Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelelahan sangat berat dan menyebabkan stres menetap atau fatigue adalah salah satu masalah pasien kanker anak. Kondisi yang bersumber dari pengalaman fisik, emosi, dan kognitif terhadap terapi kanker maupun penyakit kanker itu sendiri mengakibatkan pasien tidak bisa seperti saat sehat. Kelelahan ini bisa dikurangi, salah satunya dengan melakukan aktivitas fisik baik di rumah sakit maupun di rumah.
Menurut pengurus Pusat Ikatan Perawat Anak Indonesia (IPANI) Allenidekania, aktivitas fisik dapat menurunkan
fatigue, inflamasi, meningkatkan kekuatan dan massa otot, meningkatkan kemampuan fungsi dan kesehatan mental. “Aktivitas yang disarankan beragam seperti olahraga ringan, senam, yoga, perawatan diri, bersepeda, berenang atau hobi lain,” kata dia dalam sebuah webinar kesehatan, Sabtu pekan lalu, 19 Februari 2022.
Yoga membantu menurunkan kecemasan dan kelelahan. Meditasi sebagai salah satu karakteristik dari yoga berupa gerakan yang lembut dan tenang bisa mengurangi kelelahan. Sedangkan aerobic exercise meningkatkan kebugaran fisik dan menurunkan kelelahan.
"Bergerak meningkatkan peredaran darah," kata Allenidekania yang juga menjadi pengajar di Departemen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Riset mahasiswa di Universitas Indonesia mencatat anak yang lebih aktif cenderung tidak fatigue dan korelasinya cukup tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset menunjukkan, prevalensi fatigue pada anak dengan kanker rata-rata di atas 40 persen. Sebuah studi menunjukkan anak-anak dan remaja di Amerika dengan kanker 45 persennya mengalami masalah tidur, 50-70 persen mengalami fatigue. Sedangkan di Indonesia, sekitar 44,2-85 persen anak dilaporkan mengalami fatigue.
Penyebab fatigue multifaktor. Antara lain akibat kanker itu sendiri, terapi antikanker seperti kemoterapi, radioterapi maupun pembedahan, penyakit komorbid termasuk obesitas dan kondisi psikologis anak. Pasien yang menjalani terapi lebih dari tiga hari dilaporkan mengalami fatigue empat kali lipat. Hal ini karena efek kemoterapi sangat masif.
Teori meyakini fatigue bisa terjadi sebelum terapi. Ini menjadi reaksi inflamasi dari pertumbuhan sel kanker sehingga terbentuk sitokin sebagai respon inflamasi yang ditandai peningkatan IL-6 dan TNF-apha.
Fatigue juga bisa terjadi selama terapi, terlihat dari efek kemoterapi, radioterapi yang meningkatkan produksi sitokin sebagai respons kerusakan jaringan dari kemoterapi dan radioterapi.
Kondisi kelelahan berat juga dapat dirasakan pasien setelah terapi. Data memperlihatkan, fatigue ditemukan pada 23 persen pasien yang telah menyelesaikan terapi antikanker.
Menurut Allenidekania, fatigue bisa menjadi prediktor rendahnya angka survival pada pasien kanker, cepatnya pasien masuk ke kondisi paliatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini