PERKAWINAN DALAM SEMUSIM
Cerita, skenario & sutradara: Teguh Karya
Produser: PT Suptan Film.
YANG menarik dari film terbaru Teguh Karya ini adalah cara
berceritanya. Meninggalkan cara bercerita plot tunggal pada
film-filmnya yang terdahulu, pada film Perkawinan Dalam Semusim
ini Teguh Karya menampilkan cerita dengan plot majemuk.
Di sini ada cerita mengenai Kooswara (Slamet Rahardjo) yang
ditinggal mati oleh isterinya setelah diperkosa oleh Kardiman
(Rahmat Hidayat). Kardiman sendiri punya cerita yang dipenuhi
dengan kebuasan sex. Agus (Elerman Masduki), putera tunggal
Kardiman selain mengikuti jejak sex ayahnya, ia sekaligus
menjadi pemeras sang ayah. Lain pula cerita Ipik (1 Manik) yang
mengkaryakan adik perempuannya dengan harapan bisa dapat
kedudukan dan tentu saja uang. Nyonya Kardiman (Tuty Indra
Malaon) juga bukan tanpa kisah yang cukup rumit.
Tokoh-tokoh dalam film ini ibarat beraneka ragam bunga yang
hinggap di tangan "penata kembang" Teguh Karya. Sebagai penulis
cerita dan skenario, Teguh terlalu sadar akan keterbatasannya
sebagai sutradara dalam mencobakan tangannya terhadap film
dengan plot majemuk. Karena itulah maka tokoh-tokoh itu
dilokalisir saja di seputar Kardiman. Keadaan ini menimbulkan
kesan penyederhanaan. Cukup mengganggu.
Juga struktur cerita berbeda dengan yang bisa dibuat oleh
Teguh. Cara bercerita kronologis ditinggalkannya sama sekali.
Kejadian masa lalu bercampur baur dengan masa sekarang.
Film-film modern memang terbiasa dengan cara ini. Di sini
penonton diberi kesempatan berperanan aktif dalam mengikuti
cerita.
Ditinggalkan Begitu Saja
Tapi dalam karya Teguh ini pemain diminta terlalu banyak
menggunakan otaknya. Nampaknya ini disebabkan oleh terlalu
panjangnya persiapan ke arah pengungkapan puncak konflik. Di
samping itu penataan cerita terasa dikerjakan tidak begitu rapi.
Tidak semua adegan merupakan kesatun yang utuh, yang mendukung
jalannya cerita. Seringkali dalam adegan-adegan itu muncul
hal-hal yang kemudian ditinggalkan begitu saja oleh Teguh. Ini
tentu saja meninggalkan pertanyaan di kepala penonton. Tokoh Uci
dan tokoh yang dimainkan oleh Sari Narulita mempunyai potensi
mengasyikkan tapi mereka ditinggalkan begitu saja.
Selain bahwa editing film ini memang kurang apik -- sehingga
terasa cerita tidak berjalan lancar -- juga terasa adanya
kekurangan shot dalam film yang kelebihan adegan ini. Efek
dramatis penguburan isteri Kooswara barangkali akan lebih terasa
seandainya shot pada adegan itu diperbanyakdan editor bisa
bekerja lebih dinamis.
Film Teguh yang terbaru ini memang sebuah film yang lebih
merangsang dari film-filmnya yang terdahulu. Seperti juga Wim
Umboh yang sudah ogah bercerita dengan cara konvensionil, Teguh
pun berbuat demikian. Modal terpenting untuk film-film jenis ini
adalah skenario. Jika skenarionya kurang rapi, hasilnya hanya
sebuah teka-teki yang memusingkan penonton.
Perasaan Istirahat
Karya Teguh ini belum sampai memusingkan. Tapi yang pasti inilah
film dedengkot Teater Populer itu yang paling banyak meminta
otak penonton bekerja. Begitu sibuknya sang otak, perasaan jadi
istirahat. Kalau saja Teguh terampil menggunakan dialog,
kelemahan akibat kekurangan informasi lantaran kurang rapinya
penataan cerita (dan kurangnya shot), rasa-rasanya bisa sedikit
diatasi.
Adapun mengenai tema ceritanya, Teguh masih belum beranjak dari
tema lamanya. Dari Wajah Seorang Lelaki, Cinta Pertama, Ranjang
Pengantin, Kawin Lari sampai Perkawinan Dalam Semusim ini. Teguh
sibuk memerangi perkawinan. Bagi sutradara yang konsekwen
membujang ini, perkawinan adalah sumber malapetaka. Tokoh dalam
film-film Teguh semua menderita lantaran perkawinan. Bahkan
pertemuan antara Kooswara dengan Nana (Anissa Sitawati) di akhir
cerita, oleh Teguh cuma dianggap ilusi belaka. Akan hal adegan
yang terakhir ini penonton memang terpaksa bingung, sebab usaha
Teguh membuat ilusi ternyata tiba di layar sebagai kejadian yang
sebenarnya. Dan karena demikian merentetlah sejumlah pertanyaan
lagi: begitu mudah Nana meninggalkan pacarnya, begitu mudah
ibunya menyuruh ia menyusuli Kooswara. Dan sebagainya.
Pertanyaan yang kelihatannya banyak juga dari para penonton itu
tentu saja tidak harus membuat Teguh kecil hati. Sutradara
didikan ATNI ini baru saja memasuki suatu cara baru dalam
membuat film. Bersama Wim Umboh, Teguh memperkenalkan sesuatu
unsur baru dalam film Indonesia. Tapi dalam kebaruannya, Teguh
toh masih sempat menampilkan Rahmat Hidayat secara amat
meyakinkan. Slamet Rahardjo, seperti biasanya, selalu bermain
baik. Tuty Indra Malaon, pada film ini memperlihatkan
kebolehannya secara amat meyakinkan. Bekas panggung pemain
teater terkemuka ini sudah sulit ditemukan.
Salim Said
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini