Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 27 Juni 1596 silam, ekspedisi penjelajah Belanda Cornelis de Houtman tiba di Banten. Awalnya penduduk setempat menerima rombongan dengan bersahabat. Tetapi Sultan Banten Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulqadir akhirnya mengusir kapal Belanda lantaran kedatangan mereka menunjukkan tabiat kasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perang dengan Spanyol menyebabkan Belanda tak mendapatkan pasokan rempah-rempah dari negara itu. Padahal Spanyol, yang kala itu masih bergabung dengan Portugal, adalah satu-satunya negara penyedia rempah-rempah. Karena tak memiliki akses ke Nusantara, kemudian para pedagang Belanda melakukan ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Cornelis de Houtman Buka Jalur Kolonialisme Belanda ke Nusantara
Rombongan kapal berangkat pada 2 April 1595. Andy Peters dalam buku Ship Decoration: 1630-1780 (2013), mengungkapkan ada empat kapal yang diberangkatkan. Masing-masing bernama Amsterdam, Hollandia, Mauritius, dan Duyfken. Mereka tiba setahun lebih atau sekitar 14 kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mencapai Indonesia, Cornelis de Houtman memanfaatkan jalur yang ditemukan Portugal. Rombongan kapal menyusuri Samudera Atlantik ke arah selatan kemudian mengitari Tanjung Harapan di Benua Afrika untuk menuju utara. Dalam perjalanan, tak kurang dari 70 orang tewas. Penyebabnya karena penyakit dan juga pertikaian. Sesampainya di Madagaskar, orang-orang yang tewas ini kemudian dikuburkan di pulau itu. Ini pula yang jadi asal-usul mengapa Teluk Madagaskar disebut “Kuburan Orang-Orang Belanda”.
Setelah transit di Madagaskar, rombongan melanjutkan perjalanan melalui Samudera Hindia menuju Selat Sunda, di mana Banten berada. Banten sendiri merupakan salah satu pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara ketika itu. Sesampainya rombongan ekspedisi Cornelis de Houtman di Banten pada 1596 itu, masyarakat setempat menyambut dengan baik.
Mereka menganggap kedatangan rombongan ini hendak membeli rempah-rempah. Namun, Cornelis de Houtman tidak bersikap diplomatis dan malah menghina Sultan Banten. Rombongan ekspedisi juga memaksa membeli rempah-rempah dengan harga rendah.
Selain itu, orang-orang Belanda yang belum lama menginjakkan kaki di tanah Banten dengan seenaknya keluar-masuk Kota Banten. Akibat perilaku yang tak menyenangkan itu, banyak orang Belanda ditangkap oleh aparat Kesultanan Banten dan dijebloskan ke penjara. Salah satunya adalah Frederick de Houtman, kakak Cornelis de Houtman. Kala itu, Portugis yang berpengaruh besar dalam perdagangan di wilayah Indonesia dan bermitra dengan Kesultanan Banten, turut bermain dalam situasi ini.
Penduduk setempat yang mulanya menerima kedatangan orang Belanda, berbalik sikap lantaran tidak suka dengan perangai mereka. Karena dianggap berperilaku buruk, Cornelis de Houtman dan rombongan kemudian diusir oleh Sultan Banten dengan bantuan Portugis. Kedatangan Cornelis de Houtman ke Banten untuk mendapatkan rempah-rempah tak berhasil.
Mereka tidak dapat membeli rempah-rempah dan pergi dengan tangan kosong. Bahkan, untuk menebus orang-orang yang ditangkap, Cornelis de Houtman terpaksa membayar uang pembebasan, menurut Slamet Muljana dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara.
Rombongan kemudian melanjutkan pelayaran ke Bali dan bertemu dengan raja Bali. Di Bali, mereka berhasil memperoleh lada pada 26 Februari 1597. Cornelis de Houtman kembali ke Belanda pada 14 Agustus 1597, membawa 240 kantong lada, 45 ton pala, dan 30 bal bunga pala.
Meski tak berhasil membawa pulang rempah-rempah yang melimpah, setelah ekspedisi yang pertama itu, Belanda kemudian membentuk Verenidge Oost Indische Compagnie atau VOC pada 1902. Tujuannya, dengan adanya VOC, Belanda dapat menguasai perdagangan rempah-rempah serta bersaing melawan perusahaan dagang dari negara lain. Selain itu, perjalanan Cornelis de Houtman menjadi pembuka jalan kolonialisme Belanda di Nusantara.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.