Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak warga takut memeriksakan kesehatan ke rumah sakit. Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) mengajak masyarakat untuk tidak takut berobat ke rumah sakit di tengah pandemi COVID-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Masyarakat hendaknya berdamai dengan pandemi dan kita perlu ikuti aturan tambahan yang ada di rumah sakit. Kami minta masyarakat tidak takut berobat ke rumah sakit,” ujar Ketua Bidang Advokasi Kopmas, Yuli Supriati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada saat pandemi terdapat beberapa aturan tambahan dalam pelayanan di rumah sakit yaitu adanya surat persetujuan yang harus ditandatangani, seperti apabila pasien terindikasi COVID-19 meninggal, maka pemusalaran jenazah akan dilakukan dengan protokol COVID-19. Selain itu, ketika pandemi ruangan UGD di rumah sakit ditambah ruangan khusus atau isolasi untuk pasien. Yuli pun menegaskan kembali untuk tidak takut berobat ke rumah sakit, apalagi ketika keadaan sedang mendesak.
“Memang saya temukan beberapa rumah sakit rujukan khususnya, protapnya memang seperti itu. Jadi, ketika pasien tersebut masuk, lalu diskrining dan kemudian diperiksa ulang, lalu keluarganya dipanggil untuk menandatangani surat jika pasien memiliki keadaan yang buruk dalam jangka waktu 14 hari dan meninggal, maka pasien tersebut dianggap COVID-19,” jelas Yuli.
Yuli menambahkan semua pihak harus mencari solusi dan mempertemukan bagaimana protap yang sudah diatur oleh Kemenkes, khususnya di nomor 413 dan 446 tahun 2020 agar masyarakat juga tugas kesehatan tidak merasa khawatir akan isu itu. Ketua Umum PB IDI, Daeng Mohammad Faqih, mengatakan ada prosedur yang dikeluarkan oleh Kemenkes yang menyatakan ada dua cara mendiagnosis COVID-19.
“Di dunia medis, diagnosis pada penyakit itu ada yang namanya diagnosis klinis, ada diagnosis laboratorium,” sebut Daeng.
Daeng menjelaskan diagnosis klinis dilakukan jika gejala-gejala yang ditimbulkan mendukung ke arah penyakit tersebut. Sedangkan diagnosis laboratorium berdasarkan hasil laboratorium.
“Jadi, menurut protap universal atau yang dianut seluruh dunia, kalau secara gejala positif kemudian PCR-nya belum ada, ini sudah termasuk kategori positif COVID-19. Jika meninggal karena COVID-19, maka harus diurus sesuai protokol COVID-19,” jelas Daeng.
Hal ini yang membuat isu rumah sakit “meng-COVID-kan” pasien mencuat, padahal menurut Daeng tidak. Apa yang dilakukan pada pasien adalah dirawat dengan gejala-gejala yang ada, yang merujuk prosedur COVID-19, meskipun hasil lab belum keluar.
Kasubdit Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Dr. Nani Widodo, mengatakan rumah sakit selalu berupaya agar pasien tidak tertular COVID-19.
“Rumah sakit juga selalu berupaya untuk mencari cara agar pasien, petugas kesehatan, tidak saling menularkan COVID-19,” tutur Nani.
*Konten ini merupakan kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.