JALAN Jagorawi diresmikan beroperasi oleh Presiden Soeharto
Maret 1978. Bulan-bulan pertama itu, gangguan penduduk berupa
barikade batu, bambu dan halangan lain yang dipasang di jalan,
bukan main. Pagar kawat (tidak berduri) yang memisalkan jalan
dengan perkampungan di kiri-kanan jalan itu sering dirusak. Pagi
hari diperbaiki, siangnya sudah bobol kembali.
Satuan polisi yang menggunakan anjing pelacak dikerahkan untuk
mengamankan jalan bebas hambatan yang pertama di Indonesia itu.
"Tripida" setempat dipanggil, diberi indoktrinasi, tentang
bahaya menyeberangi jalan Jagorawi.
Hasil pelacakan dan penyuluhan lewat orang-orang penting di
daerah itu lumayan. Anjing pelacak berhasil menangkap siapa yang
memasang barikade batu di jalan. Mereka diinterogasi. Apa jawab
mereka? "Ingin melihat keramaian. Tak ada maksud apa-apa dari
itu," kata pejabat Jasa Marga yang mengkelola Jagorawi.
Jagorawi memang belum beroperasi seluruhnya: Baru 28 Km --
Cililitan sampai Citeureup (Cibinong). Rencananya, kalau
seluruhnya sudah selesai di tahun 1979 ini, panjang Jagorawi 58
Km (Jakarta- Bogor- Ciawi). Sekarang baru ada 1 pintu gerbang
yang berfungsi untuk menarik karcis masuk Jagorawi. Baik
pengumpul tol, teknisi, operator maupun patroli pemeliharaan
bekerja 24 jam secara bergilir.
Menurut perhitungan, biaya lewat jalan tol lebih rendah
dibandingkan dengan jalan biasa. Karena ada keuntungan waktu,
pengiritan bensin, olie, rem, ban. Meskipun untuk itu dikenakan
biaya lewat Rp 300 untuk mobil di bawah 2 ton dan Rp 500 untuk
yang di atasnya.
Tidak sedikit orang yang berusaha menembus jalan tol itu dengan
gratis. Ada yang mengaku tidak punya uang lalu menitipkan jaket
atau melemparkan kaca matanya kepada petugas di pintu gerbang.
Ada juga yang langsung saa menyeruduk. "Jangan coba-coba jadi
jagoan, pasti tertangkap karena kami dilengkapi radio VHF," kata
Eko Tjahyono seorang petugas patroli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini