Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Permainan lato-lato makin populer. Namun, seiring berkembangnya minat untuk permainan itu, risiko juga dialami anak-anak. Dari beberapa pemberitaan media belakangan, diketahui bocah berumur 8 tahun di Kubu Raya, Kalimantan Barat mengalami luka di bagian mata karena terkena serpihan bola lato-lato. Di Sukabumi, dikabarkan bocah berumur 5 tahun juga terluka karena bermain lato-lato.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, Dinas Pendidikan setempat melarang siswa membawa mainan lato-lato ke sekolah. Dalam surat imbauan bernomor 420/13/IV.01/2023 tertanggal 3 Januari 2023, siswa dilarang membawa lato-lato ke sekolah atas dasar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Larangan bermain lato-lato
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jika merujuk asal-usulnya, polemik permainan lato-lato sudah ada sejak lama. Mengutip Groovy History, sebelum bernama lato-lato, dahulu mainan itu banyak dikenal bernama bangers, clackers, knockers, atau clankers. Tak berubah sejak zaman dahulu, dua bola yang diayun dibenturkan menimbulkan bunyi.
Mainan latto-latto atau clackers ball. shutterstock.com
Sebelum berbahan plastik yang padat seperti sekarang, dahulu bola lato-lato terbuat dari kaca, sehingga tergolong permainan yang membahayakan atau rentan mengakibatkan cedera. Permainan lato-lato di luar negeri sudah populer sejak tahun 1960-an, kemudian surut karena peralihan tren. Seperti umumnya produk ada kalanya diminati, surut, kemudian kembali disukai.
Mulanya clackers berbahan kaca atau tempered glass. Bahan itu sangat berbahaya rentan pecah ketika berbenturan yang menyebabkan serpihan kaca terpental. Pabrik pembuat clackers berganti bahan plastik yang dianggap lebih kuat dibanding kaca. Walaupun sama saja risiko pecah tetap ada saat berbenturan, tapi minim dibanding kaca.
Cara bermain lato-lato membenturkan dua bola yang disambungkan dengan tali dan cincin di atasnya. Cara memainkannya mengayunkan tangan ke atas dan bawah supaya bola bergerak berlawanan arah dan terbentur di tengah mengeluarkan bunyi.
Pada 12 Februari 1971, New York Times melaporkan setidaknya empat korban mengalami cedera yang mendorong Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat mengeluarkan peringatan publik. Badan ini juga mengumumkan telah menguji lato-lato untuk menilai kecepatan dan risiko pecah saat berbenturan. Setelah pengujian FDA akhirnya melarang penjualan lato-lato.
Pelarangan ini mendapat dukungan dari Society for the Prevention of Blindness yang mengecam mainan itu karena bahaya serpihannya. Bahan kaca maupun plastik dinilai sama saja bahaya serpihannya ketika melukai mata yang berisiko mengalami kebutaan. Mengutip WBSM, sebelum FDA melarang mainan clackers, Departemen Sekolah New Bedford telah memutuskan untuk melarang mainan ini dengan alasan yang sama.
Larangan lato-lato pernah muncul di Mesir pada 2017. Mengutip The New Arab, clackers di Mesir dianggap ejekan terhadap Presiden Abdel Fattah al-Sisi. Lato-lato di Mesir dikenal dengan nama Sisi's balls. Penyebutan itu dianggap mirip dengan nama presiden itu. Klam yang dipandang sepihak oleh penguasa ejekan negatif tentang sebutan balls dikaitkan dengan buah zakar.
Di Indonesia permainan lato-lato sempat dicoba oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat kunjungan kerja di Subang, Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam akun Instagram pribadinya mengunggah video Jokowi bermain lato-lato atau nok-nok, pada Selasa, 27 Desember 2022
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.