Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Setelah bisik-bisik itu

Pungutan dana kompensasi ekspor kayu hitam di sul-teng akhirnya diungkapkan disidang dprd. ada yang berpendapat bila mengungkap masalah perkayuan di daerah ini sama dengan melibatkan beberapa pejabat. (dh)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUNGUTAN dana kompensasi ekspor kayu hitam di Sulawesi Tengah akhirnya dibicarakan. Agak mengejutkan juga. Sebab pungutan yang sudah berlangsung sejak awal masa jabatan bekas Gubernur AM Tambunan dan telah disahkan DPRD, selama ini hanya dibicarakan secara berbisik-bisik. Tak pernah seorang anggota DPRD pun berani mengungkapkannya di persidangan dewan itu. Ada yang berpendapat karena bila (waktu itu) mengungkap masalah perkayuan di daerah ini akan sama dengan melibatkan pribadi beberapa pejabat. Baik langsung maupun hanya menyangkut keluarga si pejabat. Dan ketika Menteri Dalam Negeri Amirmachmud September lalu melantik Gubernur Munafri SH ia mengingatkan bahwa seorang gubernur "bukan maharaja diraja yang bisa mendiktatori wilayahnya" (TEMPO 14 Oktober 1978). Ucapan ini memang tidak jelas ditujukan kepada siapa, tapi bisik-bisik di luaran semakin keras bahwa memang ada yang tak beres dalam masalah perkayuan di daerah ini. Sampai akhirnya beberapa anggota DPRD berbicara di depan sidang dewan pertengahan bulan lalu. Yaitu ketika pihak Pemda memberi keterangan tentang masalah perkayuan inidi depan sidang paripurna dewan. Kisman Jodjodolo dari Fraksi PDI misalnya mengeritik cara-cara pemerintah daerah selama ini dalam memberi konsesi kepada perusahaan-perusahaan. "Tidak melihat segi bonafiditas, tapi lebih mirip memilih klik, " kata Kisman. Karena itu fraksi ini mengusulkan agar perusahaan yang tidak menunjukkan aktifitas mengolah kayu dicabut haknya sebagai pemegang HPH. Kisman juga menyinggung kekaburan angka-angka pendapatan daerah dari sektor perkayuan ini. Dikatakan pendapatan Rp 700 juta lebih dari kayu selama ini tak jelas penggunaannya dalam APBD. Dari aksi PPP juga hampir sama keras. Tapi kedua fraksi ini akhirnya menerima baik keterangan Gubernur Sulawesi Tengah tentang kompensasi/pungutan dan pemberian izin pengusahaan hutan itu. Pungutan itu tetap dilanjutkan. Tak lupa kedua fraksi ini menambahkan beberapa catatan. Dalam catatan itu antara lain diminta agar kebijaksanaan mengenai hutan dan perkayuan tetap mematuhi SK Menteri Pertanian tentang ketentuan pengusahaan hutan. Apakah saran ini akan dilaksanakan atau tidak, tak jelas. Tapi agaknya hal ini dikemukakan karena terbukti telah beberapa kali terjadi kecerobohan dalam memberikan rekomendasi HPH kepada beberapa perusahaan. Misalnya ada sebuah perusahaan yang mendapat konsesi di sekitar Danau Lindu kemudian dibatalkan karena ternyata status arealnya termasuk hutan lindung. Sebaliknya, pada kesempatan lain Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah menambah areal hutan produksi menjadi hampir 1 juta hektar lebih luas dari ketentuan semula. Entah dari mana tambahan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus