Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kisah Baron Von Duren

Baron dari Desa Duren, Jerman, hartawan yang takut tidak dihormati lagi setelah dia meninggal. Pemimpin gereja katedral Koln membuat patungnya sejajar dengan pemimpin gereja lainnya, tapi dikerangkeng.

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sebuah bukit di tepi Sungai Rein, adalah sebuah katedral yang dipersembahkan kepada St. Pieter. Katedral itu sekarang tersohor dengan nama Katedral Koln. Karena letaknya di jantung kota Koln. Menara-menara yang menjulang tinggi, lonceng yang berdentang menggema dan kemegahan arsitekturnya merupakan simbul kebesaran bangsa Jerman. Apa]agi pada ukuran abad pertengahan. Sesungguhnyalah, jerih payah bangkitnya bangsa Jerman yang perkasa itu, disimbulkan oleh ketabahan membangun satu gereja yang memakan waktu kurang lebih lima abad lamanya itu. Dari abad ke-13 sampai abad 19, katedral itu ditekuni. Proses berdirinya sampai menjadi bentuk yang sekarang, menyaksikan jatuh bangunnya sejarah perjoangan bangsa Jerman, dari jaman ke jaman. Untuk menghormati jasa mereka yang mengerahkan usaha pembangunan itu, sejumlah pimpinan gereja yang meninggal semasa pembangunan Katedral, dimakamkan di samping altar. Mereka diakui sebagai simbul, yang menyalakan semangat generasi penerus untuk menjamin tetap berkibarnya panji-panji kebesaran bangsa. Mukti Alkisah, adalah seorang pelaga dari desa Duren, di Jerman. Gagah, perkasa dan menjadi kaya raya karena kekuasaannya. Dengan kewenangannya sebagai pelaga, ia menguasai dan membebaskan tanah yang amat luas di bagian selatan Jerman. Tetapi Baron von Duren toh risau tentang mati. Ia tahu rakyat dan teman-temannya sekarang sujud sambil menjilat sepatunya. Tetapi apakah setelah mati, ia masih akan dihormat, disanjung dan dipuja seperti sekarang? Manakala ia ingat mati, ditengoknya bukit megah di tepi Sungai Rein itu. Bukan main, desisnya. Tanpa diperintah tanpa dicambuk, tanpa ditakut-takuti, rakyat setiap minggu bahkan setiap hari berbondong-bondong ke Katedral Koln. Baron von Duren memperhatikan betul mereka itu benarbenar sujud, mereka benar-benar menyembah dan mereka menyanyikan puji-pujian di depan altar. Di samping adegan sembah itu, terbaring jasad dan patung pemimpin-pemimpin gereja. Ah, alangkah muktinya sang biarawan yang dikubur di samping altar itu, fikir sang Baron. Sudah matipun, masih dihormati dan disembah orang. Itulah yang dikehendaki juga oleh Baron von Duren. Maka ia pun mengambil ketetapan, kelak bila harus mati, ia harus sejajar dengan para biarawan. Agar setiap minggu, setiap hari rakyat tetap menyembahnya, mengaguminya biarpun sudah mati. Untuk itu, biaya apapun ia akan bayar. Kewajiban apapun akan ia penuhi. Tekadnya bulat, tidak ada setan maupun malaikat yang boleh menghalanginya. Waktu niatan itu disampaikan mereka yang "baurekso" bukit, kalangan gereja kaget dan tertegun. Apakah tempat suci ini akan dibiarkan "dicemari" oleh terbaringnya pelaga dari Duren itu? Bagaimana bakal reaksi para jemaah? Apa pakaian sang pelaga, bila patungnya musti dibuat untuk dibaringkan sejajar pemimpin gereja di katedral ini? Namun, bila permintaan itu tidak hendak diluluskan, bagaimana caranya, hanya dengan kitab suci, tasbih, jubah dan tongkat, biarawan bisa menolak kehendak sang Baron dengan gemerincing pedangnya? Kurang jelas bagaimana prosesnya, tetapi benar kini di sebelah kanan altar Katedral Koln terbaring jasad dan patung Baron von Duren. Tidak berjubah seperti patung biarawan yang ada di kiri altar, sang Baron berseragam perang dalam gereja. Tangannya tidak menyembah, memegang tasbih atau kitab suci, tetapi siaga berperang pada gagang pedang yang kemilauan. Kakinya tidak berpijak pada mimbar bertatahkan inskripsi kutipan ayat suci, melainkan ditopang oleh dua ekor anjing penjaga. Lebih dari itu semua, patung von Duren dikerangkeng jeruji besi yang amat kokoh. Konon pagar besi itu dibuat agar jasad dan patung sang pelaga tidak diangkat dan dibuang ke Rein oleh jemaah, karena alasan yang mudah diduga. Makam berkerangkeng Baron von Duren sampai kini masih terbaring di sebelah altar Katedral Koln. Utuh, terpelihara. Tetapi setiap rakyat Jerman menempatkan hikmah makam itu tetap pada proporsi sejarahnya. Koln 6 Juni 1978.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus