Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Kawa Daun, Menyeruput Daun Kopi di Padang Panjang

Kawa daun bukan kopi biasa. Minuman khas Sumatera Barat itu terbuat bukan dari biji kopi, melainkan daunnya.

26 Maret 2018 | 15.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Padang Panjang – Kawa daun bukan kopi biasa. Minuman khas Sumatera Barat itu terbuat bukan dari biji kopi, melainkan daunnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi masyarakat asli Minangkabau, kawa daun adalah wedang yang istimewa. Pasalnya, ketika menyeruput secangkir kawa daun, mereka bukan cuma merayakan kenikmatan, tapi juga sejarah.

Lihat juga: Bermodal Sofa Bekas, Pemuda Ini Sukses Bikin 11 Kafe Kopi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini berkaitan dengan cerita masa lampau Sumatera Barat, yang pada masa kolonial, menjadi lumbung penghasil kopi terbesar. Kala itu, biji-biji kopi atau bean yang ditanam oleh petani lokal dikirim ke Belanda. Masyarakat asli, yang menjadi petaninya, tak kebagian hasil panen mereka sendiri.

Penduduk lantas menyeduh daunnya sebagai pengganti kopi. Sebab, hanya daun yang bisa mereka nikmati. Budaya minum kopi dari daun ini lalu berkembang dan menjadi kebiasaan.

Kini, kopi kawa daun menjadi minuman yang dicari-cari. Konsumsinya bukan lagi terbatas untuk masyarakat lokal. Sebab, keberadaannya bisa ditemukan di beberapa tempat di Sumatera Barat. Misalnya di dekat Kelok Sembilan, yakni di jalan utama Bukittinggi menuju Payakumbuh. Bisa juga dijumpai di Padang Panjang, tepatnya di Kota Baru, Padang Panjang, di tepi jalan yang menghubungkan Kota Padang dan Bukittinggi.

Baca juga: Kopi Indonesia Berjaya di Pameran Pariwisata Dunia di London

Di Kota Baru, terdapat beberapa penjaja kopi kawa daun. Pedagang yang kebanyakan berasal dari Batu Sangkar, Sumatera Barat, ini membuka lapak-lapak dagangannya di warung kayu sederhana.

Desember lalu, Tempo berkunjung ke Kota Baru, Padang Panjang, dan mengunjungi salah satu warung. Yakni Pondok Lamang Kawa Daun Pangeran milik Deny. Dalam perjalanan mencicipi kawa daun, sejumlah penduduk lokal menemani untuk memandu cara meminum wedang khas itu.

Kopi kawa daun disajikan dengan batok kelapa. Cara minumnya seperti menyeruput sop. Adapun dari penampakannya, sekilas tak ada bedanya kopi kawa daun dengan seduhan teh. Warnanya kecokelatan, hanya lebih pekat.

Penyeduhannya pun mirip dengan cara membuat teh, yakni daun kopi kawa daun direbus di dalam air mendidih. Uniknya, kawa daun diseduh di dalam kuali yang terbuat dari tanah dan dipanaskan menggunakan perapian tradisional.

Kopi kawa daun memiliki rasa yang sepat. Namun, memberi efek yang segar bagi tubuh. Bila tak suka sepat, pengunjung bisa meminta penjaja menambahkan susu, bahkan telur. Di tengah hawa dingin dataran tinggi Padang Panjang, kawa daun menghangatkan tubuh secara alami.

Untuk teman minum, Deny menyediakan lemang. Lemang adalah ketan yang dimasak di dalam bambu. Setelah masak, lemang disantap bersama durian Sumatera. Perpaduan lemang, durian Sumatera, dan kopi kawa daun menghasilkan rasa yang nano-nano.

Secangkir kawa daun dijual seharga Rp 4.000. Bila ditambah dengan susu, harganya Rp 6.000, sedangkan dengan telur Rp 9.000. Adapun lemang dijual Rp 15 ribu dan durian Rp 50 ribu per buah. Lemang dan durian bisa disantap untuk 5 orang.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Lihat juga video: Sarjana Komputer yang Menemukan Trend Bisnis Kopi

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput untuk kanal ekonomi dan bisnis di Tempo.co.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus