AGAKNYA "bayi tabung" semakin laku. Sejak tim FK UI yang diketuai dr. Enud Suryana menawarkannya awal tahun lalu, tercatat tak kurang dari 100 orang telah mendaftarkan diri. Dan jumlah ini dipastikan akan meningkat, setelah pekan lalu, Linda Sukotjo, salah seorang yang digarap tim, melahirkan bayinya dengan selamat. "Saya bersyukur, mudah-mudahan untuk seterusnya semua bisa berjalan baik," ujar dr. Enud, 44 tahun, ketua tim. Keberhasilan bayi tabung yang pertama itu -- sekalipun baru melalui metode GIFT -- lahir dari sebuah ikhtiar alih teknologi yang makan waktu tak kurang dari lima tahun. Pada tahun 1981, dr. Enud mendapat kesempatan menimba pengetahuan di Royal Women Hospital, Melbourne, Australia. Di luar dugaan, staf pengajar Endokrinologi Reproduksi ini mendapat tawaran belajar seluk-beluk teknologi bayi tabung. Kesempatan itu langsung disambarnya. Tahun berikutnya, tiba giliran dr. Ichramsyah A. Rahman, 40 tahun, terbang ke Melbourne. Rupanya, telah terjadi perkembangan besar dalam rekayasa pembuahan di luar rahim ini. Maka, "Kami beruntung, mendapatkan hal-hal baru," ujar dr. Ichramsyah, sejawat dr. Enud. Program serupa kemudian diikuti dr. Soegiharto, yang dalam tim menjadi ketua pelaksana, tiga tahun lalu. "Kami datang bergiliran, jadi perkembangan di sana bisa kami ikuti terus," ujar dr. Soegi. Kini tim dr. Enud berkekuatan empat dokter ahli. Sejak lima tahun lalu, tim ini mencoba memperkenalkan teknik bayi tabung di FK UI. "Pada mulanya, kami cobakan ke tikus," tutur Soegiharto. Berhasil. Tikus putih percobaan, menurut catatannya, memberikan respons positif terhadap obat-obat penyubur. "Tikus-tikus itu bisa menghailkan ovum dalam jumlah yang besar, setelah pemberian obat penyubur," tambah Soegiharto. Percobaan pengambilan sel telur, pematangan, transfer, semua dicobakan terlebih dahulu pada tikus. Tapi ketika hendak dipraktekkan pada pasien, tim pimpinan Enud ini memutuskan memilih teknik GIFT untuk tahap pertama. "GIFT ini satu anak tangga di bawah bayi tabung," kata dr. Enud. Untuk melangkah pada bayi tabung (IVF), memang, GIFT bisa dijadikan batu loncatan. GIFT akhirnya dipraktekkan mulai awal 1986 lalu. Dari 13 pasien yang mencoba, GIFT baru memberikan tiga kehamilan. Dua di antaranya mengalami keguguran. Baru Nyonya Linda itu yang berhasil. Tapi prestasi ini toh telah membangkitkan keyakinan tim untuk memulai mempraktekkan teknik IVF, sejak Juli tahun ini. "Nantinya, IVF dan GIFT jalan bareng-bareng," kata Enud Suryana. Proyek dr. Enud ini rupanya mendapat dorongan dari fakultas. Akhir tahun lalu, tim ini mendapat pengukuhan dari Dekan FK UI sebagai Tim Pengembangan Fertilitas dan Fertilisasi In Vitro, dan mulai menempati bangunan baru masih di hompleks FK UI Salemba, yang disebut Makmal (Lab) Imunoendrokrinologi. Begitu pentingkah proyek ini? "Sudah menjadi kerajiban dokter untuk membantu kesulitan pasien, termasuk kesulitan memperoleh keturunan," kata Prof. Asri Rasyad, Dekan FK UI. Maka kendatipun insidensi ketidaksuburan ini lebih kecil dibanding kasus-kasus infeksi, misalnya, Prof. Rasyad tetap memandang proyek itu penting. Walau demikian, jika proyek itu makan anggaran besar, "Prioritas anggaran tentu akan kami alokasikan ke riset penanggulangan penyakit akibat infeksi yang insidensinya tinggi," ujar Prof. Rasyad. Tim dokter Enud ini tak banyak menelan dana fakultas. "Mereka itu tim swadaya," ujar Prof. Rasyad. Pengadaan alat, bahan-bahan riset, dan kesempatan belajar ke luar negeri tak mengandalkan uluran tangan pemerintah. Beberapa peralatan yang ada di klinik dibeli dengan uang pribadi. Mikroskop yang berharga Rp 25 juta, ultrasonografi (USG) seharga Rp 80 juta, cawan dan tabung-tabung reaksi, serta bahan-bahan riset dibeli secara patungan oleh dokter-dokter itu. "USG kami beli secara cicilan," kata dr. Soegiharto tersenyum. Kendatipun telah keluar tenaga dan biaya riset, kata Prof. Rasyad, FK UI ini tak hendak menutup pintu bagi pakar perguruan tinggi lain untuk menimba pengalaman di Salemba. "Yang berminat silakan datang, kami siap membantu," kata dr. Teuku Jacob, salah seorang dari tim itu. Putut Tri Husodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini