Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Gara-gara agung sakit

Meraih gelar doktor di universitas airlangga, berhasil mempertajam waktu diagnosa tbc dengan tuberkulin jenis rt 23. kelak akan menggeser metode man toux yang sudah lama dipakai.(ksh)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK mengetahui seseorang mengidap TBC atau tidak, kini bisa dilakukan lebih cepat. Caranya tak jauh berbeda dengan pemeriksaan dini tuberkulosa yang sudah ada. Misalnya pemeriksaan dengan tes mantoux: menyuntikkan cairan kuman TBC yang sudah dilemahkan (tuberkulin) ke tubuh manusia untuk kemudian dilihat reaksi atau hasilnya. Tapi, dengan memakai tuberkulin jenis RT 23 yang tak mengandung zat lain kecuali protein murni kuman TBC (Purified Protein Derivative R 23-, yang kini sudah dibuat pabrik obat Biofarma, Bandung), Thomas Kardjito, 45, berhasil mempertajam waktu diagnosa TBC. Yakni dari 72 jam menjadi hanya enam sampai delapan jam. Berkat penemuan itulah, dua pekan lalu, dokter yang kini bermukim di Surabaya itu diberi gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan oleh almamaternya, Universitas Airlangga, Surabaya. Dia bahkan menjadi kebanggaan rektornya, Prof. Dr. Marsetio Donosaputro, karena menjadi ahli pertama Indonesia yang penemuannya kelak akan menggeser metode mantoux yang sudah lama dipakai. Untuk mencapai hasil itu, doktor baru yang bertubuh kekar ini menghabiskan waktu penelitian di dalam dan luar negeri selama empat tahun. Ratusan penderita dan bukan penderita TBC (untuk bandingan) diteliti ayah tiga anak itu sejak 1978. Bolak-balik London-Surabaya, pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, ini bahkan sempat memperdalam imunologi selama sebulan di markas WHO di Lausanne, Jenewa, scbelum mempersembahkan 19 makalah bcrbahasa Inggris - yang dibuatnya selama proses penelitian itu - menjadi disertasi. Thomas mula-mula tertarik meneliti soal kekebalan TBC di tubuh manusia pada tahun 1975. Ketika itu Agung, putra pertamanya, sakit. "Sudah saya ronsen, tapi tak ada kelainan," tuturnya kepada TEMPO. Agak berspekulasi, dia lalu menyuntik bocah berusia tujuh tahun itu dengan tuberkulin. Reaksi ternyata datang lebih cepat dari biasa. Tak sampai delapan jam, di daerah bekas suntikan muncul bercak merah dan tubuh Agung meriang. Hasil ini memacu Thomas memperdalam imunologi. Atas pengertian dan sokongan Profesor Jack Pepys, yang memimpin departemen klinik imunologi di Institut Kardiotorak London, dia diberi kesempatan mengadakan penelitian di sebuah rumah sakit di London, Oktober 1978.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus