NAMANYA Hasan Cobra, tubuhnya tinggi kekar, dan kulitnya hitam.
"Orangnya keras, tapi berhati lembut dan dermawan," kata seorang
teman dekatnya. Lekaki kelahiran Goa, Sulawesi Selatan, 42 tahun
yang silam, itu sebelumnya punya nama Hasan Baco. Gelar Cobra
disandangnya setelah King Cobra, grup musik dangdut yang
didirikannya, 1973, menjadi beken di Bandung.
Suguhan musik King Cobra sebetulnya biasa-biasa saja. Tapi
sering penonton jadi panas-dingin begitu grup itu beraksi di
pentas: menyanyi dangdut, tentu sembari meliuk-liukkan tubuh,
sedang pinggang atau lehernya dililit ular cobra. Dan mereka
pemain band itu, adalah cewek-ceweh genit.
Tapi sejak 1 November lalu, Hasar Cobra hilang secara misterius.
Saat itu, sekitar pukul 11.00 WIB, empat orang berpakaian
preman menemuinya di halaman parkir pusat pertokoan Inti Plaza
di Jalan Ahmad Yani Bandung. Menurut beberapa saksi mata Cobra
tampak akrab dengan orang-oran itu. "Sambil tertawa-tawa, Pak
Hasan dan kenalannya itu berangkat dengan mobil Suzuki mini
warna putih," kata seorang saksi yang tak mau disebutkan
namanya.
Sejak itulah Hasan Cobra tak pernah lagi pulang ke rumah
kontrakannya di Jalan Lengkong Kecil. Banyak anak muda dan
ratusan tukang becak dikerahkan mencari, tapi sia-sia. Cobra
seperti ditelan bumi.
Selain jadi pemusik, Cobra juga punya kegiatan lain. Dia
pimpinan Yayasan Pemuda Peran Utama (YPPU), organisasi
kemasyarakatan yang menghimpunkan 500-an muda-mudi untuk dididik
keterampilan, dari mulai jadi tukang parkir sampai montir las.
YPPU berdiri sejak 11 tahun yang lalu. Dia pula ketua Korps
Karyawan Angkutan Becak Indonesia (Kokarbi), usaha koperasi
dengan anggota sekitar 1.000 abang becak Bandung. Dengan
kesibukan ini, Cobra masih bekerja sebagai karyawan perusahaan
penyalur rokok di Bandung. Yang jelas, menurut Daeng Sule, 72,
ayah Cobra, anaknya itu belum pernah berurusan dengan perkara
pidana. Menghadapi peristiwa ini, Sri Hartati, istri Cobra, cuma
bisa melaporkan ihwal suaminya itu kepada polisi.
Tapi rupanya yang hilang bukan cuma Cobra. Selama November lalu,
menurut Mayor Teddy Juanda Prawira, komandan Satuan Reserse
Bandung, polisi sudah menerima tujuh laporan yang mirip. Di
antaranya tentang Endang Effendy, 35, penduduk Kelurahan
Hegarmanah, dan Herman, 28, pemuda dari Jalan Gatot Subroto,
Bandung.
Keduanya memang sudah cacat. Endang misalnya, pernah mendekam di
rumah penjara Banceuy karena jual-beli mobil curian. Herman
pernah dihukum enam bulan karena mencuri sepeda motor.
Dinihari 4 November 1983, empat orang berpakaian preman
menggedor rumah Endang Effendy. Seperti dilaporkan Setianingsih,
istrinya, kemudian kepada polisi, penjemput itu mengaku polisi
ketika membawa pergi suaminya.
Begitu pula laporan kedua orangtua Herman. Sekitar tengah malam
pada hari yang sama, anaknya dibawa dari rumah oleh empat orang
berpakaian preman yang mengaku polisi dari Kosekta Batununggal.
Yang ramai jadi pembicaraan orang ialah hilangnya Idji Hidayat,
S.H. sehari sebelum peristiwa yang menimpa Endang dan Herman.
Idji, 35, alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Bandung, 1983,
adalah karateka pemegang sabuk hitam (Dan IV) dan juga ketua
perkumpulan karate Wadokai di Jawa Barat. Ia pegawai BRI di
Kantor Pemeriksa Wilayah.
Malam itu, Idji habis melatih karate di APDN Bandung, lalu tak
pernah pulang lagi.
Apa dia gali? "Saya yakin tidak," kata Narti, 27 bekas istrinya.
Idji, menurut nyonya dengan tiga anak itu, selain tak pernah
bergaul dengan orang tak beres, sehari-hari sudah terlalu sibuk.
Pulang kantor, acaranya sudah padat untuk melatih karate di
berbagai instansi sipil dan militer di Bandung. Selain itu, dia
masih mengajar di Pusdiklat BRI.
Karena cekcok rumah tangga, tiga bulan lalu Narti dan Idji
bercerai. Tapi beberapa hari sebelum kejadian, Idji sibuk
memperbaiki mobil sedannya, karena keesokan harinya akan
berekreasi bersama anak dan bekas istrinya. "Kami memang sudah
sepakat akan menikah lagi," kata Narti dengan wajah mendung.
Polisi belum dapat memberi penjelasan mengenai orang-orang yang
mendadak hilang itu. Yang jelas, menurut Mayor Juanda, tidak
benar bahwa mereka lenyap "dijemput" polisi. "Kalau petugas yang
mengambil," kata Juanda, "mereka akan menunjukkan surat tugas."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini