Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Festival Ceng Beng, Simak Perayaannya di Krematorium Jakarta

Festival Ceng Beng adalah kegiatan rutin tahunan yang dirayakan masyarakat Tionghoa. Festival Ceng Beng adalah waktu untuk mengingat leluhur.

12 April 2018 | 21.50 WIB

Suasana tempat penitipan abu jenazah masyarakat Tionghoa-Buddha pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES
Perbesar
Suasana tempat penitipan abu jenazah masyarakat Tionghoa-Buddha pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Festival Ceng Beng adalah kegiatan rutin tahunan yang dirayakan masyarakat Tionghoa. Pada hari raya ini, masyarakat Tionghoa mengunjungi makam leluhur mereka seperti keluarga yang telah meninggal. Tahun ini, puncak perayaan Ceng Beng terjadi pada 5 April, namun ritual untuk mengunjungi makam dalam rangka Ceng Beng berlangsung 10 hari sebelum hingga 10 hari sesudah tanggal puncaknya. Dilansir dari China Highlights, mengunjungi dan membersihkan makam adalah salah satu kegiatan yang paling penting serta populer untuk menunjukkan rasa hormat kepada leluhur saat Ceng Beng. Umumnya, masyarakat Tionghoa akan berkunjung ke krematorium atau tempat penyimpanan abu dari leluhur serta keluarga mereka untuk sembahyang. Baca: Festival Ceng Beng, Makna di Balik Bau Pembakaran saat Kremasi

Tungku tempat pembakaran 'bekal' untuk leluhur dan keluarga yang telah meninggal pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta pada 1 April 2018.Tempo/ANASTASIA DAVIES

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO sempat mengunjungi salah satu krematorium dan tempat penyimpanan abu, Krematorium Cilincing, Jakarta Utara. Dalam pantauan TEMPO.CO, terlihat keramaian masyarakat Tionghoa yang datang silih berganti mengunjungi krematorium. Tempat parkir kendaraan di krematorium itu penuh dan terisi sejak pagi hari. "Sudah mulai ramai dari jam 6 pagi," kata Kepala Operasional Krematorium Cilincing Cecep Ruhikmat aliad Cecep Boy saat ditemui TEMPO.CO pada 1 April 2018. Baca: Merasakan Sakralnya Perayaan Cheng Beng di 3 Tempat Ini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kebetulan pada hari itu, pihak krematorium Cilincing mengadakan acara doa bersama untuk leluhur dan keluarga yang telah tiada. Acara doa bersama tersebut dipimpin oleh suhu, atau pemimpin dari krematorium Cilincing yang bernama Kusumo. Cecep menjelaskan, hal pertama yang dilakukan keluarga saat datang berkunjung adalah sembahyang altar. Dalam sembahyang ini, keluarga datang membawa berbagai makanan yang kemudian diatur di meja altar. "Setelah selesai sembahyang altar, lanjut dengan proses pembakaran," katanya.

Yang dimaksud dengan pembakaran adalah membakar koper bentuk kotak yang diisi dengan uang, makanan, pakaian, atau barang 'dunia' lainnya. Semua benda tersebut, termasuk koper, terbuat dari kertas. "Ini simbolis harta dunia, untuk dikirimkan sebagai 'bekal' leluhur di alam sana. Dengan cara dibakar sampai habis semua," kata Cecep. Baca: Festival Cheng Beng, Ikhlas Jadi Kunci Proses Kremasi

Masyarakat Tionghoa sembahyang pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta pada 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

Setelah pembakaran selesai, keluarga yang berkunjung pun duduk bersama, berkumpul dan makan bersama. Banyak dari mereka yang membawa bekal masing-masing yang nantinya disantap ramai-ramai. Karena itu, kata Cecep, pengunjung umumnya memilih hari-hari atau tanggalan merah selama masa sebelum Ceng Beng untuk datang.
"Ceng Beng dijadikan momen juga untuk kumpul bersama. 'Kan mungkin sudah pada besar dan jarang bertemu," katanya. Baca: Kremasi : Kenapa Kendi Abu Jenazah Sebaiknya dari Tanah Liat?

Menurut Cecep memang ada sebagian keluarga yang tidak datang bersama. Entah hanya sebagian keluarga kecil atau hanya perorangan. "Tapi nggak banyak. Itu tergantung masing-masing individu, apa masih ingat dengan leluhurnya atau tidak," katanya.

Kotak koper berisi 'bekal' untuk leluhur dan keluarga yang telah meninggal pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

Waktu yang dihabiskan selama proses Ceng Beng pun beragam. Umumnya, prosesi dari sembahyang altar hingga berkumpul bersama memakan waktu sekitar satu hingga dua jam. Ada pula yang memilih untuk menghabiskan waktu kurang dari satu jam untuk melakukan ritual itu. "Ada yang menghabiskan 30 menit. Namun ada juga yang hanya berkumpul selama 10 menit. Selesai ritual semuanya terus pergi," katanya. Baca: Festival Cheng Beng: Kremasi Sudah Dilakukan Sejak Zaman Kuno
Kepala Operasional Krematorium Cilincing , Cecep Ruhikmat alias Cecep Boy, Jakarta 1 April 2018 Tempo/ANASTASIA DAVIES

Dalam merayakan Festival Ceng Beng, Krematorium Cilincing tidak hanya didatangi oleh masyarakat sekitar Jakarta. Ada pula pengunjung dari luar kota yang memang berniat hadir dan mendoakan para leluhur serta keluarga yang telah mendahului mereka. "Ada pula yang datang dari Bandung, Medan, Palembang. Bahkan ada yang datang dari luar negeri," kata Cecep.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus