Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ingin Buat Antiseptik dari Cuka, Begini Caranya

Mewabahnya COVID-19 membuat cairan antiseptik dan disinfektan diburu banyak orang. Anda bisa membuatnya sendiri dengan bahan cuka.

21 Maret 2020 | 21.34 WIB

Ilustrasi cuka putih. shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi cuka putih. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu upaya mencegah penularan COVID-19 selain social distancing adalah dengan penyemprotan cairan disinfektan. Profesor Arif Sumantri, Ketua Umum Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), mengatakan disinfeksi merupakan upaya membunuh mikroorganisme dari benda mati dengan disinfektan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, inti dari disinfeksi adalah menghilangkan mikroorganisme, baik melalui proses fisika atau kimia. Namun, ada perbedaan jika disinfeksi itu menggunakan antiseptik yang fungsinya menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Dan keluarga dapat secara mandiri melakukan upaya pencegahan dengan disinfeksi dengan membuat cairan disinfektan sendiri di rumah," ujarnya.

Menurutnya, langkah sederhana untuk pembuatan disinfektan itu dapat dilakukan dengan pemanfaatan cuka atau cairan masam dan bahan baku lain.

“Dengan memanfaatkan setengah cangkir cuka, dengan setengah gelas air, ditambah dengan 12 sampai 24 tetes minyak esensial, seperti kayu manis, cengkeh, kayu putih, dan jeruk nipis, maka ini akan menjadi sebuah disinfektan, yaitu antiseptik,” tutur Arif.

Cara membuat disinfektan tersebut dapat dilakukan dengan mencampurkan beberapa bahan tadi lalu kocok dalam botol penyemprot. Jangan lupa memberi label sebagai tanda aman dan menyimpan di tempat yang jauh dari jangkauan anak-anak.

"Setelah membuat disinfektan, kita dapat menyemprotkan ke permukaan benda, seperti gagang pintu atau permukaan meja. Namun, kita perlu melakukan pembersihan klinik dengan tujuan benda yang akan disemprotkan bersih dari debu. Setelah dibersihkan, baru kemudian bilas. Kemudian dibersihkan dan dibilas dengan lap microfiber,” jelas Arif.

Meskipun begitu, Arif mengingatkan setelah disinfeksi dilakukan, yang tidak kalah penting budaya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti rajin mencuci tangan dengan sabun serta membuat sanitasi yang baik.

Apabila disinfeksi sudah dilakukan tetapi PHBS tidak diterapkan dan sanitasi buruk, maka proses pembersihan mikroorganisme itu tidak akan efektif karena dapat kembali hadir baik karena pertumbuhan atau ada pembawa yang menempelkannya.

Alasannya, setelah disinfeksi dilakukan tetap akan ada ancaman mikroorganisme seperti di benda-benda mati akan sering dipegang tangan banyak orang dan bisa terkena percikan droplet bersin atau batuk.

"Ada satu hal yang perlu diketahui, yaitu sanitasi. Apapun lingkungannya tidak efektif jika sanitasi tidak baik. Pada benda mati itu tidak terlihat jika menjadi tempat melekat mikroorganisme, saling menempel tangan atau droplet," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus