Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Stunting adalah gangguan perkembangan anak, baik tubuh maupun otak, yang disebabkan faktor gizi buruk, paparan infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi. Stunting dapat dipengaruhi status kesehatan ibu hamil, pola makan balita, ekonomi, budaya, maupun faktor lingkungan seperti sanitasi, dan adanya akses layanan kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Studi Status Gizi Indonesia pada 2021, ditemukan fakta satu dari empat anak mengalami stunting sehingga kurang lebih terdapat 5 juta anak Indonesia yang mengalami kondisi tersebut, berdasarkan data Kemenkes. Spesialis anak di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Irma Sri Hidayati, mengingatkan beberapa dampak anak stunting, termasuk meningkatnya angka kesakitan karena pengaruh sistem imun yang menurun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Stunting itu bukan masalah pendeknya yang dikhawatirkan tapi dampaknya, yaitu stunting syndrome, di mana dengan adanya kondisi stunting akan berdampak pada meningkatnya morbiditas, angka kesakitan, dan angka kematian anak karena sistem imun anak tersebut akan turun," ujar Irma.
Imunitas yang turun akibat sindrom stunting membuat anak rentan terkena infeksi. Dia menjelaskan ada pula dampak jangka panjang, seperti anak yang mengalami stunting tidak dapat mencapai kapasitas fisik serta kognitif atau kecerdasan. Hal itu akan berdampak pada kondisi anak tersebut dalam jangka panjang ketika beranjak dewasa, terutama terkait kemampuan sosial ekonomi.
"Itu yang dikhawatirkan pemerintah, bagaimana masa depan anak-anak Indonesia bila mereka stunting," katanya.
Bisa dicegah
Ia mengatakan stunting merupakan kondisi yang bisa dicegah dan bukan turunan. "Bahkan kita bisa melakukan pencegahan dari awal, artinya dari 1.000 hari pertama kehidupan, bagaimana kita mempersiapkan ibu-ibu hamil sehat," ujar Irma.
Selain menjaga kondisi ibu selama kehamilan, proses pencegahan juga bisa dilakukan setelah anak lahir. Langkah itu bisa dilakukan dengan pencegahan primer, yaitu pemantauan pertumbuhan balita yang bisa dilakukan di posyandu dengan cara mengukur berat dan tinggi badan.
"Yang kedua adalah memberikan ASI secara eksklusif sampai enam bulan dan pemberian MPASI yang berkualitas, termasuk memenuhi kebutuhan protein hewani untuk mendukung pertumbuhan linear," jelasnya.
Dia mengatakan stunting bukan kondisi genetik dan dapat dicegah dengan memenuhi kebutuhan gizi sejak dalam kandungan dan dilakukan pemantauan pertumbuhan anak. Stunting adalah kondisi kekurangan gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam periode yang lama. Hal itu menyebabkan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak dengan salah satu cirinya tinggi badan lebih pendek dibandingkan yang seusia. Perbedaan tidak terlihat adalah anak stunting memiliki otak yang tidak terbentuk dengan baik dan berpotensi berdampak dalam jangka panjang.