Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Selepas masa pandemi Covid-19, kelas dan les gimnastik makin diminati masyarakat.
Banyak klub senam muncul di berbagai kota, tak sedikit yang membuka kelas pelatihan di mal.
Induk organisasi senam berharap tren itu menjadi sinyal positif bagi masa depan perkembangan dan prestasi olahraga ini.
PERSENTUHAN Aang Wahyu Ariesta Sari dengan dunia gimnastik terjadi tanpa direncanakan. Semua bermula dari pandemi Covid-19 pada 2020. Ibu 36 tahun ini berusaha mencari cara agar putrinya bisa terus aktif selama masa lockdown. Ia membeli wall climbing mini untuk dipasang di rumah agar anaknya bisa menyalurkan energi saat “terkurung” di dalam rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ternyata wall climbing tersebut tak cukup memuaskan anak pertamanya, Azalea Meutia Wahyu Kirana, yang kala itu berusia 7 tahun. Kirana seperti masih merasa kurang aktivitas. Saat bermain, ia kerap melakukan roll depan di atas kasur. “Kirana tidak berhenti jumpalitan di kasur atau bahkan manjat-manjat,” kata Aang kepada Tempo, Rabu, 15 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kirana kemudian menemukan video-video menarik tentang kelas gimnastik di media sosial. Ia meminta diikutkan les senam seperti itu. “Saya sebelumnya tidak tahu apa-apa soal gimnastik. Tapi, karena anak minta, saya carikan tempat les yang paling dekat dengan rumah saja,” ujar Aang, yang berprofesi kreator konten sekaligus jurnalis.
Kirana didaftarkan di Fast Gym Artistic Gymnastics Club, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kini ia sudah tiga tahun menjalani les gimnastik di sana. Karena sering melihat Kirana aktif berlatih, adiknya, Masayu Rinjani Maheswari, yang berusia 7 tahun, mulai ikut klub olahraga tersebut pada tahun lalu.
Aang senang melihat antusiasme kedua anaknya menjalani latihan gimnastik. Kedua putrinya itu juga sudah mengikuti berbagai lomba. Mewakili klub, mereka bertanding di kompetisi setingkat kota di Tangerang, Banten; dan Bandung, Jawa Barat, juga di level nasional dalam Indonesia Open Gymnastic 2024. Kirana bahkan pernah mengikuti SS Asian Gymnastic Club Tournament 2024 di Hong Kong, Cina.
Beberapa kali Kirana dan Masayu meraih medali emas, juga pernah mendapatkan perak dalam kompetisi yang diikuti. Tapi Aang menekankan, gelar juara bukan incaran pokok. “Mengikuti kompetisi itu yang mau saya latih mentalnya. Medalinya bukan yang utama. Yang penting mereka perlu juga belajar gagal,” ucapnya.
Kirana, yang makin sering mengikuti kompetisi, kini berlatih gimnastik tiga kali dalam sepekan. Sedangkan adiknya baru dalam tahap pengenalan olahraga dan hanya berlatih sekali dalam sepekan. Aang juga aktif terlibat. Melalui pendampingan pelatih, ia diminta mengontrol asupan gula dan karbohidrat anaknya. Ia pun mempelajari teknik dan ragam penilaian yang harus diraih anaknya dalam cabang olahraga itu.
•••
OLAHRAGA gimnastik kian naik daun. Makin banyak orang tua seperti Aang Wahyu Ariesta Sari yang memasukkan anak mereka ke tempat les olahraga ini. Klub senam pun bermunculan di berbagai kota di Indonesia. Beberapa klub bahkan membuat kelas pelatihan di mal.
Ketua Umum Persatuan Senam Indonesia (Persani) Ita Yuliati mengatakan, dalam lima tahun terakhir, makin banyak klub hadir untuk memfasilitasi anak-anak belajar gimnastik. Ada yang sekadar untuk rekreasi, ada pula yang serius mencari bibit atlet. “Kebanyakan klub itu dibentuk oleh mantan atlet gimnastik,” kata Ita saat dihubungi Tempo, Senin, 20 Januari 2025.
Indikasi lain meluasnya gimnastik terlihat dari peningkatan jumlah peserta kompetisi senam antarklub yang diselenggarakan Persani, Indonesia Open Gymnastic. Saat pertama kali kompetisi digelar pada 2022, baru ada 350-an peserta dalam satu disiplin gimnastik, yaitu artistik. Jumlah peserta bertambah menjadi 900-an dengan penambahan disiplin aerobik dan ritmik pada edisi 2023.
Kelas gimnastik di Gavrila Gymnastics, Kelapa Gading, Jakarta, 16 Januari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Dalam Indonesia Open Gymnastic 2024, jumlah peserta kembali naik menjadi 1.300. Disiplin yang dilombakan pun meningkat menjadi lima: artistik, aerobik, ritmik, trampolin, dan parkur. “Jumlah peserta kami tidak hanya berasal dari klub besar, yang kecil pun banyak,” tutur Ita.
Pamor gimnastik, menurut dia, makin terangkat setelah Rifda Irfanaluthfi menjadi atlet senam Indonesia pertama yang tampil di Olimpiade Paris 2024.
Peningkatan minat mengikuti kelas gimnastik juga terlihat di Gavrila Gymnastics, yang terletak di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Eva Novalina Butar-Butar, pendiri Gavrila, merasakan peningkatan terjadi seusai masa pandemi Covid-19, terutama untuk kelas kinder, kategori anak usia 3-5 tahun. Sebelum masa pandemi, Gavrila hanya memiliki satu kelas kinder dalam sepekan dengan satu kelompok rasio guru-murid. Namun, selepas masa pandemi, kelas itu diadakan setiap hari dengan dua kelompok rasio guru-murid di ketiga cabang klub.
Peminat kelas kinder masih menjadi yang terbanyak di Gavrila. Karena banyak permintaan, mereka juga membuka kelas toddler, untuk anak usia 18 bulan hingga 3 tahun. Rasio guru-murid di Gavrila adalah satu pelatih menangani lima-tujuh murid di kelas reguler. Eva cukup ketat dalam menjaga rasio itu. “Yang dilatih ini anak, yang pengawasannya harus tinggi. Jangan hanya pikirkan kuantitas karena risiko cedera olahraga ini tinggi sehingga keamanan perlu diutamakan,” katanya.
Kelas gimnastik di Gavrila Gymnastics, Kelapa Gading, Jakarta, 16 Januari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Minat mengikuti kelas senam meningkat, menurut Eva, karena makin banyak orang tua yang sadar akan pentingnya anak bergerak. Banyak orang tua mengeluh karena anak mereka jarang berolahraga dan lebih sering bermain gadget. “Anak sekarang banyak yang mengalami kendala ketika disuruh lompat tali atau bahkan lari. Fisik mereka lemah sekali dibanding kami yang dulu lincah karena sering bermain di luar rumah,” ucap Eva, mantan atlet yang menyandang julukan Legenda Senam Artistik Indonesia.
Olahraga gimnastik, menurut Eva, bisa menjadi salah satu solusi untuk melatih otot anak. Di Jepang, Cina, dan Rusia, gimnastik menjadi salah satu olahraga wajib bagi anak hingga usia 10 tahun. Olahraga ini dianggap komplet karena bisa melatih semua otot pada anggota tubuh anak. Selain itu, anak diajak mengasah kecepatan, fleksibilitas, kelenturan, dan kelincahan. “Semua unsur itu ada pada gimnastik. Karena itu, selain atletik dan renang, gimnastik masuk kategori mother sport,” ujarnya.
Teknik yang diajarkan dalam gimnastik bisa juga menjadi dasar untuk cabang olahraga lain. Karena itu, tidak jarang atlet wushu atau bela diri lain berlatih gimnastik untuk membantu performa mereka. Sebaliknya, atlet gimnastik bisa mudah berpindah cabang olahraga karena sudah memiliki dasar. “Di luar negeri, ketika siswa sudah memiliki teknik dasar gimnastik, pada usia 10 tahun mereka dibolehkan mendalami cabang olahraga lain sesuai dengan keinginan masing-masing. Bisa ke basket, sepak bola, atau olahraga bela diri,” kata Eva.
•••
DOKTER spesialis kedokteran olahraga Andhika Respati mengatakan gimnastik sangat baik dikenalkan sedini mungkin, bisa pada usia 5-6 tahun. Olahraga ini melatih kelenturan. Makin muda seseorang, makin lentur badannya. Walau begitu, dia menyarankan anak juga diajari cabang olahraga lain sejak dini, seperti lari atau renang, sehingga kekuatan jantung mereka meningkat. “Kebugaran anak menjadi lebih paripurna,” ujar dokter yang biasa disapa Dhika ini.
Dhika juga mengingatkan bahwa anak usia 5-6 tahun sebaiknya tidak dituntut selalu menang dalam kompetisi. Pada usia itu, anak perlu mengenal lebih dalam berbagai cabang olahraga. Masalahnya, ia melihat makin banyak orang tua yang menginginkan anak mereka berlatih terus-menerus demi mendapatkan gelar juara.
Para pengelola kelas gimnastik menyadari ada kecenderungan itu. Menurut Eva Novalina Butar-Butar, pendekatan dan penyadaran masih perlu dilakukan kepada para orang tua. “Masih banyak yang menuntut anaknya menjadi juara dalam kompetisi. Ada pula orang tua yang minta agar anaknya segera naik level, padahal pelatih menilai belum waktunya,” ucapnya.
Pelatih senam artistik putri, Eva Butar Butar, di Gavrila Gymnastics Kelapa Gading, Jakarta, 16 Januari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Eva menekankan, di kelas gimnastik, anak-anak tak hanya diajari teknik senam. Gavrila Gymnastics, misalnya, mengajarkan tiga hal utama di kelas gimnastik, yaitu respect (hormat), excellence (keunggulan), dan friendship (persahabatan). Selain berlatih dengan sungguh-sungguh, anak-anak dituntut saling menghormati dan didorong menjalin persahabatan.
Head Coach Fast Gym Artistic Gymnastics Club Sepri Haryadi juga selalu menekankan pentingnya proses bagi siswa mereka. Dalam menjalaninya, anak-anak bisa memetik manfaat lain untuk keseharian mereka. “Anak pun jadi belajar bagaimana berdisiplin mengelola waktu. Gelar juara itu bonus, yang penting proses yang dijalankan,” kata atlet nasional pada 1991-2008 tersebut.
•••
LES gimnastik tidak murah. Aang Wahyu Ariesta Sari merasakan hal itu. Untuk biaya anaknya, Azalea Meutia Wahyu Kirana, yang berlatih tiga kali dalam sepekan, dia harus mengeluarkan Rp 1,75 juta per bulan. Sedangkan biaya untuk adik Kirana, yang berlatih sepekan sekali, Rp 600 ribu tiap bulan. Ketika anaknya mengikuti lomba, Aang juga harus memikirkan uang pendaftaran, biaya akomodasi, dan biaya coach-sharing. “Belum lagi harga baju anak-anak,” katanya.
Karena itu, Aang membatasi les keterampilan untuk anaknya. Les lain, seperti bermain piano atau berlatih taekwondo, tidak diikuti dulu. Ia meminta anak-anaknya serius menekuni gimnastik. “Nanti dulu, ya, anggaran Mama sudah habis,” ujar Aang mencontohkan ucapannya kepada anaknya.
Head Coach Fast Gym Artistic Gymnastics Club Sepri Haryadi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 17 Januari 2025. Tempo/Charisma Adristy
Head Coach Fast Gym Artistic Gymnastics Club Sepri Haryadi menepis anggapan bahwa senam merupakan olahraga menengah-atas. Murid-murid Fast Gym berasal dari latar belakang ekonomi yang cukup beragam. Namun, dia mengakui, dibanding olahraga lain, gimnastik memerlukan berbagai peralatan dan lokasi khusus.
Olahraga gimnastik dibagi dalam beberapa kategori. Untuk pria ada senam lantai, kuda pelana, gelang-gelang diam, kuda lompat, palang sejajar, dan palang tunggal. Adapun untuk wanita ada senam lantai, kuda lompat, palang bertingkat, hingga balok keseimbangan. Semua kategori itu menuntut peralatan khusus, yang kemudian perlu ditempatkan di gedung yang luas dan berlangit-langit tinggi. Karena itu, modal penyelenggaraan kelas senam memang tidak kecil.
Eva Novalina Butar-Butar dari Gavrila Gymnastics menganggap iuran siswa sebagai bentuk komitmen anak terhadap pelatihan. Dulu ia mencoba memberikan beasiswa kepada beberapa bibit unggul yang diseleksi di sekolah-sekolah demi dididik menjadi atlet. Namun, karena fasilitas itu gratis, anak pun tidak memberikan komitmen yang baik. Latihan mereka bolong-bolong dan hasilnya tidak maksimal. Karena itu, Eva menilai adanya iuran bisa meningkatkan komitmen anak dalam latihan mereka.
•••
TANTANGAN lain dalam membuka kelas gimnastik untuk umum adalah keterbatasan sumber daya pelatih. Head Coach Fast Gym Artistic Gymnastics Club Sepri Haryadi berharap lebih banyak peluang pelatihan yang bisa diberikan induk organisasi senam kepada pelatih klub. Harapan itu direspons positif Persatuan Senam Indonesia. Ketua Umum Persani Ita Yuliati berencana memperbanyak pelatihan, juga mengundang pelatih asing untuk meningkatkan kapasitas pelatih klub di Indonesia.
Persani, kata Ita, juga sedang mengusahakan kehadiran hall dengan peralatan lengkap untuk pemusatan latihan nasional atau pelatnas atlet gimnastik. Ia berharap hall itu bisa menjadi tempat berlatih bagi bibit unggul dari klub. Selama ini pelatihan atlet gimnastik nasional masih dilakukan dengan meminjam sarana dan prasarana milik pemerintah daerah.
Head Coach Fast Gym Artistic Gymnastics Club Sepri Haryadi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 17 Januari 2025. Tempo/Charisma Adristy
Ita menambahkan, perhatian pemerintah makin meningkat terhadap olahraga gimnastik. Salah satunya terlihat dari dibolehkannya sebelas atlet gimnastik Indonesia berlatih di Jepang selama sebulan pada tahun lalu. Jumlah itu naik dari sebelumnya yang hanya dua orang. Dengan prestasi Rifda Irfanaluthfi yang lolos ke Olimpiade, bantuan pemerintah meningkat dengan signifikan. “Kalau dulu kami mau kirim pelatihan atlet saja sampai ngemis-ngemis,” ujar Ita.
Dengan perkembangan ini, ditambah makin tingginya minat masyarakat terhadap gimnastik, Ita berharap bisa lahir lebih banyak atlet unggulan yang membawa nama baik Indonesia di panggung dunia. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo