Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Menolong Jantung Fince

Gadis kecil, Fince, 5, menderita PDA, pembuluh yang masih terbuka. Akibatnya darah bersih dan kotor menyatu, hingga ia sering sesak napas dan batuk-batuk. Di pimpin dr Santa Yota, ia, akhirnya dioperasi. (ksh)

23 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG anah umur 5 tahun tertelentang menyerah di atas meja operasi. Pisau yang tajam sedang menorehi dadanya. Hari itu Selasa 29 Maret jam 09.00. Setiap bayi yang baru lahir mempunyai Ductus Arteriosus, pembuluh yang masih terbuka. Pembuluh ini biasanya menutup setelah si bayi lahir 15 - 48 jam. Tapi Fince Soplantila si gadis kecil itu sampai berumur 5 tahun masih mengidapnya. Menjelang pemeriksaan ditemukannya penyakit ini, gejala sakitnya adalah panas, sesak nafas dan batuk-hatuk. Waktu itu bulan Pebruari. Pasien mula-mula berada dalam pemeriksaan dr. Makaliwe kemudian pindah tangan pada dr. Boy Pelupessy. Dokter Boy setelah menemukan kelainan jantung Fince lalu membicarakannya dengan dr. Santa Yota. Peyakit yang sering disebut Persistent Ductus Arteriosus (PA) ini timbul karena tidak tertutupnya pembuluh ductus tersebut. Akibatnya, darah bersih dan darah kotor menyatu. Korban akan lekas capai, batuk-batuk dan bila berlangsung terus dapat sampai kebiru-biruan tubuhnya. Itulah sebabnya saluran ductus arteriosus harus dipotong atau diikat. (lihat gambar) Ilmu pengetahuan terus berkembang dan penuh denan pengujian-pengujian untuk mendapatkan kepastian. Tantangan ini harus diatasi. Bedah jantung macam ini baru pertama kalinya dilakukan di wilayah Indonesia bagian Timur. Tekad tidak bisa dibunuh. Peralatan yang tidak ada secara sempurna bukanlah menjadi soal. Maka diperlukan bantuan dari kanan kiri, yaitu dari Rumah Sakit Akademis, Rumah Sakit Stella Maris, Rumah Sakit PT INCO yang sengaja menerbangkan peralatannya dari Soroako pedalaman Sulawesi Selatan. Pemerintah Daerah pun tidak tinggal diam. Team segera disusun. Ketua Kehormatannya adalah dr. Sri Tajuddin Khalid, Kepala RSU, tempat operasi berlangsung. Seluruh team terdiri dari 14 orang ahli: penyakit anak, penyakit jantung sinar dan lain-lain. Fihak Kanwil sendiri ikut sibuk. Biayanya diperkirakan Rp 1 juta. Fince adalah anak ke 6 dari 7 bersaudara. Ibunya ialah Antoinette dan bapaknya Wilhelmus Soplantila. Wilhelmus bekerja di Dep. Keuangan Ambon yang sedang bertugas belajar di Ujung Pandang, dengan golongan (pangkat) II. Tentu saja keluarga ini merasa terkejut dan berat hati untuk mengoperasikan anak tersayangnya. Satu dan lain, alasanuya adalah pasal biaya yang dibayangkannya Team persiapan terdiri dari dr. Boy Pellupessy, dr Nyoman Jigeh, dr: AmilAbdullah dan dr. Chairuddin Lakare. Sedang pelaksana pembedahan terdiri dari dr Lui Rajawane, dr John Pieters dr O. Riuwpassa, dr Indro Mulyono. Team ini diketuai oleh dr. Santa Yot.!. Wilhelmus Soplantila menjadi besar hatinya setelah mendengar bahwa dokter-dokter ahli yang turun tangah banyak yang datang dari kampungnya. Merasa Lega Ternyata Fince tidak hanya mengidap PDA. Dia juga didiami penyakit Coarctatio Aorta (penyempitan batang nadi). Menghadapi dua penyakit ini, team kemudian memohon pertimbangan Menteri Kesehatan Prof. Siwabessy yang ikut menyaksikan dari dekat jalannya operasi. Menkes menasehatkan agar PDA-nya yang ditangani. Keputusan bersama pun mengatakan demikian juga. Soal Coarctatio Aorta dapat ditunda. Waktu operasi direncanakan akan berlangsung selama 2 jam. Ternyata yang diperlukan hanya sekitar 1 jam 45 menit. Semua merasa lega. Satu minggu sudah berlangsung operasi itu. Fince sudah dapat berjalan engan baik. Dua hari lagi sudah boleh pulang. Menurut rencana tiap enam bulan akan dilakukan pemeriksaan khusus. Bagaimanapun team dokter ahli berikut segala stafnya telah menghasilkan suatu prestasi yang perlu mendapat tempat tersendiri dalam ilmu kedokteran. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah hanya sekali ini saja melakukan operasi yang berat? Tenaga ahli ada. Tekad tidak kering. Yang belum siap adaIah peralatan dan pembiayaan. Peralatan dan pembiayaan sebenarnya dapat diusahakan, apalagi Menkes ikut menyaksikan kejadian yang memprihatinkan ini Dan Universitas Hasanuddin yang merupakan gudang pendidikan dokter di Indonesia Timur patut pula disebut namanya sebagai garba ilmiah sebagian besar dokter-dokter tersebut. Bagian bedah di Unhas merupakan bagian pendidikan keahlian pertama yang stafnya semua alumnus Unhas sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus