Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Musim haji merupakan momen sakral bagi umat Islam di seluruh dunia. Jutaan jemaah haji dari berbagai penjuru bumi berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Namun, di tengah keutamaan spiritual ini, penting bagi para jemaah haji untuk memahami dan waspada terhadap ancaman kesehatan, salah satunya adalah Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
Apa itu MERS-CoV?
MERS-CoV adalah suatu penyakit yang menyerang saluran pernapasan dan disebabkan oleh varian baru dari virus corona yang belum pernah terdeteksi pada manusia sebelumnya. Keluarga virus corona meliputi berbagai jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit dan bahkan kematian pada manusia dan hewan. Infeksi virus corona dapat menimbulkan beragam gejala mulai dari ringan seperti pilek hingga parah seperti Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS / Severe Acute Respiratory Syndrome) dan penyakit Coronavirus-2019 (COVID-19).
Virus MERS pertama kali diidentifikasi pada manusia di Jordan pada April 2012, meskipun kasus pertama yang dilaporkan berasal dari Arab Saudi pada September 2012. Sampai saat ini, semua kasus MERS dikaitkan dengan perjalanan ke atau tinggal di negara-negara di sekitar Semenanjung Arab. Salah satu wabah MERS terbesar di luar wilayah Semenanjung Arab terjadi di Republik Korea Selatan pada tahun 2015, yang terkait dengan orang-orang yang melakukan perjalanan dari Semenanjung Arab.
Gejala MERS-CoV
Virus MERS-CoV menimbulkan sejumlah gejala yang dapat diidentifikasi. Menurut laporan dari WHO yang dikutip dari laman Who.int, berikut adalah gejala yang umum terkait MERS-CoV:
- Infeksi MERS-CoV dapat bervariasi dari tanpa gejala (asimtomatik) hingga gejala pernapasan ringan atau bahkan penyakit pernapasan akut yang parah dan berujung pada kematian.
- Gejala khas penyakit MERS-CoV meliputi demam, batuk, dan kesulitan bernapas. Meskipun pneumonia sering terjadi, tidak selalu terjadi. Gejala gastrointestinal seperti diare juga dilaporkan.
- Penyakit MERS-CoV yang parah dapat menyebabkan gagal napas yang memerlukan ventilasi mekanis dan perawatan intensif di unit perawatan intensif. Orang lanjut usia, individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, dan penderita penyakit kronis seperti penyakit ginjal, kanker, penyakit paru-paru kronis, dan diabetes tampaknya berisiko lebih tinggi terhadap penyakit yang parah.
Sekitar 35 persen dari pasien MERS-CoV dilaporkan meninggal, tetapi angka kematian ini mungkin terlalu tinggi karena kasus MERS-CoV yang ringan mungkin tidak terdeteksi oleh sistem surveilans yang ada. Angka kematian saat ini hanya dihitung berdasarkan kasus yang telah dikonfirmasi secara laboratorium.
Sebelum informasi lebih lanjut tentang MERS-CoV tersedia, orang-orang dengan kondisi seperti diabetes, gagal ginjal, penyakit paru-paru kronis, dan sistem kekebalan tubuh yang lemah dianggap berisiko tinggi terhadap penyakit yang parah akibat infeksi MERS-CoV. Oleh karena itu, mereka disarankan untuk menghindari kontak dengan unta, konsumsi susu unta mentah atau urin unta, dan makan daging unta yang belum dimasak dengan benar.
Situasi Virus MERS-CoV di Indonesia
Sejak tahun 2013 hingga 2020, Indonesia telah mencatat sebanyak 575 kasus yang dicurigai terinfeksi MERS. Dari jumlah tersebut, 568 kasus telah diuji laboratorium dan hasilnya negatif, sedangkan pada 7 kasus lainnya tidak dapat diambil spesimennya. Dilansir dari laman Infeksiemerging.kemkes.go.id, hingga saat ini, belum ada laporan mengenai kasus konfirmasi infeksi MERS-CoV di Indonesia.
Pilihan Editor: 7 Fakta MERS-CoV, Varian Corona dari Unta yang Harus Diwaspadai Jamaah Haji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini