Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Hasan cobra, di mana dikau?

Di bandung, bulan november lalu, 7 orang hilang secara misterius: hasan baco (cobra), pemimpin grup musik dang dut, idji hidayat, endang effendy, herman, dsb. (krim)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA Hasan Cobra, tubuhnya tinggi kekar, dan kulitnya hitam. "Orangnya keras, tapi berhati lembut dan dermawan," kata seorang teman dekatnya. Lekaki kelahiran Goa, Sulawesi Selatan, 42 tahun yang silam, itu sebelumnya punya nama Hasan Baco. Gelar Cobra disandangnya setelah King Cobra, grup musik dangdut yang didirikannya, 1973, menjadi beken di Bandung. Suguhan musik King Cobra sebetulnya biasa-biasa saja. Tapi sering penonton jadi panas-dingin begitu grup itu beraksi di pentas: menyanyi dangdut, tentu sembari meliuk-liukkan tubuh, sedang pinggang atau lehernya dililit ular cobra. Dan mereka pemain band itu, adalah cewek-ceweh genit. Tapi sejak 1 November lalu, Hasar Cobra hilang secara misterius. Saat itu, sekitar pukul 11.00 WIB, empat orang berpakaian preman menemuinya di halaman parkir pusat pertokoan Inti Plaza di Jalan Ahmad Yani Bandung. Menurut beberapa saksi mata Cobra tampak akrab dengan orang-oran itu. "Sambil tertawa-tawa, Pak Hasan dan kenalannya itu berangkat dengan mobil Suzuki mini warna putih," kata seorang saksi yang tak mau disebutkan namanya. Sejak itulah Hasan Cobra tak pernah lagi pulang ke rumah kontrakannya di Jalan Lengkong Kecil. Banyak anak muda dan ratusan tukang becak dikerahkan mencari, tapi sia-sia. Cobra seperti ditelan bumi. Selain jadi pemusik, Cobra juga punya kegiatan lain. Dia pimpinan Yayasan Pemuda Peran Utama (YPPU), organisasi kemasyarakatan yang menghimpunkan 500-an muda-mudi untuk dididik keterampilan, dari mulai jadi tukang parkir sampai montir las. YPPU berdiri sejak 11 tahun yang lalu. Dia pula ketua Korps Karyawan Angkutan Becak Indonesia (Kokarbi), usaha koperasi dengan anggota sekitar 1.000 abang becak Bandung. Dengan kesibukan ini, Cobra masih bekerja sebagai karyawan perusahaan penyalur rokok di Bandung. Yang jelas, menurut Daeng Sule, 72, ayah Cobra, anaknya itu belum pernah berurusan dengan perkara pidana. Menghadapi peristiwa ini, Sri Hartati, istri Cobra, cuma bisa melaporkan ihwal suaminya itu kepada polisi. Tapi rupanya yang hilang bukan cuma Cobra. Selama November lalu, menurut Mayor Teddy Juanda Prawira, komandan Satuan Reserse Bandung, polisi sudah menerima tujuh laporan yang mirip. Di antaranya tentang Endang Effendy, 35, penduduk Kelurahan Hegarmanah, dan Herman, 28, pemuda dari Jalan Gatot Subroto, Bandung. Keduanya memang sudah cacat. Endang misalnya, pernah mendekam di rumah penjara Banceuy karena jual-beli mobil curian. Herman pernah dihukum enam bulan karena mencuri sepeda motor. Dinihari 4 November 1983, empat orang berpakaian preman menggedor rumah Endang Effendy. Seperti dilaporkan Setianingsih, istrinya, kemudian kepada polisi, penjemput itu mengaku polisi ketika membawa pergi suaminya. Begitu pula laporan kedua orangtua Herman. Sekitar tengah malam pada hari yang sama, anaknya dibawa dari rumah oleh empat orang berpakaian preman yang mengaku polisi dari Kosekta Batununggal. Yang ramai jadi pembicaraan orang ialah hilangnya Idji Hidayat, S.H. sehari sebelum peristiwa yang menimpa Endang dan Herman. Idji, 35, alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Bandung, 1983, adalah karateka pemegang sabuk hitam (Dan IV) dan juga ketua perkumpulan karate Wadokai di Jawa Barat. Ia pegawai BRI di Kantor Pemeriksa Wilayah. Malam itu, Idji habis melatih karate di APDN Bandung, lalu tak pernah pulang lagi. Apa dia gali? "Saya yakin tidak," kata Narti, 27 bekas istrinya. Idji, menurut nyonya dengan tiga anak itu, selain tak pernah bergaul dengan orang tak beres, sehari-hari sudah terlalu sibuk. Pulang kantor, acaranya sudah padat untuk melatih karate di berbagai instansi sipil dan militer di Bandung. Selain itu, dia masih mengajar di Pusdiklat BRI. Karena cekcok rumah tangga, tiga bulan lalu Narti dan Idji bercerai. Tapi beberapa hari sebelum kejadian, Idji sibuk memperbaiki mobil sedannya, karena keesokan harinya akan berekreasi bersama anak dan bekas istrinya. "Kami memang sudah sepakat akan menikah lagi," kata Narti dengan wajah mendung. Polisi belum dapat memberi penjelasan mengenai orang-orang yang mendadak hilang itu. Yang jelas, menurut Mayor Juanda, tidak benar bahwa mereka lenyap "dijemput" polisi. "Kalau petugas yang mengambil," kata Juanda, "mereka akan menunjukkan surat tugas."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus