Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>KASUS MUNIR</font><br />Dari Berkas Si Penjerat Ikan

Di pengadilan kasus Munir, para personel Badan Intelijen Negara saling bantah. Penuntut menyimpan bukti otentik.

29 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWALNYA hanya sekeping cakram padat. Diambil dari komputer Tata Usaha Deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara, piringan magnetis penyimpan data itu akan menjadi bukti penting dalam sidang kasus pembunuhan Munir dengan terdakwa Muchdi Purwoprandjono.

Cakram padat itu menyimpan berbagai file: baik yang aktif maupun yang sudah dihapus dan tertimbun sekian lama. Buat membongkarnya, penyidik kepolisian menunjuk Jhoni Torino, 31 tahun, konsultan teknologi informasi. ”Saya hanya diminta menjadi saksi ahli,” katanya ketika Tempo meminta konfirmasi. ”Tapi, mohon maaf, saya belum diberi mandat untuk memberikan keterangan.”

Menurut penyidik, Jhoni menggandakan cakram buatan Seagate itu dengan sebuah peranti lunak cloning. Peranti itu memungkinkan semua berkas disalin, termasuk file yang sudah dihapus. Agar barang bukti tak rusak, cakram itu disalin lagi ke tiga cakram lain. Untuk ”membangkitkan” kembali file usang, Jhoni memakai program Encase Forensic Software, Final Data Recovery Software, Recovery Myfiles, dan Power Data Recovery.

Penyidik kemudian menentukan sejumlah kata kunci untuk menemukan file yang dicari. Gotcha! Di antara kuburan berbagai berkas lawas, file yang dicari-cari itu muncul ke permukaan. Berkas pertama: alamat amplop yang ditujukan kepada Direktur PT Garuda Indonesia. Di sudut kiri atasnya tertulis ”Badan Intelijen Negara No: R-451/VII/2004”. File ini dibuat pada 24 Juli 2004 pukul 14.33. Berkas dengan nama ”alamat amplop.doc” itu terkubur di kantong ”Recycle Bin”.

Teknologi juga menemukan rancangan surat untuk Direktur Utama Garuda, yang dibuat Juli tahun yang sama. Dibuat Wakil Kepala Badan Intelijen Negara M. As’ad Said Ali, surat rahasia itu berisi rekomendasi personel Tim Pengamanan Internal atas nama Pollycarpus B.H.P., pilot Garuda dengan nomor induk pegawai 522659. Surat ini terjepit di keranjang ”pagefile.sys”.

Seolah menemukan harta karun, penyidik menjaring berkas penting di kantong ”My Document”. Dilabeli ”NO telp de-v.doc”, berkas itu berisi daftar nomor kontak yang disalin dari telepon seluler Muchdi Purwoprandjono, Deputi V Badan Intelijen Negara. Di situ tercatat nomor rekan-rekan Muchdi di lembaga telik sandi, pengusaha, serta wartawan. Diurutkan sesuai dengan abjad, nomor yang dianggap berharga ada di deretan huruf awal ”P”: Poly.

Rancangan surat, alamat amplop, juga nomor ”Poly” itu merupakan mata rantai yang menghubungkan Badan Intelijen Negara dengan pembunuhan Munir di atas penerbangan Garuda GA-974 Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004. Poly dalam daftar itu hampir dipastikan adalah Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot yang sudah dihukum 20 tahun penjara dalam kasus ini.

Adapun rancangan surat dan amplop itu mengkonfirmasi keterangan Indra Setiawan, mantan Direktur Utama Garuda. Terpidana setahun kasus yang sama itu mengaku menerima surat dari Badan Intelijen yang diserahkan Pollycarpus di Hotel Sahid, Jakarta. Tapi surat itu raib ketika mobilnya dibobol maling pada akhir 2004 di area parkir hotel yang sama.

Indra menempatkan Pollycarpus ke Unit Keamanan Penerbangan berdasarkan surat itu. Pollycarpus pun bisa terbang ke Singapura sepesawat dengan Munir, yang menurut pengadilan memungkinkannya menghabisi sang aktivis.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu, ihwal surat dan daftar kontak telepon Muchdi itu menjadi bahan perdebatan. Zondhy Anwar dan Arifin Rahman, dua pegawai negeri sipil di Badan Intelijen Negara, mencabut keterangan mereka yang tertera di berita acara pemeriksaan.

Kepada penyidik pada 18 Maret 2008, Zondhy mengaku pernah dimintai tolong Pollycarpus mengetik amplop untuk Direktur Utama Garuda. ”Saya menggunakan komputer di ruang Tata Usaha Deputi V,” katanya kepada penyidik.

Zondhy juga mengaku mengetik nomor kontak dari telepon Muchdi. Awalnya, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menyerahkan teleponnya kepada Arifin, yang kemudian menyalin nomor-nomor kontaknya di kertas. Setelah itu, Zondhy baru menyalinnya ke komputer. ”Arifin membantu membaca isi kontak itu,” ujarnya. Arifin memberikan keterangan yang sama.

Keterangan Zondhy dan Arifin itu ditanyakan kepada Muchdi pada 20 Juni 2008: apakah pernah memerintahkan dua anggota stafnya memindahkan nomor kontak telepon? Sang Jenderal menjawab, ”Saya tidak ingat.”

Dalam sidang Kamis lalu, Zondhy tak mengaku membuat daftar kontak telepon. Namun, ketika jaksa mencecarnya, ia mengatakan membuat daftar itu dengan melihat kartu nama. Tak lama kemudian, ia kembali ke keterangan yang sama dengan berita acara pemeriksaan. ”Tapi saya tak ingat ada nama Pollycarpus di situ,” kata Zondhy.

Setelah memberikan keterangan berbelit-belit, Zondhy mengatakan mencabut keterangannya. Ia melakukannya ketika ditanyai apakah pernah melihat Pollycarpus datang ke ruang kerja Muchdi. Kepada penyidik polisi, ia mengaku pernah. Tapi, kepada hakim, ia mengatakan keterangan itu diberikan di bawah tekanan.

Luthfi Hakim, pengacara Muchdi, pun mengatakan berita acara pemeriksaan keduanya sebagai ”sampah dan rekayasa”. Alasannya, menurut dia, berita acara pemeriksaan keduanya sama persis hingga titik dan komanya. Namun, menurut jaksa penuntut umum Cirus Sinaga, kesamaan itu masuk akal karena mereka diperiksa bersamaan. Zondhy dan Arifin pun didampingi Staf Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Badan Intelijen Negara ketika dimintai keterangan.

Persidangan maraton setiap Selasa dan Kamis itu masih akan diwarnai adu argumentasi antara jaksa dan pengacara Muchdi. Kehadiran Budi Santoso, bawahan Muchdi di Badan Intelijen Negara pada 2004, tetap menjadi fokus. Jaksa, yang berulang kali gagal menghadirkan agen bernama alias Wisnu Wardana itu, berencana membacakan keterangan yang telah diambil di bawah sumpah. ”Ketika penyidikan, semuanya pakai rekaman, jadi enggak ada yang bohong,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga. Tapi pengacara Muchdi berkukuh Budi Santoso harus dihadirkan ke sidang.

Keterangan Budi Santoso sangat menentukan nasib Muchdi. Dialah penghubung Pollycarpus dengan Muchdi. Di antaranya, dia pernah dimintai tolong Polly mengoreksi surat yang kemudian dikirim ke Garuda, diminta Muchdi menyerahkan duit ke Pollycarpus, juga menelepon untuk mengetahui keberadaan Pollycarpus.

Kepada penyidik, Budi Santoso mengaku pernah diberi tahu Pollycarpus: ”Pak, saya mendapat tugas dari Pak Muchdi untuk menghabisi Munir.” Ketika itu, di ruang kerja Budi juga ada Kapten Kawan, prajurit Komando Pasukan Khusus yang ditugasi sebagai anggota staf logistik Badan Intelijen Negara. Budi mengaku menjawab perkataan Pollycarpus pendek saja, ”Oh, iya?”

Menurut Budi, Pollycarpus menghubunginya pada 6 September 2004. Sang pilot menyatakan akan ke Singapura bersama-sama Munir. Sehari kemudian, menurut Budi, Pollycarpus meneleponnya kembali untuk mengabarkan ia telah pulang. ”Saya mendapatkan ikan yang besar di Singapura,” kata Pollycarpus seperti dikutip Budi Santoso kepada polisi.

Ikan besar itu adalah Munir. Ia tewas diracun di langit Rumania, dalam perjalanan Singapura-Amsterdam. Serangkaian konspirasi tingkat tinggi ini masih akan menjadi bahan perdebatan di sidang. Jaksa kabarnya telah menyiapkan bukti penting: rekaman pembicaraan sejumlah petinggi Badan Intelijen Negara pada 2004. Lagi-lagi, ini juga buah teknologi informasi.

Budi Setyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus