Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta menggelar pameran bertajuk Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta di Gedhong Sarangbaya Kompleks Kedhaton Keraton Yogyakarta pada 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. Digelar untuk memperingati ulang tahun penobatan Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X, pameran itu menyajikan berbagai diorama upacara adat yang selama ini digelar keraton, terutama berkaitan dengan fase daur hidup manusia Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan, Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebab setiap upacara adat yang diwariskan, dari ritual harian hingga peringatan besar keagamaan dan pemerintahan itu cermin harmoni kosmik dan tatanan sosial," kata Sultan di sela pembukaan pameran itu pada Jumat malam, 8 Maret 2024.
Sultan membeberkan upacara adat oleh Keraton Yogya bukan hanya dilihat sebagai peristiwa, melainkan cerita hidup yang dijalin dengan nilai-nilai estetis, filosofis, dan spiritual.
"Dalam semesta kehidupan, di mana harmoni dan keberkahan bersatu dalam doa dan perayaan, upacara adat menjadi medium suci untuk memohon keselamatan dan keberkahan universal," kata Sultan.
Tiga fungsi upacara adat
Upacara adat yang sampai saat ini masih dilaksanakan Keraton Yogyakarta, kata Sultan, mempunyai tiga fungsi yaitu spiritual, sosial dan pelestarian lingkungan fisik atau alam. Semua fungsi itu, mengerucut pada nilai utama yang dianut Keraton Yogya yakni Hamemayu Hayuning Bawono.
Eksisnya upacara adat di Keraton Yogya menjadi penanda bahwa di tengah tantangan zaman yang terus bergerak ke modernitas, masih ada ruang di mana nilai-nilai filosofis dan estetis dari masa lalu dapat terjaga dan terus menginspirasi generasi.
Dalam pembukaan pameran itu ditampilkan tarian Beksan Trunajaya yang merupakan mahakarya seni tari Yasan Dalem atau ciptaan Sri Sultan HB I. Karya itu untuk kali pertama dipentaskan secara utuh dalam satu repertoar setelah lebih dari 80 tahun absen, terakhir tercatat di arsip era Sultan HB VII pada 1938.
Beksan Trunajaya utuh terdiri dari Lawung Alit, Lawung Ageng, dan Sekar Medura. Penampilan tarian ini makin menarik dan seru karena melibatkan penonton atau berinteraksi selama berlangsung hampir dua jam tersebut.
Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta dapat dikunjungi pada jam operasional wisata keraton dengan HTM Rp 15 ribu untuk wisatawan domestik dan Rp 20 ribu bagi wisatawan mancanegara.
PRIBADI WICAKSONO