Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ada Alpha di Indonesia

Tiga varian Covid-19 yang masuk kelompok perlu diperhatikan sudah teridentifikasi di Indonesia sejak Maret lalu. Bisa mempengaruhi efektivitas vaksin. 

5 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tenaga kesehatan merawat pasien positif COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19, Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta,5 Mei 2021./ANTARA /M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dari 1.878 sampel yang dilakukan uji whole genome sequencing, 59 di antaranya positif tiga variant of concern.

  • Ada 13 pintu masuk ke Indonesia yang diawasi kantor kesehatan pelabuhan dan dinas kesehatan.

  • Tenaga kesehatan di Cilacap yang sebelumnya diduga tertular varian India ternyata terjangkit varian lokal.

KABAR itu diterima Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, pada Kamis, 8 April lalu. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta merujuk seorang warga negara Indonesia yang baru pulang dari Madagaskar ke rumah sakit yang dipimpinnya itu. Dari hasil tes usap di bandar udara, pasien laki-laki berusia 46 tahun itu divonis menderita Covid-19. “Kondisinya berat dan langsung dirawat di ICU (intensive care unit),” kata Syahril, Jumat, 4 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantaran sang pasien baru datang dari Madagaskar dan cycle threshold value atau nilai CT-nya di bawah 20, rumah sakit mengirimkan sampel tes usapnya ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan untuk diuji whole genome sequencing. Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui varian virus yang menjangkiti pasien.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Varian virus ini makin banyak karena bereplikasi ketika masuk ke inang baru. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya menyebutkan ada empat varian virus Covid-19 yang perlu menjadi perhatian global (variant of concern), termasuk B.1.351, yang pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan. Varian asal Afrika Selatan itu menyebar di Madagaskar, yang menyebabkan gelombang kedua pandemi di negara pulau di lepas pantai timur Afrika itu. Tiga varian lain adalah B.1.1.7, yang pertama kali teridentifikasi dari Inggris; P.1 dari Brasil; dan B.1.617 dari India.

Kecurigaan petugas RSPI Sulianti Saroso terbukti. Pasien itu dinyatakan terjangkit varian yang berasal dari Afrika Selatan. Mohammad Syahril langsung meminta semua petugas yang menangani pasien tersebut melakukan tes usap. “Alhamdulillah, semua hasilnya negatif,” ujarnya.

Hingga 3 Juni lalu, RSPI sudah merawat tujuh pasien yang membawa varian yang perlu diperhatikan tersebut. Selain yang berasal dari Madagaskar itu, enam pasien adalah warga negara asing yang berasal dari India yang membawa varian dari negaranya. Mereka dikirim oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta. Beberapa di antaranya berangkat dari India menggunakan pesawat carter pada Rabu, 21 April lalu. Syahril mengatakan tidak ada gejala khusus. Mereka mengalami gejala flu pada umumnya, seperti batuk dan demam.

Pasien dari Madagaskar tersebut kini sudah sembuh dan diperbolehkan pulang setelah 26 hari dirawat di ICU. Empat pasien dari India pun sudah dinyatakan dua kali negatif Covid-19 lewat tes PCR (polymerase chain reaction). Sedangkan dua orang lain yang masih positif tengah menunggu hasil tes kedua. “Kami juga masih menunggu hasil genome sequencing untuk 17 pasien pelaku perjalanan lain,” tutur Syahril.

Varian yang menjadi perhatian tersebut juga masuk ke Cilacap, Jawa Tengah, pada 25 April lalu. Sebanyak 20 awak kapal dari Filipina masuk ke Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap. Sebanyak 14 orang di antaranya kemudian diketahui positif Covid-19. Mereka dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap. Satu orang di antaranya menderita gejala berat yang akhirnya meninggal. “Kami mendapat kabar kapal itu habis memuat gula di India, sehingga kami memutuskan untuk melakukan pemeriksaan genome sequencing ke Litbangkes,” kata Kepala Dinas Kesehatan Cilacap Pramesti Griana Dewi, Senin, 31 Mei lalu.

