Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan yang berencana berumah tangga diminta mempersiapkan pernikahan dengan matang untuk menghindari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Nopian Andusti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebelum menikah persiapkan diri dengan matang. Terjadinya perselingkuhan dan KDRT seringkali disebabkan ketidaksiapan mental dan ketidakmampuan untuk menghadapi kekurangan masing-masing pasangan. Ketika menikah, situasinya jauh berbeda dibandingkan waktu pacaran," kata Nopian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam kegiatan "Siap Nikah Goes to Campus" yang berlangsung di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis, 29 Agustus 2024, yang merupakan kolaborasi antara BKKBN dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Nopian juga menekankan pentingnya kesiapan berkeluarga yang mesti mencakup sepuluh dimensi, mulai dari usia, fisik, finansial, mental, emosional, sosial, moral, interpersonal, hidup, dan intelektual. Selain itu, persiapan pernikahan yang matang juga dapat mencegah bayi lahir stunting.
“Pemeriksaan kesehatan sebelum menikah untuk mencegah lahirnya bayi stunting. Jika hasil pemeriksaan kesehatan sebelum menikah belum memenuhi standar, pernikahan tetap bisa dilanjutkan tetapi kehamilan sebaiknya ditunda dengan menggunakan alat kontrasepsi modern,” paparnya.
Gunakan alat kontrasepsi
Nopian mengungkapkan penggunaan alat kontrasepsi modern sangat dianjurkan untuk pasangan yang sudah menikah secara sah, terutama jika kondisi kesehatan belum ideal. Ia juga menjelaskan penting bagi calon orang tua untuk mengoptimalkan pengasuhan di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) atau usia 0-2 tahun.
"Persoalan yang saat ini kita hadapi adalah tingginya angka prevalensi stunting dan ini dapat dicegah melalui optimalisasi 1.000 HPK," ujarnya.
Ia juga menyoroti isu kesehatan remaja putri, terutama terkait anemia yang dialami lebih dari 30 persen remaja putri dan disebabkan beberapa faktor utama, termasuk kehilangan darah akibat menstruasi dan kebutuhan zat besi yang meningkat selama pertumbuhan.
"Penting untuk menjaga pola makan seimbang dan memastikan asupan nutrisi yang cukup untuk mencegah anemia," katanya.
Ia menekankan pentingnya peran teman sebaya, khususnya kelompok Generasi Berencana untuk meningkatkan kesadaran remaja mengenai konsumsi tablet tambah darah untuk mencegah anemia.