Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seseorang yang terus-menerus meyakini dirinya salah sampai merasa cemas dan malu bisa saja menandakan kondisi guilt complex. Orang yang guilt complex membayangkan dirinya selalu salah, padahal tak begitu. Bahkan pula meyakni kesalahan kecil yang dibuat mengakibatkan kerunyaman besar. Padahal anggapan itu berbanding terbalik dengan kenyataan yang sebenarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Verywell Mind, orang dengan guilt complex menunjukkan gejala antara lain kecemasan, menangis, insomnia, ketegangan otot. Ada rasa penyesalan berlebihan termasuk pula depresi, obsesif-kompulsif (OCD), dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Rasa bersalah yang dialami rentan berujung kehilangan minat, kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, dan memencilkan diri dari lingkungan sosial.
Mengapa orang mengalami guilt complex?
1. Kecemasan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Verywell Mind, orang yang banyak kecemasan kemungkinan besar menilai segala yang dilakukannya sebagai tindakan negatif. Itu berujung rasa bersalah dan penyesalan yang bisa berlarut-larut.
2. Pengalaman
Anak-anak yang dibesarkan sering dipojokkan saat berbuat salah juga terus dipersalahkan atas suatu masalah rentan mengalami guilt complex. Bahkan, kondisi ketika disuruh bertanggung jawab atas masalah yang tidak dilakukan juga rentan mengalami perasaan bersalah yang berkepanjangan.
3. Pola pikir
Mengutip Better Help, orang bisa mengalami kompleksitas rasa bersalah ketika pola pikirnya keliru menanggapi suatu kesalahan. Misalnya, terlalu banyak berpikir menyamaratakan konsekuensi dan ketakmampuan memperbaiki pemikiran secara logis.
4. Tekanan sosial
Seseorang yang merasa bersalah mendalam ketika orang lain terlalu menghakimi dan menyudutkan dirinya. Segala tekanan ini, kemudian mendorong seseorang mengembangkan rasa bersalah dan penyesalan yang berlarut-larut.
Bagaimana mengatasi kondisi guilt complex?
Langkah utama untuk memastikan kondisi itu agar tak berlanjut makin parah mengonsultasikan dengan ahli kesehatan mental. Mengutip Better Help, terapi perilaku-kognitif (CBT) termasuk salah satu metode pemulihan.
Biasanya pembelajaran untuk mengenali dan menggali pikiran negatif yang merujuk rasa bersalah. Prosedur ini membantu orang mengendalikan persepsi terkait rasa bersalah ke hal yang lebih positif, supaya beban yang dirasakan bisa berkurang.
Terapi ini juga mendorong untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai diri sendiri, termasuk emosi dan sikap. Orang dengan kondisi ini bisa lebih siap menghadapi rasa bersalah saat ada faktor pemicu.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.