Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kasus kekerasan seksual di pesantren menyebabkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut. Selain itu, psikolog klinis Ratih Ibrahim menyebut kasus pelecehan seksual pada anak di institusi pendidikan berbasis agama berpotensi menyebabkan korban mengalami trauma mendalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Jadi, dampaknya kepada masyarakat muncul guncangan insecurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar, dan pada korban itu rusaknya dahsyat banget,” ujar Ratih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan berbasis agama, korban pelecehan seksual juga tak hanya dirusak secara fisik tapi berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.
“Jadi pada korban efeknya luar biasa merusaknya secara seksual, apalagi dilakukannya di lembaga yang semestinya suci, sakral, dan dilakukan oleh orang yang semestinya justru menjadi panutan, teladan, dan tonggak moralitas,” ucapnya.
Ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat dengan harapan bisa mencegah masuknya penjahat dalam institusi tersebut. Selain itu juga penting melihat kepribadian dan integritas sebagai tenaga pendidik profesional.
“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa, dan sebagainya. Kita harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, kemanusiaan, dan anak didiknya sebagai titipan dari Allah,” ucap lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.
Pendiri dan CEO Personal Growth itu mengatakan jika pelecehan seksual sudah terjadi, pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan. Ia juga meminta guru serta orang tua bekerja sama melindungi dan mendengarkan korban kekerasan seksual.
“Tentu juga ada pendampingan psikologis oleh psikolog klinis dan psikiater untuk membantu korban bisa menyembuhkan lukanya, kemudian bisa menghadapi lukanya, membangun ketahanan dia, sehingga kemudian bisa berfungsi lagi,” ucap psikolog yang juga konselor pernikahan ini.
Ratih pun menyarankan kepada para orang tua untuk membentengi anak demi mencegah tindak kekerasan seksual, yaitu dengan edukasi tentang seksualitas dan edukasi sosial. Harapannya agar anak bisa menjaga diri dari tindakan seksual, bahkan dari orang terdekat.
“Di sini kan harapannya orang tua sungguh-sungguh jadi pelindung utama anak-anak. Makanya sangat sedih kalau pelakunya justru orang tua atau orang yang menjadi walinya,” ucap Ratih.
Ia pun memberi saran bagi orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di institusi pendidikan berbasis agama maupun sekolah lain, yaitu dengan melihat tenaga pendidik dan mencari tahu kurikulum sekolah tersebut. Ia juga menyarankan untuk melihat latar belakang sekolah dan berdiskusi dengan orang tua lain.