Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis penyakit dalam alergi-imunologi klinik Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD mengatakan adanya kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia (TTS) akibat vaksinasi perlu dikaji lebih dalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di Indonesia kejadian saya enggak pernah dengar, itu belum diteliti. Mungkin yang TTS itu trombositnya turun. Belum ada juga penelitian soal hubungan TTS, vaksinasi pada genetika, atau ras tertentu,” kata lulusan Universitas Indonesia itu di Jakarta, Rabu, 8 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi ketakutan masyarakat terhadap jenis vaksin yang menyebabkan efek samping tertentu, Iris menuturkan kejadian ikutan pascavaksinasi (KIPI) memang dapat terjadi pada sejumlah orang, tergantung kondisi kesehatannya. Meski demikian, kasusnya terbilang cukup jarang terjadi, apalagi untuk kasus berat seperti TTS di Inggris. TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah rendah.
Iris mengatakan hingga hari ini baik pemerintah maupun para dokter juga masih menunggu laporan atas kasus tersebut serta melakukan pengawasan demi mencegah kasus serupa terjadi di Tanah Air. Adanya penyakit akibat KIPI pun baru dapat terlihat dalam jarak satu bulan usai vaksinasi. Jika penerima mengaku mengalami KIPI lewat dari batas waktu tersebut, Iris mengatakan ada kemungkinan itu disebabkan penyakit lain.
Kalau memang masyarakat masih khawatir efek samping vaksin AstraZeneca usai kejadian tersebut, Iris menyarankan agar vaksinasi tetap dijalankan namun dengan menggunakan jenis lain seperti yang dibuat Biofarma, termasuk bila merasakan gejala-gejala KIPI untuk segera diperiksakan ke ahli seperti dokter autoimun dan penyakit dalam lainnya.
“Saya pribadi, kalau takut bisa pakai jenis lain tapi dalam arti tetap divaksin. Jadi yang dihindari adenovirus, termasuk Johnson and Johnson itu semua nonreplicating viral vector, itu kan masih baru,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PP PERALMUNI) itu.
Tak ada kejadian TTS
Sebelumnya pada 1 Mei 2024, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI), Prof. Hinky Hindra Irawan Satari, mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan Komnas KIPI. Menurutnya, keamanan distribusi vaksin terjamin karena sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, termasuk vaksin COVID-19, yang melibatkan jutaan orang sampai dikeluarkannya izin edar.
Di samping itu, Komnas KIPI bersama Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut menerapkan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada kaitan dengan vaksin COVID-19, termasuk TTS. Survei dilakukan di 14 rumah sakit di tujuh provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun. Namun berdasarkan laporan yang masuk tidak ditemukan laporan kasus TTS.
“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” paparnya.
Sementara itu, laman Telegraph memberitakan AstraZeneca tengah menghadapi kasus gugatan perwakilan kelompok (class action) yang dilayangkan oleh 51 orang di Inggris terkait tuduhan efek samping vaksin COVID-19 yang dikembangkannya bersama Universitas Oxford beberapa tahun lalu. Dalam dokumen pengadilan tersebut AstraZeneca mengakui vaksin COVID-19 buatannya menyebabkan efek samping yang cukup langka.
Sementara itu, penggunaan vaksin AstraZeneca yang berplatform nonreplicating viral vector di Indonesia dilaporkan Kemenkes telah disuntikkan sebanyak 70 juta dosis dari total 453 juta dosis yang telah disuntikkan ke masyarakat. Perusahaan farmasi AstraZeneca juga telah menarik vaksin COVID-19 yang diproduksinya menyusul kabar soal temuan kasus tersebut.