Dari 14 orang itu, 13 di antaranya dinyatakan terjangkit varian dari India. Kabar ini membuat Dinas Kesehatan dan RSUD meminta pelacakan terhadap para tenaga kesehatan di rumah sakit itu dan keluarga mereka. Dari 179 orang yang dites, 52 petugas dinyatakan positif Covid-19. Hasil itu membuat mereka waswas. “Jangan-jangan mereka tertular dari awak kapal karena varian India disebut menyebar lebih cepat,” tutur Pramesti.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam rapat kerja dengan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis, 27 Mei lalu, sempat menyebutkan para tenaga kesehatan di Cilacap itu tertular varian India. Namun hasil pemeriksaan genome sequencing dari 12 tenaga kesehatan yang CT-nya di bawah 20 itu menyebutkan mereka menderita Covid-19 varian lokal. Dinas Kesehatan Cilacap menerima hasil tes tersebut pada 30 Mei lalu. “Kami bersyukur bahwa ini bukan varian India, tapi kami juga terpacu untuk menggali lebih jauh, kenapa bisa nakes (tenaga kesehatan) sebanyak itu positif,” ujarnya.

WHO memasukkan empat varian tersebut sebagai perhatian global lantaran menular lebih cepat; menyebabkan perubahan yang merugikan dalam epidemiologi; meningkatkan virulensi atau perubahan presentasi penyakit klinis; atau menurunkan efektivitas kesehatan masyarakat dan tindakan sosial atau diagnostik yang tersedia, seperti vaksin dan pengobatan.

Empat varian tersebut kemudian dinamai WHO berdasarkan urutan tanggal penunjukannya, 31 Mei lalu, yakni Alpha untuk varian dari Inggris, Beta dari Afrika Selatan, Gamma dari Brasil, dan Delta dari India (B.1.617.2). Varian India yang lain (B.1.1617.1) dikelompokkan dalam variant of interest. Golongan ini adalah varian yang telah teridentifikasi menyebabkan beberapa kluster Covid-19 atau telah terdeteksi di banyak negara.

Peringatan dari WHO ini membuat dunia lebih waspada, termasuk Indonesia. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Vivy Setyawati mengatakan ada 13 pintu masuk yang diawasi dengan ketat oleh kantor kesehatan pelabuhan dan dinas kesehatan untuk mengantisipasi varian baru tersebut. Tujuh pintu masuk di antaranya berbatasan langsung dengan Malaysia, enam lainnya menerima kedatangan internasional, seperti Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Hingga 1 Juni lalu, ada 1.878 sampel yang dilakukan uji whole genome sequencing. Sebanyak 59 di antaranya positif tiga varian yang menjadi perhatian, yakni Alpha, Beta, dan varian India. “Sampai saat ini, kami terus melakukan sequence-nya karena harus diwaspadai,” ucap Vivy, Kamis, 3 Juni lalu.

Menurut Direktur WHO Asia Tenggara 2018-2020, Tjandra Yoga Aditama, empat varian tersebut lebih cepat menular. Risiko penularan varian Alpha (Inggris) disebut 40-70 persen lebih tinggi dibanding varian dominan yang beredar sebelumnya. Penelitian di tujuh negara di Eropa juga menyimpulkan varian Alpha, Beta (Afrika Selatan), dan Gamma (Brasil) menyebabkan meningkatnya jumlah perawatan di rumah sakit dan masuk ke ICU.

Varian Alpha dan Beta bahkan menyebabkan penyakit menjadi lebih berat sehingga meningkatkan risiko kematian. “Sedangkan varian B.1.617 (India) sejauh ini masih dalam penelitian,” kata Tjandra. Meski demikian, varian India disebut lebih mudah menular ketimbang varian Alpha.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, mengatakan mutasi varian ini akan mempengaruhi kinerja vaksin karena efektivitas vaksin dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni inang, vaksin, dan virus. Kalau virusnya terus bermutasi sehingga akhirnya mutan-mutan itu mendominasi populasi virus di suatu negara atau bahkan di seluruh dunia, para peneliti mesti menyesuaikan vaksin dengan mutasi itu. “Ini yang terjadi pada influenza, setiap dua-tiga tahun sekali kita harus menyesuaikan vaksinnya karena virusnya terus bermutasi,” ujar Amin, Kamis, 3 Juni lalu.

Menurut Amin, selama kecepatan mutasi itu bisa diperlambat, pandemi bisa makin cepat dihentikan. “Artinya, kita harus berupaya agar virus tidak menemukan host (inang) yang baru,” tuturnya. Karena itu, kata Amin, kita tetap perlu menerapkan protokol kesehatan.

NUR ALFIYAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus