Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karyati baru berusia 27 tahun, tapi pengalaman sakit jantungnya tak terbilang. Sebulan dua kali masuk rumah sakit karena serangan jantung. Ibu seorang anak berusia lima tahun ini sudah empat tahun belakangan mengkonsumsi obat-obatan atas petunjuk dokter spesialis jantung. ”Kata dokter, saya terkena penyakit jantung rematik, dan harus minum obat sepanjang hidup,” ujarnya.
Tempat tinggal Yati, di Kota Bambu, hanya dua kelok dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, pusat rujukan penyakit jantung di Indonesia. Rumahnya berdempetan, padat, dan kumuh. Air di saluran depan rumahnya berwarna hitam, bau, bercampur sampah plastik dan daun pisang, tak mengalir. ”Saya sudah tinggal di sini sejak lahir,” ujarnya. Menurut literatur, penyakit jantung rematik banyak muncul dari daerah seperti itu.
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Achmad Fauzi Yahya, penyakit jantung rematik bermula dari infeksi tenggorokan yang disebabkan kuman grup A streptococcus beta hemolyticus. ”Infeksi seperti ini paling mudah menyebar di masyarakat kalangan bawah yang bermukim di lingkungan kumuh dan padat,” ujar Fauzi di hadapan para ahli kesehatan dalam pekan ilmiah tahunan kedua Himpunan Bedah Toraks Kardiovakular di Hotel Horison, Jumat pekan lalu.
Jika kuman tersebut tidak dibasmi dengan antibiotik yang tepat, tubuh akan berusaha mengatasi sendiri melalui respons kekebalan tubuh dengan mengeluarkan antibodi. Namun upaya perlindungan itu bisa jadi bagai pagar makan tanaman. ”Bukan hanya kuman yang dihantam antibodi, tapi juga jaringan tubuh yang memiliki struktur molekul serupa dengan protein kuman,” ujar Fauzi.
Awalnya terjadi infeksi tenggorokan—karena di tempat itu dibentuk antibodi. Serangan pada jaringan tubuh, seperti persendian, sistem saraf pusat, dan jantung ini menimbulkan peradangan sistemik yang disebut demam rematik. Demam rematik ini terjadi setelah dua sampai enam minggu infeksi tenggorokon itu. Perkembangan dari infeksi tenggorokan hingga menjadi demam rematik bergantung pada keganasan kuman, kerentanan genetik, dan kondisi lingkungan. Demam rematik yang terjadi berulang, menurut Fauzi, akan mengakibatkan peradangan di katup jantung. ”Peradangan katup jantung lama-kelamaan dapat menyebabkan daun katup yang tipis dan lentur itu menjadi jaringan parut yang tebal, kaku, dan lengket,” katanya.
Kerusakan tidak hanya pada daun katup, tapi juga mengenai seluruh struktur katup jantung, termasuk jaringan penyanggah daun katup. Akibatnya, kemampuan pembukaan katup yang normalnya empat sampai enam sentimeter persegi dapat menurun hingga kurang dari satu sentimeter persegi.
Daun katup yang paling sering terkena dampak jantung rematik adalah katup mitral—penghubung serambi dan bilik kiri jantung. Katup lain yang bisa terkena adalah katup pembuluh darah besar (aorta). ”Pada sebagian orang, ada yang mengalami gangguan pada dua katup ini. Penderita katup jantung ini kebanyakan perempuan,” ujar Fauzi.
Durasi gangguan katup jantung hingga menimbulkan keluhan biasanya memakan waktu 20 hingga 40 tahun. Namun, jika penderita sering mengalami infeksi kuman berulang, prosesnya makin cepat. Data di RS Hasan Sadikin mencatat hampir 50 persen penderita penyempitan katup jantung mitral berat berusia di bawah 40 tahun. Di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, penyakit jantung rematik menempati tempat ketiga setelah jantung koroner dan hipertensi. ”Di daerah, penderitanya makin banyak,” kata Kepala Divisi Kardiologi Klinik Departemen Kardiologi dan Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Harmani Kalim.
Penderita penyakit jantung rematik berat biasanya akan mengeluh sesak napas, cepat capai, dan bahkan kadang batuk kronis hingga mengeluarkan dahak berdarah. Sering disangka tuberkulosis. Penderita juga cenderung mengalami gangguan irama jantung, atrial fibrillation. Gangguan ini mudah memicu terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah otak sehingga terjadi stroke. ”Pasien yang datang kepada saya berusia 20-30 tahun kebanyakan datang karena stroke. Namun, setelah ditelusuri, ada gumpalan darah di otak karena penyakit jantung rematik,” ujar Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah se-Indonesia itu.
Penderita jantung rematik kebanyakan orang miskin. Di negara maju, penyakit ini jarang dijumpai. Seabad lalu insiden demam dan jantung rematik di Amerika Serikat dan Eropa sekitar 100 per 100 ribu penduduk, kini menjadi dua kasus per 100 ribu penduduk. Sebaliknya di negara kawasan Afrika, Asia Selatan, Cina, dan Asia Tenggara, yang masih terbelit kemiskinan, jumlah penderitanya masih tinggi.
Pencegahan langsung terhadap infeksi tenggorokan karena streptococcus, menurut Harmani, adalah dengan antibiotik penisilin 1,2 juta unit (sekitar beberapa sentimeter kubik) setiap empat minggu dalam kurun lima tahun. Untuk penderita penyakit jantung rematik lanjut, menurut Fauzi, diperlukan obat-obatan yang tepat agar tidak terjadi payah jantung, komplikasi stroke, dan infeksi jantung (endokarditis) serta kematian. Pada kasus tertentu, baik Harmani maupun Fauzi sepakat akan lebih efektif bila dilakukan tindakan intervensi jantung dengan upaya balonisasi untuk melebarkan katup yang menyempit atau operasi katup jantung.
Menurut Fauzi, balonisasi untuk katup mitral jantung dilakukan dengan teknik menyelipkan balon khusus melalui pembuluh darah balik paha. Kemudian, dengan menembus sekat antar-serambi jantung, balon diarahkan menuju katup mitral yang menyempit. ”Lalu balon dikembangkan hingga tekanan tertentu. Setelah dirasa cukup, balon dikempiskan dan ditarik keluar,” katanya.
Bila berhasil, penderita akan bernapas lebih lega karena katup kembali melebar. Sayangnya, menurut Fauzi, tindakan ini tidak cocok untuk semua penderita. Pada katup jantung yang sudah mengeras dan adanya gumpalan darah di serambi jantung serta katup bocor, lebih baik diatasi dengan operasi katup jantung, dengan cara memperbaiki atau mengganti katup jantung.
Harmani dan Fauzi sepakat, untuk menurunkan angka penyakit jantung rematik, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kualitas kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Ahmad Taufik
1.Infeksi tenggorokan (saluran pernapasan bagian atas) yang disebabkan kuman grup A streptococcus beta hemolyticus (GAS).
2.Mengatasi dengan kekebalan tubuh (imunitas). Sayang, bukan hanya kuman yang dihantam, tapi juga jaringan tubuh yang memiliki struktur molekul mirip protein kuman.
3.Serangan pada jaringan tubuh seperti persendian, sistem saraf pusat, dan jantung ini menimbulkan peradangan sistemik yang disebut demam rematik.
4.Terjadi radang di katup jantung.
5.Daun katup yang tipis dan lentur itu menjadi jaringan parut yang tebal, kaku, dan lengket.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo