Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Festival Ceng Beng menjadi momen untuk kembali mengenang dan mengunjungi leluhur dalam masyarakat Tionghoa. Festival yang jatuh pada tanggal 5 April setiap tahunnya ini memperlihatkan sisi budaya dan kepercayaan Tionghoa yang kental dan unik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika pada umumnya mengunjungi makam identik dengan membawa bunga untuk ditabur, ada hal yang berbeda pada perayaan Ceng Beng ini. Keluarga Tionghoa yang berkunjung beramai-ramai membawa beberapa barang, seperti makanan, buah-buahan, juga minuman.
Baca juga:
Asian Games 2018: No Medical No Games, Apa Artinya?
Dokter Terawan Dipecat IDI, Begini Reaksi Para Mantan Pasien
TEMPO.CO mengunjungi Krematorium Cilincing di Jakarta Utara, dimana saat itu diadakan doa bersama dalam rangka menyambut Festival Ceng Beng. Acara tersebut dipimpin oleh suhu(pimpinan) krematorium, Kusumo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Doa bersama dilaksanakan pagi hari. Seperti biasa, sembahyang dengan membakar dupa, memberikan persembahan makanan atau buah-buahan,” ungkap Cecep Ruhikmat, Kepala Operasional Krematorium Cilincing saat dikunjungi TEMPO.CO pada 1 April 2018. Setelah itu, barulah keluarga akan berkumpul bersama di sekitar tempat penyimpanan abu leluhur mereka.Kotak koper berisi 'bekal' untuk leluhur dan keluarga yang telah meninggal pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES
Sesuai pantauan TEMPO.CO, terlihat keluarga yang mengunjungi makam turut membawa kotak-kotak yang terbuat dari kertas. “Mereka bawa koper itu. Semacam kotak barang tapi terbuat dari kertas,” kata Cecep.
Di dalam koper tersebut berisi macam-macam barang, seperti pakaian, mobil, sepatu, telepon genggam, dan lainnya. Terdapat juga kantong plastik besar berisi uang. “Intinya harta-harta di dunia, atau juga yang menjadi barang kesukaan leluhur. Dan semua dibuat dari kertas.”
Cecep mencontohkan, umumnya barang-barang dalam koper tersebut dikumpulkan dari berbagai pihak keluarga leluhur. “Misalnya, dari anak pertama menyumbangkan pakaian. Nanti anak kedua kasih mobil, dan sebagainya.” Setelah menyumbang, koper tersebut ditempel oleh kertas yang berisi nama yang menyumbangkan dan nama dari leluhur.
Baca: Festival Ceng Beng, Ikhlas Jadi Kunci Proses Kremasi
“Maknanya, supaya barang pemberian tersebut tersampaikan ke leluhur atau keluarga mereka yang telah meninggal tersebut.”
Salah satu pengunjung, Jonathan Rio, menceritakan barang apa saja yang dibawa oleh keluarganya. “Bawa makanan kayak kue-kue manis dan juga buah-buahan. Biasanya, keluarga juga bawa teh sebagai persembahan,” ucapnya kepada TEMPO.CO.
Ceng Beng merupakan festival tahunan yang merupakan ritual masyarakat Tionghoa untuk mengunjungi dan membersihkan makam leluhur mereka. Festival ini juga dijadikan momen agar seluruh keluarga berkumpul bersama sekaligus menjaga tali silaturahmi. Sebagian keluarga pun terlihat menggelar makan bersama setelah kegiatan sembahyang dan mengunjungi makam selesai.