajah seseorang di hadapannya.
Berdasarkan clevelandclinic, pendarahan otak berarti pendarahan apa pun di dalam kepala. Biasanya, dokter mengidentifikasi pendarahan otak sesuai lokasi terjadinya. Namun, pendarahan menjadi sebuah kondisi berbahaya yang mematikan karena dapat terjadi tiba-tiba. Persepsi otak dalam pendarahan menyebabkan kerusakan otak sehingga dapat mengancam nyawa.
Tingkat parah atau tidaknya pendarahan otak tergantung pada penyebabnya, lokasi di dalam tengkorak, ukuran pendarahan, jumlah waktu antara pendarahan dan perawatan, usia, serta kesehatan secara keseluruhan. Setelah mati, sel-sel otak akibat pendarahan tidak dapat beregenerasi. Kerusakan bisa parah dan mengakibatkan kecacatan fisik ataupun mental.
Seorang dokter akan segera melakukan pemeriksaan, jika ada jenis pendarahan otak yang dicurigai. Diagnosis biasa yang dilakukan dokter berdasarkan hasil dari pemindaian computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), atau magnetic resonance angiogram (MRA) otak. Tes pencitraan ini menentukan lokasi, luas, dan penyebab pendarahan.
Selain itu, ada tes lain yang dapat digunakan dokter untuk mengetahui pendarahan otak, yaitu:
- Elektroencefalogram, rontgen dada, atau urinalisis.
- Studi vaskular lengkap, hitung darah lengkap (CBC), atau studi darah.
- Ketukan tulang belakang untuk memeriksa cairan serebrospinal yang mengelilingi otak.
- Angiografi konvensional untuk mengidentifikasi aneurisma atau malformasi arteriovenosa.
Mengacu webmd, sebagian besar kasus pendarahan otak terjadi karena faktor risiko tertentu. Akibatnya, seseorang dapat meminimalkan risiko pendarahan otak yang sempat dialami Tukul Arwana dengan cara berikut, yaitu:
- Pengobatan tekanan darah tinggi. Studi menunjukkan bahwa 80 persen pasien pendarahan otak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Satu-satunya hal terpenting yang dapat dilakukan adalah mengendalikan diri sendiri melalui diet, olahraga, dan mengonsumsi obat tertentu.
- Hindari merokok.
- Jangan mengonsumsi narkoba. Misalnya, kokain yang dapat meningkatkan risiko pendarahan di otak.
- Berkendara dengan hati-hati dan mengenakan sabuk pengaman.
- Jika mengendarai sepeda motor, sepeda, atau skateboard, selalu pakai helm atau pelindung kepala.
- Ketahui operasi korektif. Jika menderita kelainan, seperti aneurisma, operasi dapat membantu mencegah pendarahan otak kelak.
- Hati-hati dengan warfarin (obat mengatasi pembekuan darah). Jika menggunakan obat pengencer darah ini, tindak lanjuti secara teratur dengan dokter untuk memastikan kadar darah dalam dosis sesuai.
Pilihan Editor: Mengenal 5 Efek Pendarahan Otak, Seberapa Berbahaya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini