Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Parasetamol untuk Bayi Picu Asma
PENGGUNAAN parasetamol atau obat pembunuh rasa sakit pada bayi meningkatkan risiko penyakit asma. Dalam lima tahun terakhir, dari 200 ribu bayi yang diteliti, 46 persen terkena asma. Sebuah kelompok peneliti kesehatan Lancet melaporkan, bayi yang pada tahun pertama menggunakan parasetamol, pada usia enam atau tujuh tahun terjangkit asma.
Memang, para peneliti belum dapat memastikan apakah asma murni disebabkan pemberian parasetamol atau ada penyebab tambahan lain. Hanya, menurut studi terakhir di lebih dari 31 negara, yang menggunakan obat tersebut kebanyakan terkena asma di masa anak-anak. Yang juga dibuktikan melalui penelitian, selain penggunaan parasetamol berhubungan dengan gejala asma, antara lain risiko eczema (penyakit kulit) dan alergi (hayfever).
Menurut Presiden The British Pharmacological Society, Profesor Jeffrey Aronson, hubungan parasetamol dan asma sudah jelas. "Karena itu, rekomendasi kami agar tak memberikan parasetamol secara reguler kepada anak kecil," ujarnya dalam BBC-Health edisi terbaru.
Lebih Sehat Dirawat di Rumah
BILA sakit berlanjut, jangan menyerahkan pasien kepada dokter untuk dirawat di rumah sakit. Menurut penelitian Perkumpulan Perawatan dan Bantuan Kesehatan Amerika Serikat, pasien akan lebih sehat jika dirawat di rumah sendiri.
Lembaga itu telah meneliti gejala tersebut di kawasan pinggiran dan perkotaan di delapan negara bagian di Amerika Serikat selama tiga tahun terakhir. Terbukti, kesehatan pasien akan lebih baik bila dirawat di rumah ketimbang di rumah sakit. Karena perawatan di rumah menjauhkan pasien dari dunia orang sakit di rumah sakit. Di rumah, pasien akan termotivasi segera sehat karena di sekitarnya juga orang-orang sehat.
Karena itulah Kongres Amerika mendukung pelayanan kesehatan di rumah dibanding di rumah sakit. Sebab, selain tanpa biaya rawat inap, perawatan di rumah berdampak positif bagi pasien.
Alat Deteksi Kanker Terbaru
DETEKSI kanker melalui computed tomographic colonography lebih akurat dibandingkan dengan alat sebelumnya. The New England Journal of Medicine melaporkan, alat tersebut bukan saja mendeteksi kanker melainkan juga tumor kelenjar yang sebelumnya sulit dideteksi.
Lebih dari 2.600 orang yang berusia 50 ke atas yang diduga memiliki kanker dan penyakit tumor kelenjar telah diperiksa dengan alat tersebut. Hasilnya, alat itu mampu mendeteksi lebih dari 90 persen kanker dan tumor kelenjar yang berukuran 10 milimeter. Diharapkan, dengan alat itu, deteksi dini kanker bisa lebih akurat.
Mencegah Stroke Berulang
MEMPERTAHANKAN tekanan darah tetap rendah terlalu lama setelah serangan stroke justru berisiko terjadinya stroke ulang. Untuk mengatasinya, menurut Doktor Salim Yusuf dari The Population Health Research Institute, Hamilton Health Sciences and McMaster University, Kanada, perlu diberikan telmisartan.
Yusuf membagi 20 ribu pasien sembuh stroke dalam dua kelompok. Satu kelompok menggunakan telmisartan 80 miligram setiap hari selama 15 hari, dan grup lain menggunakan obat kosong (plasebo). Hasilnya, ternyata pengguna telmisartan selama dua setengah tahun tak terkena stroke ulang, penyakit jantung, dan kencing manis (diabetes). Sedangkan pada kelompok plasebo masih ditemukan risiko serangan stroke ulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo