Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Adityo Susilo, menjelaskan perbedaan demam karena gejala DBD (Demam Berdarah Dengue), tipes, dan malaria. “Ini lumayan sulit karena gejalanya sama-sama demam,” kata dia dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan, salah satu gejala DBD adalah demam tinggi yang muncul mendadak. Selain itu, pasien DBD juga mengalami sakit kepala hebat, mata berat, nyeri otot, lemas, mual, dan nyeri ulu hati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala ini berlangsung selama tiga hari. Ini merupakan fase awal di mana virus sedang aktif. Begitu demam turun, tubuh masuk ke fase kritis karena antibodi mulai terbentuk dan sifatnya lebih destruktif.
“Proses perlawanan menjadi semakin hebat dan risiko syok dan pendarahan akan meningkat. Ini akan berlangsung tiga hari, tapi beberapa kasus bisa extend,” ujar Adityo.
Pada akhir fase kritis, demam bisa muncul lagi meski tidak setinggi di awal. Kemudian masuk ke fase penyembuhan.
Sementara itu, gejala demam pada tifus tidak terjadi mendadak seperti DBD. Pada penyakit tifus, demam muncul secara bertahap di mana dari hari ke hari semakin tinggi.
Menurut Adityo, demam karena tifus memiliki pola terbalik. Artinya, akan lebih tinggi saat malam dibandingkan pagi atau siang. Pasien tifus juga sering mengeluh sembelit, susah buang air besar, atau diare.
Sementara itu, malaria memiliki gejala khas yang disebut trias malaria. Trias malaria terdiri dari tiga tahap, yaitu cold stage di mana pasien menggigil hebat, hot stage atau fase demam tinggi, dan sweating stage atau saat demam berangsur turun dan pasien sangat berkeringat.
Tidak seperti demam pada DBD dan tipes, demam malaria akan turun sendirinya meski tanpa obat.
Itulah beberapa perbedaan demam pada DBD, tipus, dan malaria. Meski gejala yang mengiringi demam berbeda pada tiap penyakit, coba konsultasikan dengan dokter supaya mendapat diagnosis dan perawatan yang tepat.
AMELIA RAHIMA SARI