Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Menghajar Langsung <font color=#CC0000>Sel Jahat </font>

Metode kemoterapi trans arterial chemo infusion langsung menyerang dan mematikan sel-sel kanker. Kabar gembira bagi penderita kanker.

16 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Denny Soekanda, 56 tahun, datang ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, dengan mulut menganga. Itu bukan karena dia kagum kepada fasilitas rumah sakit tersebut, atau perawat yang cantik-cantik. Melainkan karena tumor di lidahnya sudah sebesar bola tenis, hampir mendekati langit-langit mulutnya. Pensiunan karyawan swasta ini pun ­kesulitan bernapas. ”Tidak bisa mene­lan air liur, hingga meluber ke mana-mana. Jika terlambat, bisa lewat,” kata dokter yang menanganinya, spesialis radiologi intervensi, Soewandi A.H.

Denny sudah menderita tumor itu sejak dua tahun lalu. Awalnya, ”bola tenis” itu hanya berbentuk seperti sariawan. Meski sudah diobati dengan berbagai cara, tak segera sembuh. Lama-kelamaan timbul daging lebih, yang kemudian membusuk. Warga Taman Ratu, Jakarta Barat, ini hanya berobat secara alternatif dengan obat-obat alami atau herbal. ”Namun enggak mempan. Mau dikemo (kemoterapi), saya tidak mau, karena sudah banyak yang lewat,” demikian ia menulis—maaf, Denny tak dapat berbicara. Dia juga ogah dioperasi karena lidahnya harus dipotong. ”Saya enggak mau nanti tidak bisa bicara, makan, dan minum,” katanya.

Menurut dokter Soewandi, yang menyebabkan kanker lidah (squamous cell carcinoma) pada Denny adalah rokok—dia sudah merokok sejak kuliah. Ngudud dua pak rokok sehari, ditambah menenggak minuman beralkohol, memang dapat meningkatkan risiko tumor lidah. Penyebab lain adalah sifilis atau trauma kronis, misalnya tambalan gigi atau gigi tajam yang menyebabkan luka pada lidah.

Untungnya, Soewandi punya alternatif cara mengobati tumor lidah Denny—bukan dengan kemo biasa dan operasi. Caranya adalah dengan trans arterial chemo infusion (TACI), yaitu kemo melalui pembuluh darah. Kelebihan terapi ini adalah langsung terarah dan mematikan sel kanker saja, bukan yang sehat. Menurut Soewandi, sel tumor memperoleh makanan dari pembuluh darah nadi atau arterial. ”Nah, di situlah dokter memasukkan obat langsung ke pembuluh darah tumornya,” katanya.

Pengobatan seperti ini juga bisa mengirit obat kemo. Sebab, obat hanya digunakan sesuai dengan takaran untuk mengalahkan tumor ganas tersebut. Pada kemoterapi biasa, misalnya, diberikan 3.000 miligram obat, sedangkan dengan kemo arteri ini cukup 500 miligram.

Pemberian obat kemo yang lebih sedikit dan langsung pada obyek kanker ini juga memiliki efek samping yang jauh lebih ringan dibanding kemo konvensional. ”Rambut yang rontok sedikit, mual dan muntah juga sedikit. Kalau si pasien sampai kesakitan, dengan metode ini, sakit akan berkurang dalam beberapa hari saja,” kata dokter lulusan Universitas Sriwijaya, Palembang, ini.

Buktinya Denny. Dia masuk rumah sakit pada 6 Januari, dan tiga hari kemudian sudah pulang tanpa benjolan tumor ganas. Kepada Tempo, Senin pekan lalu, Denny menunjukkan bekas kehitaman, sisa dari tumor yang rontok. ”Saya tetap segar, tidak mual, tidak sakit, dan rambut saya tidak rontok, lihat saja,” tulisnya dalam secarik kertas. Ia belum bisa berbicara karena sedang menggunakan tracheostomy, alat penjepit pita suara. Menurut dokter Soewandi, hal itu dilakukan agar dahaknya tidak menutupi jalan masuknya air dan makanan halus.

Menurut Soewandi, metode kemo arterial ini juga dapat lebih memperbaiki kualitas hidup orang. Sebab, TACI jauh lebih ramah terhadap pasien ketimbang kemo biasa. Dokter memasukkan kateter melalui pembuluh darah nadi ­lipat paha, kemudian mencari pembu­luh darah tumor dan memantaunya melalui monitor angiography. Setelah pembu­luh itu ketemu, obat kemo disemprotkan. ”Proses lama ketika mencari pembuluh darah tumor. Itu yang sulit. Sebab, tumor ganasnya tidak hanya satu, kadang-kadang bisa dua atau tiga. Ini harus di­cari satu per satu,” ujar Soewandi.

Kondisi kejiwaan pasien juga berpe­ngaruh pada tingkat keberhasilan pe­ngobatan ini. Jika orang tidak dalam keadaan stres, jantungnya berdetak sekitar 60 kali per menit, maka si tumor pun mendapatkan makanan 60 kali per menit. ”Maka selalu saya katakan kepada pasien, jangan sampai stres. Sebab, kalau stres, akan bertambah tumornya,” ujar doktor yang mengambil spesialis di Fujita University, Jepang, dan Memphis, Amerika Serikat, itu.

