Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ketika Tumbler Bergeser Menjadi Simbol Gaya Hidup Kaum Urban

Tumbler tak lagi hanya menjadi bagian dari kampanye untuk mengurangi sampah plastik. Dianggap sebagai simbol gaya hidup masyarakat urban.

 

18 Desember 2024 | 16.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tumbler tak lagi hanya menjadi bagian dari kampanye untuk mengurangi sampah plastik, tapi sudah dianggap sebagai simbol gaya hidup masyarakat urban.

  • Banyak orang memburu tumbler berharga mahal, tak sedikit pula yang membawa dua wadah minuman itu sekaligus saat bepergian.

  • Ada aspek kritis yang disuarakan ketika muncul tren koleksi tumbler.

KESEHARIAN Indra Perdana lekat dengan tumbler. Dia kerap membawa wadah minuman tipe Quencher berkapasitas 946 millimeter dari jenama Stanley, yang ia beli seharga Rp 799 ribu, ke kantor. Gelas itu menjadi penakar jumlah konsumsi air putih harian. Bila lupa membawa tumbler, "Aku jadi jarang minum," kata Indra kepada Tempo, Selasa, 10 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kreator digital dengan 74 ribu pengikut di TikTok itu punya berbagai merek tumbler di tempat tinggalnya. Koleksinya sudah mencapai 30 botol, termasuk produk Zojirushi, Montigo, Scandic, Corkcicle, Hydro Flask, Asobu, Chako Lab, MiiR, dan Germ. Tapi tak semua tumbler itu ia beli sendiri. Banyak di antaranya yang merupakan hasil kerja sama dengan sejumlah jenama wadah minuman tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koleksi botol minum itu bermula ketika Indra membeli tumbler Stanley tahun ini. Wadah minuman asal Amerika Serikat itu pernah viral di media sosial karena tak hancur di dalam mobil yang terbakar. Ketahanan inilah yang menggugah pria 34 tahun itu untuk mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah demi mendapatkannya.

Indra lalu membuat konten tentang tumbler barunya itu. Ia tak menyangka video pendek tersebut ditonton banyak orang dan mengundang beragam komentar. Salah satu warganet mengomentari ukurannya yang besar dan tidak bisa dimasukkan ke tas. Sambil bercanda, Indra membalas komentar itu dengan video. "Sudah beli Stanley mahal-mahal, ya kali dimasukin tas. Pamerin, lah," ucapnya.

Kreator digital, Indra Perdana, dan salah satu tumbler kesayangannya. Dok pribadi

Konten tersebut membuat banyak orang terkesan. Indra bahkan dihubungi pihak Stanley dan ditawari kerja sama. Sebagai bentuk apresiasi, produsen botol minum itu memberikan hadiah berupa Quencher berukuran medium dan undangan menghadiri pembukaan toko. Sejak saat itu, berbagai tawaran kerja sama dari sederet jenama tumbler datang.

Dari puluhan tumbler miliknya, hanya beberapa yang sering ia gunakan. Lain aktivitas, lain wadah minuman yang ia bawa. Ketika ke kantor, ia kerap membawa Stanley Quencher. Adapun tumbler Montigo atau Scandic ia pakai saat bepergian. Sedangkan untuk olahraga, ia memilih jenama Corkcicle dan Montigo yang kapasitasnya 500 mililiter. 

Penggunaan tumbler membuat Indra lebih menghemat pengeluaran. Sebelumnya, ia sering membeli air minum dalam kemasan 1,5 liter. Sejak menggunakan tumbler, dia bisa mengalihkan bujet air minum itu untuk jajan minuman kopi. Meski harganya mahal, Indra menuturkan, tumbler bisa digunakan untuk jangka panjang. "Untuk kesehatan juga karena bisa terukur minumnya dan secara ideal berkontribusi bagi lingkungan," tuturnya.

Indra tak terlalu peduli akan ketahanan tumbler terhadap suhu panas ataupun dingin. Ia lebih mementingkan kualitas botolnya. "Parameternya dari bahannya, kalau dipegang solid." Bahan yang bagus, menurut Indra, bukan yang ringkih dan tidak membuat air di dalamnya berbau besi. Merek juga menjadi pertimbangan utama Indra karena berkaitan dengan gengsi.

***

IBU rumah tangga dan kreator digital Indah Ningtyas juga mengoleksi puluhan tumbler di rumahnya. Botol-botol tersebut secara khusus ia tempatkan di dua susun rak di kabinet dapur. Selain membelinya, dia mendapatkan sebagian besar koleksinya dari suvenir dan pemberian teman. Namun hanya tumbler hadiah berkualitas bagus yang ia simpan. 

Sehari-hari istri komedian Rigen Rakelna tersebut sering membawa tumbler Stanley berkapasitas 875 mililiter. Tapi, karena sedotan tumbler itu penyok lantaran digigit anaknya, Indah kini lebih kerap menenteng Owala atau Tagi yang berkapasitas 1,2 liter. Dua botol ia bawa sekaligus. Yang besar dia gunakan untuk air dingin dan yang lain dibiarkan kosong agar bisa diisi dengan es teh yang ia beli di luar.

Indah lebih mementingkan fitur ketika memilih tumbler. Dari merek Stanley, misalnya, ia memiliki dua botol dengan fitur sedotan yang berbeda. "Yang satu bisa ditutup, satunya enggak," kata perempuan 27 tahun ini.

Adapun tumbler Owala punya tutup dengan fungsi ganda yang bisa dipilih penggunanya untuk minum, yaitu diseruput dan disedot. Adapun tumbler Tagi, yang ia beli dengan sistem pra-pesan karena hanya dijual di Cina, memiliki sedotan berbahan silikon. "Gigiku sensitif, jadi sangat membantu minum dingin-dingin, enggak bikin ngilu."

Selain fitur, desain tumbler menjadi daya tarik. Indah pernah kepincut wadah minum Tagi karena desainnya yang menggemaskan. Tumbler tersebut berbentuk seperti mug besar. Warnanya kombinasi putih, kuning, dan jambon. Pada sedotannya, terdapat aksesori bunga.

Indah menggunakan tumbler sejak 2016. Ketika masih bekerja kantoran, ia kerap membawa botol minum agar tidak bolak-balik ke pantri untuk mengisi ulang gelasnya. Sebelum muncul berbagai merek tumbler, andalan Indah adalah botol dari kedai kopi Starbucks dengan desain yang lucu dan berkualitas. Setelah dia menikah dan menjadi ibu rumah tangga, kebiasaannya menggunakan tumbler tak berhenti. Ia justru "menularkan" kebiasaan itu kepada suami dan anaknya.

Bagi Indah, tumbler punya peran penting dalam hidupnya. Ia menjadi makin bersemangat minum dan membantu tubuhnya terhidrasi. Apalagi Indah saat ini tengah mengandung dan harus banyak minum. Tumbler yang tahan lama juga memudahkannya minum sesuai dengan suhu air yang diinginkan.

***

DESAIN tumbler yang menarik serta kapasitas yang besar juga memotivasi Nur Septia Wilda Pohan untuk rajin mengkonsumsi air putih. Wilda mengatakan tumbler sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. "Lebih dari sekadar wadah untuk membawa minuman," ucap perempuan 34 tahun itu.

Koleksi tumblernya tak kalah banyak. Pegawai suatu perusahaan media ini punya 13 botol minum. Mereknya antara lain Corkcicle, Rosca, Lock & Lock, Khong Guan, Starbucks, Kopi Kenangan, dan Hydro Flask. Harga tumbler tersebut bervariasi, dari Rp 130 ribu hingga Rp 500 ribu. Tak semua tumbler ia gunakan sehari-hari. Hanya tiga-empat botol yang sering ia bawa untuk berkegiatan. "Selebihnya tersimpan dengan rapi di lemari," katanya. 

Warga Depok, Jawa Barat, ini sering membawa dua tumbler setiap hari. Satu botol diisi air putih, sementara yang lain untuk jajan kopi. Wilda mengungkapkan, harga minuman kopi bisa lebih murah bila ia membawa tumbler. "Di hari tertentu ada beberapa gerai kopi yang menawarkan diskon pembelian dengan tumbler," tuturnya.

Nur Septia Wilda Pohan dan tumblernya di Jiwon Coffee, Bogor, 17 Desember 2024. Tempo/Siti Dinar

Kebanyakan tumbler yang dibeli Wilda berbahan baja tahan karat (stainless steel). Material tersebut mampu menjaga suhu minuman dengan baik dan tidak meninggalkan bau dalam minuman. Ada pula botol yang berbahan plastik. Kelebihannya, Wilda menjelaskan, bobotnya ringan dan tidak terlalu mahal. 

Wilda mengoleksi tumbler dua tahun belakangan. Ia termotivasi menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai. Banyak manfaat yang ia rasakan. Air dalam tumbler yang bersih dan terawat lebih higienis dibanding air minum kemasan. Selain itu, penggunaan tumbler dapat mengurangi sampah plastik serta menghemat biaya, praktis, dan efisien.

***

TUMBLER yang menjelma menjadi simbol gaya hidup masyarakat urban juga menjadi ladang bisnis. Potensi pasar di Indonesia menjadi pendorong Montigo, merek tumbler asal Malaysia, untuk masuk dan bersaing dengan jenama lain. 

Direktur Penjualan Montigo Indonesia Darren Johari mengatakan mereka memiliki proposisi penjualan unik berupa ukiran nama pada botol, aksesori, dan penggantian kepala botol. Ia menilai masih ada potensi untuk berekspansi di tengah persaingan penjualan tumbler yang saat ini cukup ketat. "Banyak orang belum pakai tumbler secara skala besar," katanya.

Meski baru pada Mei 2024 memasuki pasar tumbler di Indonesia, Montigo telah mencatatkan tren penjualan yang positif. Darren menyebutkan angka penjualan botol minumnya telah mencapai 3.000 per bulan dengan kenaikan 500-600 unit tiap bulan. Ia berharap kehadiran Montigo dapat membuat konsumen terdorong menggunakan tumbler setiap hari dan berdampak positif bagi lingkungan.

Deretan tumbler Montigo di pop-up store Puri Indah Mall, Jakarta, 14 Desember 2024. Tempo/Friski Riana

Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecological Observation and Wetlands Conservation Rafika Aprilianti menilai banyak anak muda yang mulai menggunakan tumbler karena dua hal. Pertama, mereka sudah paham akan bahaya penggunaan botol minum kemasan plastik sekali pakai. Kedua, mereka takut ketinggalan tren atau fear of missing out. "Unik bentuknya dan estetik. Itu menarik gen Z untuk pakai tumbler," kata Rafika.

Tumbler sebagai salah satu solusi gerakan individu untuk lebih peduli terhadap lingkungan dianggap positif. Plastic Project Leader Greenpeace Indonesia Ibar Akbar mengatakan penggunaan tumbler berkaitan dengan konsumsi air minum dalam kemasan. Misalnya, ketika seseorang membawa tumbler ke sekolah atau tempat kerja, tidak ada konsumsi atau pembelian air dalam kemasan.

Meski belum melakukan riset secara langsung mengenai dampak penggunaan tumbler terhadap pengurangan sampah plastik, Ibar mengatakan, secara individual, membawa botol minum dapat berdampak signifikan terhadap pengurangan sampah plastik sekali pakai dari air minum dalam kemasan. Menurut data capaian pengurangan sampah yang dilakukan produsen dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, timbulan sampah plastik pada 2023 tercatat sebanyak 10 juta ton. Dibanding pada tahun sebelumnya, terjadi penurunan sebanyak 1 juta ton. 

Yang kerap menjadi masalah, Ibar menuturkan, ketika tumbler dibawa dalam perjalanan lalu airnya habis, tidak ada akses isi ulang buat umum. Hal ini menunjukkan air sebagai hak dasar masyarakat sudah diprivatisasi. "Kita harus bayar dan beli," ujarnya.

Selain hal positif, menurut Ibar, ada satu hal yang perlu diwaspadai ketika tumbler menjadi bagian dari gaya hidup. Mengoleksi tumbler, kata dia, bisa mengurangi fungsi utamanya. "Kita jangan melupakan bahwa tumbler itu guna ulang. Satu orang punya satu-dua cukup."•

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Edisi cetak artikel ini terbit dengan judul Bukan Sekadar Wadah Minuman.

Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus