Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mengeluh secara terus-menerus tidak hanya akan membuat orang lain putus asa, namun juga dapat membahayakan kesehatan. Meskipun dapat menurunkan suasana hati dan kebahagiaan, mengeluh juga dapat berdampak besar pada fungsi otak dan tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari WKBW 7 News Buffalo, berikut beberapa hal yang menyebabkan sikap negatif mengeluh secara terus-menerus dapat membahayakan kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Mudah Berpikir Negatif
Semakin banyak mengeluh, semakin besar kemungkinan memikirkan pikiran negatif di kemudian hari. Setiap kali mengeluh, otak secara fisik mengatur ulang fungsinya untuk mempermudah. Reaksi itu sejenis pemikiran terjadi berulang kali. Kemudian berpikir negatif pada akhirnya melahirkan lebih banyak pemikiran negatif.
2. Dapat Merusak Memori
Otak bertanggung jawab untuk fungsi kognitif. Keluhan terus-menerus dapat menyebabkan penyusutan hipokampus pada otak. Hipokampus yang lebih kecil menyebabkan penurunan memori dan kemampuan beradaptasi dengan situasi baru di antara fungsi-fungsi lainnya. Hal ini dapat terjadi bahkan hanya karena stres selama beberapa hari dan menyebabkan kerusakan jangka panjang.
3. Meningkatkan Kadar Kortisol atau Hormon Stres
Saat mengeluh, kadar kortisol yang dikenal juga dengan hormon stres akan meningkat. Tingkat kortisol yang tinggi secara kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk peningkatan risiko depresi, masalah pencernaan, masalah tidur, tekanan darah tinggi, dan bahkan peningkatan risiko penyakit jantung.
4. Dapat Memperpendek Umur
Mengeluh secara terus-menerus tidak hanya berdampak buruk pada otak, namun dapat merugikan dalam jangka panjang. Menurut artikel berjudul Archives of General Psychiatry, orang yang optimis hidup lebih lama daripada orang yang pesimis, dengan risiko kematian akibat semua penyebab sebesar 55 persen lebih rendah dan risiko kematian akibat gagal jantung sebesar 23 persen lebih rendah.