Metode kemo arterial, menurut dokter pensiunan Angkatan Darat ini, bisa digunakan untuk mengobati segala jenis tumor. Sebab, hampir 90 persen tumor mendapat makan dari pembuluh darah arterial. Yang tidak terjangkau pengobatan ini adalah tumor yang sudah menyebar ke seluruh tubuh, tumor pada saluran getah bening, serta tumor darah. ”Ketiga tumor itu enggak bisa dikejar,” ujarnya.

Metode pengobatan lain yang mirip TACI adalah embolization, yaitu menutup jalan arteri yang memberi tumor makan, agar si sel jahat tak mendapat makanan dari pembuluh darah. Setelah itu, obat kemo dimasukkan ke pembuluh tersebut. Dokter Soewandi sering mengkombinasikan kedua metode tersebut. ”Saya beri obat pada TACI dulu, baru diembolisasi, dikombinasikan, sehingga dalam sekian hari tumor ganas itu menjadi hitam dan pada hari ketiga rontok,” ujarnya.

Soewandi juga kadang menggabungkan kemo arterial dengan metode ablasi. Teknik ini menggunakan efek panas sampai 60 derajat Celsius untuk membakar tumor, atau dengan serangan dingin (cryo ablation) hingga minus 150 derajat Celsius untuk membekukan si sel jahat.

Di bawah suhu minus 15 derajat Celsius, hidup sel kanker akan terganggu. Awalnya, cairan di luar sel akan membe­ku, berturut-turut menuju ke bagian ­da­lam sel, seiring dengan suhu yang makin dingin. Untuk membekukan sel kanker, digunakan gas argon, kemudian dicairkan dengan gas helium. Proses beku-cair secara cepat ini mempercepat ne­krosis (kematian) sel dan merangsang respons imun pada sel tumor yang tersisa.

Berbagai cara pengobatan yang terarah ini memang jauh lebih baik ketim­bang kemoterapi ”tradisional”. Kepa­da Tempo, ahli virologi dan kanker dari Universitas Maryland, Amerika Serikat, Yanto Lunardi Iskandar, ­pernah menyatakan soal bahaya ­kemoterapi. Menurut dia, kemo itu seperti racun. Bi­la obat tersebut digunakan dalam dosis be­sar, yang sampai ke target—sel kan­ker—paling hanya satu persen. Si­sa­nya lebih banyak singgah di mana-mana. ”Re­sidunya itu bahaya ­sekali. Bisa membu­nuh jaringan jantung, paru-paru, otak, hati, dan ginjal,” kata ­Yanto.

Dokter spesialis kanker dari Hema­tologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Aru Wisaksono Sudo­yo, sepakat dengan pendapat tersebut. Menurut dia, kemoterapi biasa juga mengakibatkan rasa sakit tak terperi, seper­ti rasa panas atau terbakar, yang me­nyergap tubuh pasien setelah pemberian obat melalui pembuluh darah. ”Rasa sakit yang hebat dapat terjadi bila obat bocor keluar dari pembuluh darah,” katanya. Hal lain yang tak menyenangkan pada sesi kemoterapi, jarum harus terpasang selama proses infus berlangsung, biasanya beberapa jam sampai setengah hari.

Namun semua terapi yang terarah ini baru dilakukan apabila terapi standar untuk kanker telah dilakukan. Ini karena belum seluruhnya disetujui berbagai badan otoritas kesehatan di dunia, termasuk Otoritas Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA). Tapi terapi ini sudah umum dilakukan, baik di Amerika maupun Eropa. Negara yang sangat berani melakukannya adalah Cina. ”Saya tahu teknik pengobatan ini dipraktekkan di Guangzhou,” tulis Denny.

Di Indonesia, kemo arterial dan pe­ngobatan kanker ”tepat sasaran” lain juga hanya diterapkan di beberapa rumah sakit, seperti Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading dan Rumah Sakit Pluit. Sedangkan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, tempat asal tugas dokter Soewandi, juga mengambil tindakan tersebut untuk beberapa pasiennya. ”Biasanya pasien yang datang dan menggunakan terapi TACI dan kombinasinya bila sudah mencapai stadium lanjut tiga atau empat,” ujar Soewandi.

Denny mengaku puas dengan peng­obatan ini. ”Metode ini sangat logis. Karena sudah ada di sini, saya tak perlu pergi ke Cina,” tulisnya. Kepada pa­siennya, Soewandi berpesan agar menghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, seperti rokok, makanan berformalin, dan bahan-bahan yang tercemar radioaktif. ”Juga menghindari stres berlebihan,” katanya.

Ahmad Taufik, Ismi Wahid

Pengobatan Kemo Arterial

1. Masukkan selang mikro (kateter) melalui nadi lipat paha untuk mencari sumber kanker (tumor ganas).

2. Dokter melihat masuknya kateter dengan petunjuk monitor atau angiography).

3. Jika target telah terlihat, dokter menyuntikkan atau menyemprotkan cairan kemo lewat selang mikro itu pada pembuluh darah (arteri) yang memberikan makan pada tumor tersebut.

4. Tumor akan menghitam dan dalam waktu tiga hari akan copot dari tempat semula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus