Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembawa acara Deddy Corbuzier melalui kanal YouTubenya mengaku sempat kritis dan hampir meninggal akibat Covid-19. Dalam video yang diunggah pada 22 Agustus, Deddy Corbuzier menceritakan kondisi kesehatannya beberapa minggu ini. Dia mengaku mengalami badai sitokin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badai sitokin adalah suatu reaksi sistem imun yang berlebihan dan tidak terkontrol terhadap virus. Reaksi imun yang berlebihan ini tidak hanya akan membunuh virus, namun juga bisa menimbulkan peradangan yang menyebabkan kerusakan organ tubuh inang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa penelitian yang menganalisis profil sitokin dari pasien Covid-19 menunjukkan badai sitokin berkorelasi langsung dengan cedera paru-paru, kegagalan multiorgan, dan prognosis Covid-19 yang parah. Pada kondisi normal, saat virus pertama kali masuk ke dalam sel tubuh, ada antivirus alami yang diproduksi oleh sel yang terinfeksi, yaitu interferon (IFN).
IFN akan dengan cepat melindungi sel-sel sekitar sehingga menghambat virus masuk ke dalam sel dan menghambat usaha virus untuk berkembang biak, menurunkan viral load. Sebagian virus sisanya akan ditangkap oleh sel-sel imun dan diperkenalkan ke sel-sel limfosit untuk dibuat senjata spesifik, yaitu sel T sitotoksik dan antibodi.
“Jadi, kekebalan yang terbentuk itu bukan hanya antibodi. Antibodi akan menetralisir virus sehingga virus tidak bisa menginfeksi sel dan sel T sitotoksik akan menghancurkan sel yang sudah terlanjur diinfeksi oleh virus,” tulis dr. Ning melalui laman instagram @drningz.
Peran awal IFN sangat penting menurunkan viral load sehingga peradangan yang terjadi berikutnya bisa tidak berlebihan. Pada kondisi tertentu, respons IFN tidak optimal, bisa terlambat dihasilkan atau virus yang masuk terlalu banyak sehingga laju IFN tidak sebanding dengan laju kecepatan virus masuk ke dalam sel.
“Virus yang masih banyak ini akan memicu reaksi peradangan yang berlebihan nantinya,” jelas Ning.
Sebagian besar penderita Covid-19 yang mengalami badai sitokin mengalami sesak napas dan demam sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan. Biasanya, kondisi ini terjadi sekitar 6-7 hari setelah gejala Covid-19 muncul. Badai sitokin juga menyebabkan berbagai gejala seperti kelelahan, menggigil, mual dan muntah, hingga penggumpalan darah.
Dalam studi yang dipublikasikan di Nature pada Juli 2021, untuk mengobati Badai Sitokin Covid (Covid-CS), beberapa intervensi biologis yang secara khusus menargetkan inflamasi sitokin atau jalur pensinyalan terkait telah dievaluasi secara klinis dengan hasil yang menjanjikan dan banyak lainnya sedang dalam proses. Pada prinsipnya, strategi pengobatan harus mengontrol produksi atau aktivitas sitokin inflamasi yang sedang berlangsung dan melanjutkan homeostasis pejamu.
Namun, penelitian menyebutkan kita masih kekurangan obat yang aman dan efektif untuk mengendalikan CS dan secara klinis pengobatan CS terbukti sulit karena beberapa alasan, seperti banyak dokter tidak mengetahui kondisi tersebut dan oleh karena itu, diagnosis klinis dan pedoman pengobatan saat ini kurang. Bisa juga merupakan tantangan farmasi untuk secara bersamaan menargetkan beberapa sitokin.
Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan menargetkan sitokin-sitokin utama di hulu dan jaringan induksi sitokin, atau secara langsung menargetkan sel-sel penghasil sitokin yang dominan seperti monosit dan makrofag. Sebagai alternatif, belajar dari sistem imunoregulasi pejamu dan mengidentifikasi faktor/sitokin antiinflamasi yang lebih efektif dan lebih aman dengan efek penghambatan spektrum luas dapat memberikan pilihan yang lebih baik untuk intervensi terapeutik. IL-37 telah disarankan untuk tujuan in.
Alasan lain sulit untuk menyeimbangkan CS dan kekebalan protektif pada penyakit menular karena tingkat sitokin inflamasi yang tepat bersifat protektif terhadap infeksi dan penargetan sitokin inflamasi yang tidak tepat dapat menyebabkan defisiensi imun yang didapat dan infeksi berikutnya. Kemudian ada perbedaan antara individu sehubungan dengan usia, status kekebalan, dan komorbiditas lain dapat mengakibatkan perbedaan virtual dalam komponen dan skala CS dan pengobatan.
Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang tepat. Sebagai catatan, secara ideal menargetkan sitokin atau jalur molekuler dominan dalam kondisi CS tertentu harus dilakukan terlebih dulu dan tepat waktu. Karena kompleksnya faktor yang menentukan terjadinya badai sitokin, pencegahan badai sitokin adalah suatu hal yang sulit namun menurut Ning bisa diusahakan dengan disiplin protokol kesehatan, pola hidup sehat, vaksinasi, dan berdoa.