KELAHIRAN bayi merupakan kejadian biasa yang jarang jadi berita. Tapi kelahiran bayi yang terjadi hari Selasa siang, 25 Agustus lalu, bukan cuma istimewa bagi pasangan Linda dan Slamet Sukotjo, orangtua sang jabang bayi. Juga menjadi berita, karena bayi yang lahir di RS Bersalin Bendungan Jago Kemayoran, Jakarta, itu merupakan bayi tabung bikinan Indonesia yang pertama. Bayi yang kemudian diberi nama Akmal ini bisa disebut "buatan lokal", karena bayi-bayi tabung sebelumnya diproses tidak seluruhnya di sini. Satu bayi, proses pembuahan sperma dan sel telur (fertilisasi) dilakukan di Australia, tapi proses kelahirannya terjadi di Jakarta. Sedangkan bayi tabung pertama Indonesia, Yuki Fithriyah, anak pasangan Farid Prawiranegara dan Sri Kadarsih, yang lahir 1982, seluruh proses termasuk kelahiran terjadi di Negeri Kanguru itu. "Senangnya bukan main, lihat nih si Jelek", ujar Linda, menimang jabang bayinya. Bayi lahir normal dengan berat 3,7 kilogram dan panjang 52 sentimeter. "Padahal, saya sudah takut kalau-kalau anak saya ini lahir nggak normal, sebab rasanya ketika hamil saya banyak minum obat," katanya. Bayi laki-laki istimewa itu lahir setelah sebuah proses berliku dilampaui. Pasangan Linda, 32 tahun, dan Slamet Sukotjo, 35 tahun, yang sudah memiliki putera berusia enam tahun suatu ketika diketahui mempunyai masalah dengan kandungannya. Menghadapi keadaan itu dr. Hasrul, ahli kandungan yang merawat Linda, mengkonsul tim Pengembangan Fertilitas dan Fertilisasi In Vitro (PFFIV) dari FK UI. Hasil pemeriksaan menunjukkan salah satu saluran indung telur Linda mengalami kerusakan akibat infeksi -- untung saluran yang satu lagi masih sehat. Maka, sel telur Linda yang lepas itu tak dapat dibuahi sperma suaminya. Linda dan Slamet berketetapan hati menempuh cara bayi tabung. Mereka beruntung karena tim bayi tabung FK UI yang dipimpin dr. Enud Suryana memang sedang melakukan percobaan ke arah sana. Eksperimen yang sampai kini masih terus menarik perhatian, bahkan mengundang berbagai kontroversi, itu ialah ikhtiar mempertemukan sel telur dan sperma di luar kandungan dan memasukkannya kembali ke dalam rahim setelah pembuahan terjadi. Sebenarnya, selama ini usaha membantu pasangan mandul telah dirintis sejak tahun 1940. Tapi baru menjadi kenyataan di tahun 1978. Tepatnya 25Juli 1978 dengan lahirnya bayi Louise Brown di Oldham, Inggris. Sejak itu, teknik pembuatan bayi tabung dikenal sebagai fertilisasi in vitro -- terminologi dalam bahasa Latin yang berarti "di dalam gelas ". Tetapi Fertilisasi In Vitro (FIV) -- yang dikenal pula sebagai teknik Step toe-Edwards, mengikuti nama-nama penemunya -- tidak segera tegak sebagai suatu metode, karena masih harus jatuh bangun menghadapi kegagalan. Hingga kini, tingkat keberhasilannya sampai bayi lahir -- hanya 10-15%. FIV masih terus dikembangkan sampai kini. Berbagai percobaan dilakukan untuk mengatasi besarnya persentase kegagalan teknik Step toe-Edwads itu. Salah satu metode yang ditemukan kemudian adalah GIFT (Gamete Intra Fallopian Transfer) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra-Tuba). Teknik yang tingkat keberhasilannya sekitar 35% inilah yang diterapkan pada Linda Sukotjo. Tim bayi tahung FK UI mengutarakan proses pemancingan sel telur (ovum) dan sperma pada FIV dan TAGIT pada dasarnya sama. Sel telur diambil dengan jalan memecahkan folikel (sarung ovum), menggunakan Laparscopy, alat yang memiliki lampu, kaca pembesar, dan penghisap. Alat inilah yang ditusukkan ke dalam perut sampai menembus ovarium (indung telur). Bisa juga digunakan semacam jarum yang dimasukkan melalui vagina dibantu alat monitor. Sementara itu, sperma, yang diperoleh dengan jalan masturbasi, dibersihkan dengan alat sentrifugal sehingga sperma yang sehat dan sperma yang pasti akan terpisah. Pada proses selanjutnya FIV dan TAGIT memiliki perbedaan yang prinsipiil. Pada teknik FIV pencampuran sel telur dan sperma pada tabung petri (piring laboratorium) ditunggu sampai fertilisasi (pembuahan) terjadi. Kemudian masih dikembangkan lagi pada media biakan, sampai sel itu melakukan pembelahan menjadi 8-12 buah -- proses ini membutuhkan inkubator yang memiliki suasana dan suhu mirip dengan rahim. Embrio yang sedang tumbuh inilah yang kemudian dimasukkan ke uterus (rahim) dan ditunggu perkembangannya menjadi janin. Pada teknik TAGIT, hampir tak ada proses penantian. Campuran sel telur dan sperma yang dikenal dengan nama gamet, segera dimasukkan, tidak ke rahim melainkan ke saluran indung telur (tuba falopii). Fertilisasi dan pembelahan sel dibiarkan terjadi di saluran ini. Dengan demikian, pembuahan terjadi lebih alamiah -- pembuahan alami biasanya terjadi di saluran ini. Setelah pembuahan terjadi embrio yang tumbuh akan turun sendiri ke rahim dan berkembang di sana. Percobaan teknik TAGIT, menurut dr. Soegiharto, Ketua Pelaksana Tim, sudah dilakukan sejak awal tahun lalu. Sejak Juli lalu mereka juga mulai mencoba menerap-kan teknik FIV -- yang relatif lebih sulit. Kemungkinan keberhasilan TAGIT memang lebih besar, tapi penerapan teknik ini punya persyaratan, yaitu saluran indung telur harus sehat. Padahal, dalam banyak kasus kemandulan, kedua saluran ini tersumbat karena infeksi. FIV sementara itu bisa mengatasi lebih banyak kelainan uterus. Tapi bila terjadi kerusakan rahim, kemandulan model ini hanya bisa diatasi dengan penitipan ke rahim orang lain. Sejak awal tahun lalu, tim sudah mencobakan 13 pasangan dengan prosedur TAGIT. Tidak mudah untuk mencapai kehamilan karena dari tahap pemancingan sel telur sampai pemeliharaan kehamilan terlibat manajemen hormonal yang rumit. Hormon-hormon gonandotropin dan estrogen misalnya, sangat berperan pada ovulasi (lepasnya sel telur). Dalam percobaan itu, dua pernah mencapai kehamilan sampai 6 - 8 bulan, satu kini menunjukkan tanda-tanda kehamilan, dan satu -- bayi Linda Sukotjo berhasil dengan gemilang. Jim Supangat Laporan Putut Tri Husodo & Syafiq Basri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini