Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Kue Keranjang Sajian Khas Imlek hingga Cap Go Meh, Simak Asal-Usul dan Maknanya

Tahun Baru Imlek merupakan hari raya yang paling penting dalam budaya masyarakat Tionghoa. Kue keranjang menjadi kue terlaris.

15 Februari 2024 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja mengemas kue keranjang di Ny Lauw, Neglasari, Kota Tangerang, Banten, Jumat, 13 Januari 2023. Menjelang Hari Raya Imlek, permintaan dodol dan kue keranjang di tempat tersebut meningkat hingga dua kali lipat dan dijual dari harga Rp15 ribu hingga Rp25 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Fauzan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -- Masih serba-serbi perayaan Tahun Baru Imlek. Adapun perayaan pasca-Imlek, yakni Cap Go Meh yang menjadikan tradisi tersebut sebagai ciri khas selama puncak perayaan Imlek. Sajian selama perayaan tersebut tidak kalah menarik untuk disoroti juga. Seperti kue keranjang yang memiliki sejarahnya sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perayaan Cap Go Meh biasa dilakukan pada hari ke-15 tahun baru Imlek yang didasarkan pada kalender penanggalan Cina. Istilah Cap Go Meh sendiri berasal dari dialek Hokkian, yang memiliki arti Cap yakni sepuluh, Go artinya lima, dan Meh artinya malam. Sehingga, secara istilah arti Cap Go Meh adalah malam kelima belas dari bulan pertama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari jurnal Universitas Bina Nusantara (Binus) bahwa tradisi selama perayaan tahun baru Imlek juga tampak dari hidangan kue yang disajikan. Salah satu ciri khas kue yang cukup populer selama perayaan tahun baru Imlek ini yakni kue keranjang bulat. Keberadaan kue keranjang bulat ini bukan sekadar tradisi begitu saja, akan tetapi ada kisah yang melatar belakangi.

Dalam kepercayaan zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa anglo (tempat masak) dalam dapur di setiap rumah ada dewa-nya yang dikirim oleh Yi Huang Shang Di (Raja Surga). Dewa itu juga sering dikenal dengan sebutan Dewa Tungku, yang ditugaskan untuk mengawasi segala tindak tanduk dari setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari. 

Maka setiap akhir tahun tanggal 24 bulan 12 Imlek atau 6 hari sebelum tahun baru, Dewa Tungku akan pulang ke surga serta melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Maka untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbul lah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka. Sehingga nantinya, jika ia laporan ke Raja Surga, menyampaikan laporan yang baik-baik dari rakyat yang diawasinya.

Dalam menyajikan kue untuk Dewa Tungku, kue keranjang yang manis tersebut, juga ditentukan bentuknya yakni harus bulat. Hal ini bermakna, keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat berkumpul paling sedikit satu tahun sekali, serta tetap menjadi keluarga yang bersatu, rukun, bulat tekad dalam menghadapi tahun baru yang akan datang. Tradisi ini pun dibawa terus secara turun temurun, sampai sekarang ini. 

Kini, kue keranjang tersebut sudah mulai banyak di pasar, dengan ukuran yang kecil sampai yang besar. Dalam kepercayaan, kue tersebut juga disajikan di depan altar, atau di dekat tempat sembahyang di rumah. Bentuk-bentuknya juga bermacam-macam, dari yang kecil sampai yang besar, tetapi memiliki rasa yang khas, menjadikan kue keranjang diminati oleh banyak orang. 

Nama ‘keranjang’ diberikan kepada sajian kue khas ketika perayaan Imlek, lantaran proses pembuatannya dicetak pada wadah berbentuk keranjang. Sebutan lainnya adalah Kue Bakul, Dodol China, atau kue manis. 

Disebut dengan ‘Dodol Cina’ karena bahan dasarnya tepung ketan dan gula, sehingga memiliki tekstur yang kenyal dan lengket, berwarna coklat seperti tekstur dan warna khas dari apa yang di dalam istilah lokal dinamai Jenang Dodol. Adapun disebut dengan kue manis, sebab mempunyai cita rasa yang manis.

Tak hanya itu, kue keranjang juga dikenal cukup awet dan tahan beberapa hari. Sehingga, dapat disajikan kapan saja. Bahkan, setelah Imlek pun juga masih dapat disajikan. 

Ternyata tradisi kue keranjang ini juga tidak hanya oleh warga Tionghoa merayakan Imlek, hari raya Idul Fitri pun ada umat Islam yang menyuguhkan kue keranjang, yang sudah memasyarakat itu. Artinya, kue tersebut sudah menjadi milik masyarakat luas, yang sudah tidak asing lagi.

MYESHA FATINA R | AULIA ULVA
Pilihan editor: Resep Kue Keranjang, Kudapan Khas Imlek

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus