Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah tujuh belas tahun perempuan itu menderita diabetes melitus2, yang membikin kakinya lelah oleh borok dan gangren. Maka, saat mendengar ada cara baru yang bisa menyembuhkan gangren dengan tuntas, hatinya berdesir oleh harapan itu. Teknologi yang melambungkan harapan Lenny L. Garimata—nama perempuan itu—bernama terapi hiperbarik. Inti terapi ini adalah pemberian oksigen bertekanan tinggi dalam ruangan tertutup.
Lenny mendapat informasi itu dari seorang internis di satu rumah sakit di Sawangan, Depok. Dokter ahli penyakit dalam itu merujuk Lenny ke Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, yang membuka layanan terapi oksigen hiperbarik. Sejak Juli lalu, terapi yang tadinya buka sampai siang itu diperpanjang hingga malam.
Kepala Sub-Departemen Kamar Udara Bertekanan Tinggi (Hyperbaric Center) Padma Savenadia Alam mengatakan waktu layanan diperpanjang untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat. Dalam sehari, kata dia, pasien yang datang rata-rata mencapai 40-60 orang dengan berbagai problem luka. Dari jumlah itu, 15 orang di antaranya pasien gangren atau luka diabetes seperti Lenny.
Perempuan 61 tahun ini punya kadar gula darah yang stabil di angka 300 miligram per desiliter (mg/dL). Kebanyakan penderita diabetes seperti Lenny mengalami neuropati—kerusakan saraf. Mereka tak merasakan sakit ketika, misalnya, ada luka di kaki yang bergesekan dengan sandal.
Itu yang terjadi pada Lenny. Dia terinfeksi bakteri jenis Clostridium perfringens, yang memproduksi racun. Luka di kakinya berkembang menjadi gangren atau luka diabetik.
Gangren adalah kondisi yang ditandai oleh jaringan mati (nekrosis). Lukanya berwarna merah kehitaman, membengkak karena penuh gas beracun dan nanah. Em Yunir, Kepala Divisi Metabolik Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyebutkan sejumlah kondisi yang memicu gangren. Dari gangguan saraf, penyumbatan pembuluh darah, gangguan sistem imun, masalah pada sistem pembekuan darah, hingga beban kaki yang terlalu besar.
"Gangguan-gangguan ini membuat pasien diabetes perlu perjuangan lebih panjang," ujar dokter spesialis penyakit dalam itu saat diwawancarai di kantornya pada Rabu pekan lalu. Dia mencontohkan, luka pada orang normal bisa sembuh dalam satu-dua minggu. Pasien diabetes butuh empat minggu atau bisa juga tidak sembuh sama sekali. "Tingkat kesembuhannya tak sampai 50 persen," katanya.
Gangren adalah komplikasi diabetes yang paling ditakuti pasien dan dokter. Penelitian Yunir pada 2008 menemukan prevalensi gangren diabetes mencapai 20-30 persen dari total pasien diabetes. Penelitian Yunir pada 2012 terhadap 43 pasien diabetes di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan ada 3 pasien meninggal (7 persen), 16 pasien diamputasi kecil dan besar (37 persen), 5 pasien berhenti berobat atas permintaan sendiri (12 persen), serta 19 pasien pulih melalui penanganan holistik (44 persen). Salah satunya terapi oksigen hiperbarik sebagai terapi pembantu (adjuvant).
Penyembuhan luka dalam terapi ini dilakukan melalui penetrasi oksigen murni (100 persen) bertekanan udara tinggi ke jaringan pembuluh darah. Mula-mula pasien dimasukkan ke ruangan bertekanan udara lebih tinggi dari tekanan udara di atmosfer. "Tujuannya memasok oksigen ke wilayah luka pasien," ujar Yunir, yang juga bekerja sebagai konsultan metabolik endokrin.
Oksigen hiperbarik, kata dia, dapat menembus jaringan pembuluh darah dan mengikat partikel bebas serta gas dalam luka, membuka sumbatan pembuluh darah, dan melancarkan aliran darah ke jaringan luka yang rusak. "Dengan begitu , terbentuklah jaringan baru," Yunir menjelaskan.
Ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi calon pasien. Pertama, mengontrol luka dengan teratur, termasuk kebersihannya, kondisi bernanah atau tidak; serta ukuran bengkaknya. "Setelah itu, luka harus dibuka, dibersihkan; nanah di seputar luka harus dikeluarkan; dan membuang jaringan mati," kata Yunir.
Tahap selanjutnya, mengendalikan laju infeksi dengan antibiotik. Luka yang tertutup kulit jangan sampai tak terpantau. Keadaan ini sering dialami pasien yang menganggap lukanya sudah sembuh padahal di dalamnya membusuk. Maka gangren harus dibuka untuk menyingkirkan kumpulan gas serta infeksi bakteri di bawah kulit.
Kondisi pembuluh darah pun perlu dipantau untuk mencegah munculnya sumbatan yang dapat menghentikan pasokan darah ke jaringan luka. Kadar gula darah di tubuh pasien tidak boleh melebihi 200 mg/dL. "Bila gula darah tinggi, sel darah putih yang berfungsi memakan zat asing atau bakteri dalam darah tidak bekerja. Hal ini dapat memperparah infeksi," Yunir memaparkan.
Beberapa rumah sakit yang telah menyediakan ruang hiperbarik adalah Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo dan Rumah Sakit Bethsaida Paramount Serpong, Tangerang, yang buka sejak Desember 2012. Pionir terapi hiperbarik adalah Rumah Sakit Angkatan Laut Dr Ramelan Surabaya. Mereka sudah membuka layanan terapi ini sejak 1960. Di luar Jawa, layanan serupa tersedia di Rumah Sakit Umum Sanglah, Denpasar.
Sebelum menjalani terapi, pasien diwajibkan melakukan tes darah lengkap dan foto roentgen toraks. "Ini untuk mengetahui kadar gula darah dan apakah ada gangguan tulang (deformitas) atau tidak," ujar Padma.
Direktur Rumah Sakit Bethsaida, Bina Ratna Kusuma Fitri, bahkan menekankan perlunya pemeriksaan paru-paru dan gendang telinga calon pasien. "Paru-paru dan pendengaran harus normal dan aman," kata Bina saat Tempo menghubunginya pada Rabu pekan lalu.
Bentuk ruang hiperbarik mirip kapsul atau kapal selam mini. Di dalamnya terdapat kursi atau dipan. Lazimnya ada dua jenis ruangan: untuk delapan pasien atau satu pasien. Setiap pasien mendapat masker oksigen saat menjalani terapi selama 90-120 menit. Di RS Mintohardjo, delapan pasien, termasuk pengidap gangren diabetes, diterapi dalam satu ruangan. "Aman karena yang masuk ke ruangan itu bukan hanya pasien, melainkan juga perawat," Padma menjelaskan.
Dalam catatan Bina, sejak terapi oksigen murni dibuka di Bethsaida pada Desember 2012, jumlah pasien lumayan meningkat. "Saat ini 15-20 orang per bulan," katanya. Dengan biaya relatif terjangkau, Rp 300-400 ribu per terapi, penderita diabetes tampaknya giat menjajal oksigen murni yang akan—meminjam pengakuan seorang pasien—"bisa pulih dengan cantik, nyaris tanpa bekas".
Cheta Nilawaty, Dody Hidayat, Joniansyah Hardjono (Tangerang)
Terapi Oksigen Hiperbarik
Dalam terapi ini, oksigen murni diberi tekanan dua-tiga atmosfer. Tujuannya untuk memulihkan sirkulasi darah dan oksigen sehingga gangren atau luka diabetik pasien diabetes bisa disembuhkan.
1. Normal
Sebanyak 21% oksigen dari sel-sel darah merah terserap ke jaringan sekitar.
2. Gangren
Plasma tetap mengalir ke area pembuluh darah yang rusak. Jaringan membusuk dan mati karena kekurangan oksigen.
3. Terapi
Meningkatkan jangkauan difusi oksigen ke dalam jaringan. Pembuluh darah yang menyempit diperlebar agar darah dan oksigen dapat mengalir. Plasma dapat membawa 100% oksigen murni yang diberi tekanan.
4. Pulih
Oksigen bertekanan masuk lebih dalam ke jaringan dan mendorong tumbuhnya pembuluh-pembuluh darah baru.
Ruang Hiperbarik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo